Seminar Nasional Bertajuk 'COMMPOSITION' di UPN Veteran Jawa Timur |
Surabaya-Program Studi Ilmu Komunikasi dan Magister Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur menggelar seminar nasional bertajuk COMMPOSITION (Communication Symposium and Convention). Acara tahunan bertajuk “Anak Muda, Politik, dan Media Digital” itu digelar di Auditorium lt 9 Gedung Kuliah Bersama (GKB 2) UPN Veteran Jawa Timur, Rabu (18/9/2024).
Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah Pakar Komunikasi Potik Jawa Timur, seperti Dr. Suko Widodo (Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga), Surokim, M.Si (Pakar Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo Madura sekaligus Wakil Rektor 3 Universitas Trunojoyo Madura), dan Dr. Irwan Dwi Arianto (Pakar Komunikasi Politik dan Ahli pembacaan digital activism Big Data dari Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur). Ketiga Pakar Komunikasi Politik ini membocorkan strategi merebut suara generasi Z di pilkada serentak tahun ini.
Pada kesempatan itu, Koordinator Program Studi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur yang sekaligus menjadi moderator dalam seminar itu menjelaskan bahwa seminar ini dilatar belakangi oleh dinamika politik yang terjadi pada kontestasi politik di tahun ini yang mana sangat mempengaruhi dan menjadi sorotan masyarakat. Sebagai negara demokrasi, partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, terutama anak muda, sangat menentukan bagaimana Indonesia ke depannya.
Bahkan, anak muda sebagai pemilih terbanyak dalam Pilpres maupun Pilkada yang akan datang, turut menjadikan arah politik Indonesia ke depannya ini ada di tangan pemudanya. Bahkan, posisi anak muda sangat krusial dan dianggap sebagai agen perubahan serta pelopor dalam kebangkitan politik di masa depan, namun nyatanya memiliki partisipasi politik yang sangat rendah.
“Nah, rendahnya partisipasi politik anak muda ini perlu dikaji dan dilihat keinginan dan kebutuhan mereka, seperti apa kepedulian mereka terhadap siapa yang dia coblos, bagaimana anak muda mencari informasi yang benar terkait pemilu, bagaimana anak muda menyuarakan opininya dan apakah suaranya didengar?” kata Syafrida yang merupakan pengamat dan peneliti serta penulis buku Budaya Anak Muda.
Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik dan Ahli pembacaan digital activism Big Data dari Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur, Dr. Irwan Dwi Arianto, menjelaskan bahwa berdasarkan analisis Big Data yang dia lakukan selama ini, anak muda atau generasi Z sudah aktif menyuarakan pendapatnya. Penyampaian itu dilakukan dengan cara baru, bukan lagi dengan cara konvensional.
“Jadi, persoalannya adalah bagaimana aktor-aktor politik itu memahami penyampaian mereka dengan cara baru itu, tidak lagi dengan cara-cara konvensional. Apalagi saat ini kan sudah era digital, maka pendekatannya juga harus digital,” katanya.
Selama ini, tampak dalam pembacaan Big Data yang dilakukan oleh aktor politik itu adalah cara-cara yang mereka lakukan adalah cara-cara untuk meraih kekuasaan, tapi tidak memperhatikan tentang persoalan-persoalan yang sedang dihadapi anak muda, narasi-narasi itu tidak muncul dalam narasi-narasi kampanye mereka, misalnya banyak kan persoalan Gen Z tentang mental health dan sebagainya, tapi mereka cenderung tak acuh pada itu.
“Karena mereka tidak memahami persoalan anak muda, maka sebaliknya anak muda itu seakan apatis dengan pemilihan itu, karena mereka pikir yang dia pilih tidak bisa mewakili dirinya dan keinginannya. Jadi, sekali lagi untuk merebut hati generasi Z itu ya pahami mereka, pahami keinginan dan kebutuhannya,” katanya.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo Madura sekaligus Wakil Rektor 3 Universitas Trunojoyo Madura Surokim, M.Si juga menjelaskan bahwa para aktor politik itu seharusnya memudahkan kembali anak muda yang menganggap selama ini politik itu adalah dunia hitam. Makanya, ia mendorong politik itu menjadi media pengabdian dan menjadi pelopor keteladanan.
“Saya ingin mendesakkan banyak perubahan gimana caranya anak-anak muda itu bisa menjadi pelopor-pelopor baru dalam dunia politik, bisa menjadi teladan-teladan baru dunia politik, sehingga kemudian bisa mewarnai dunia politik itu dan perpolitikan akan jauh lebih indah tidak intimidatif, tidak gaduh, hoax dan lain-lain,” katanya.
Oleh karena itu, salah satu cara untuk merebut hati generasi Z atau anak muda ini dengan cara akrab dan lebih mengenal mereka, sehingga para aktor politik itu bisa menyesuaikan dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh para anak muda itu.
“Jangan sampai kita mengkampanyekan politik, tapi ternyata jauh dari apa yang anak muda itu butuhkan. Politik itu didekatkan dengan kepentingan anak muda itu, supaya mereka bisa memahami anak muda itu, kenapa suka main Instagram dan media sosial lainnya, jadi itu merupakan bagian dari mendekatkan diri dan membersamai anak muda itu,” tegasnya.
Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