Merasa Dihalang-halangi menjual rumahnya, Agus Gugat Mantan Istri

Agus Didampingi Oleh Kuasa Hukumnya saat ditemui oleh awak media.

Surabaya, Newsweek - Merasa dihalang-halangi menjual rumahnya yang berada di di East Coast Park R7 35 Pakuwon City dan di kriminalisasi dengan tuduhan penelantaran anak, Agus Susanto (Penggugat) menuntut keadilan.

Selain menggugat secara perdata terhadap mantan istrinya yakni (Onk) Setiawati (Tergugat). Agus juga berencana melaporkan mantan istrinya ke Kepolisian karena sudah melibatkan dua anak-anaknya yang belum cakap secara hukum (dewasa) dalam persidangan gugatannya.

Diketahui, gugatan Agus itu teregistrasi dengan Nomer perkara 830/Pdt.G/2024/PN.Sby. Dalam Petitumnya Agus (Penggugat) berharap majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatannya untuk seluruhnya. Menetapkan bagian masing masing antara Penggugat dan Tergugat dari obyek sengketa, setelah dipotong dengan harta bawaan Penggugat senilai Rp 1 milliar dan sisanya dibagi 2 yang besarnya sama. Memerintahkan Penggugat dan Tergugat untuk melakukan pembagian harta bersama dijual atau dilelang. Memerintahkan Tergugat mengosongkan rumah yang terletak di East Coast Park R-7/35 Pakuwon City paling lambat satu (1) bulan dari putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inchract).

Kurniawan SH,.MH selaku kuasa hukum dari Agus saat dikonfirmasi mengatakan kalau gugatan yang dilayangkan oleh kliennya tersebut sudah memasuki proses persidangan dengan agenda tambahan bukti surat dari Penggugat dan Tergugat. Serta saksi dari pihak Penggugat.

“Tadi, saksi menjelaskan bahwa Agus bersama-sama dengan Tergugat dahulu tinggal di Barata Jaya Gang 3 Nomer 1 Surabaya, menempati rumah yang dibelikan oleh orang tuanya Agus,” katanya selesai sidang Rabu (18/12/2024).

Lanjut Kurniawan, selang sekitar 3 tahun setelah menikah dan ditambah karena rumahnya di Barata Jaya pernah di rampok, Agus memutuskan menjual rumah itu dan uang dari hasil penjualannya dipakai Agus untuk uang muka membeli rumah di Pakuwon City.

“Karena sudah punya rumah baru, Tergugat dan anak-anaknya dibawah Agus ke Pakuwon dan Agus bekerja untuk mencicil. Tapi untuk rumah di Barata Jaya itu kan rumah yang dibelikan sebagai hadiah dari orangtua Agus. Jadi berdasarkan Pasal 35 Ayat (2) UU Nomer 1 Tahun 1974 seharusnya uang penjualan rumah itu dikembalikan lagi oleh Agus kepada orangtuanya,” lanjutnya.

Kurniawan menjelaskan bahwa perceraian antara Agus dengan Tergugat tidak akan menghapus hak anak dan orangtuanya untuk saling mencintai dan memberikan kasih sayang serta kewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya.

Kalau rumah itu dijual, Si Agus ini mau berwiraswasta, tetapi tidak serta merta dia meninggalkan atau melalaikan hak anaknya. Anak-anaknya tetap akan diberikan rumah pengganti yang layak, tetapi tidak di Pakuwon. Anak dan istri (Tergugat) tetap diberikan rumah yang layak untuk hidup, layak untuk segalanya. Dan Agus sebagai orang tua sudah mempersiapkan hal itu.

“Namun yang kami kecewakan hari ini, ternyata anak Agus dihadirkan di dalam persidangan oleh Tergugat dan kuasa hukumnya. Ingat anak itu bukan hanya Tergugat saja, tetapi anak dari pihak Penggugat juga. Agus sebagai Penggugat merasa kecewa anaknya dihadirkan di persidangan. Agus khawatir hal itu akan menimbulkan trauma yang sangat dalam, seolah-olah Agus sebagai bapaknya ini jahat,” jelas pengacara Kurniawan.

Ditanya berapa uang yang Agus dapatkan dari hasil menjual rumahnya yang berada di Barata Jaya.?

“Untuk penjualan rumah di Barata Jaya Rp. 1,725.000.000. Selanjutnya oleh papa dari penjualan itu dititipkan kepada saya sebesar Rp. 1.000.000.000 untuk uang muka membeli rumah di Pakuwon City.” jawabnya.

Agus berterus terang mengungkapkan, kalau dari penjualan rumah di Pakuwon, dirinya akan membuka usaha kecil-kecilan, dimana uang dari usahanya tersebut, Agus pakai untuk bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dengan tetap memberikan nafkah setiap bulan.

“Bahkan nanti kan saya siapkan juga dana untuk anak-anak masuk kuliah atau ke jenjang berikutnya. Saya tidak ingin menang sendiri, tapi saya akan tunduk dan mematuhi perundang-undang yang berlaku,” ungkap Agus.

Bahwa harta gono-gini berdasarkan UU Nomer 1 Tahun 1974 pasal 35 Ayat (1) mengatakan bahwa Harta Gono-Gini adalah harta yang diperoleh dalam perkawinan. Itu dibagi dua masing-masing sebesar 50 persen. Akan tetapi di Pasal 2, dinyatakan bahwa harta bawaan, pemberian atau hadiah itu akan dikembalikan kepada pihak yang memberi. Di perkara ini kami tidak minta yang aneh-aneh. Kami hanya minta yang Rp. 1 miliar dikembalikan kepada orangtuanya Agus. Sedangkan sisanya dibagi dua antara Agus dengan pihak Tergugat. Terlepas nantinya mereka nanti menikah lagi.

“Yang pasti Agus menyediakan rumah yang layak untuk kedua anaknya. Tinggal tergantung kedua anaknya itu mau atau tidak,” imbuh pengacara Kurniawan.

Ditanya bagaimana sikapnya terkait adanya laporan ke Polrestabes Surabaya STTL/DUMAS nomor : STTL.PM/1266/XI/2024/SPKT/POLRESTABES SBY tanggal 18 Nopember 2024 yang sudah dilakukan oleh Tergugat,?

Kurniawan menjawab sangat kaget dengan laporan tersebut.

“Sebagai warga negara yang baik kami menerima laporan tersebut. Namun yang kami pertanyakan, kekerasan psikis itu macam apa,? Karena semua kebutuhan anak-anaknya dipenuhi sama Agus. Kalau seandainya kekerasan psikis itu timbul lantaran ketakutan rumah di Pakuwon City akan dijual. Itu semua di karenakan anak-anak dilibatkan oleh pihak Tergugat dalam gugatan ini dan di persidangan. Kalau anak-anak tidak dilibatkan, dia tidak akan tahu. Harusnya Tergugat sebagai seorang ibu memberikan pemahaman yang benar, walaupun rumah di Pakuwon City dijual, toh nanti anak-anaknya tetap dipelihara oleh papa dan mamanya,” jawab pengacara Kurniawan.

Bagi saya tidak ada yang namanya mantan anak, apapun kondisinya mereka, saya tetap sayang. Istri saya (Tergugat) itu tidak bekerja semenjak awal menikah sampai perceraian. Setelah 16 tahun menikah tidak ada bantuan sedikitpun dari mertua dan dari istri untuk mencari uang. Tetapi saya setelah putusan cerai masih tetap menafkahi sebesar Rp.10 juta setiap bulan sampai dengan tahun 2024 ini. Seingat saya sampai bulan Juni masih bayar,” imbuh Agus Susanto.

Untuk diketahui, awalnya Agus Susanto (Penggugat) adalah suami sah dari (Onk) Setiawati (Tergugat) yang dibuktikan dengan kutipan Akta Nikah Perkawinan Catatan Sipil nomor 1497/WNI/2008 tertanggal 9 Agustus 2008.

Dikarenakan tidak ada kecocokan mereka berdua kemudian bercerai dengan putusan pengadilan nomor 209/Pdt.G/2024/PN Sby pada tanggal 17 juli 2024.

Dalam amar putusan majelis hakim yang diketuai Mochamad Taufik Tatas Prihyantono,S.H menyatakan perkawinan antara Agus Susanto dengan (Onk) Setiawati sebagaimana dalam akta perkawinan nomor : 1497/WNI/2008 tertanggal 11 Agustus 2008 yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil kota Surabaya putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.

Menetapkan anak-anak Agus Susanto dengan (Onk) Setiawati berada dibawah asuhan kedua orang tuanya. Menetapkan agar Agus Susanto memberi biaya nafkah kepada kedua anaknya tersebut diatas sejumlah Rp 10 juta rupiah setiap bulannya sampai anak menjadi dewasa dan mandiri sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap. (ban)

Lebih baru Lebih lama
Advertisement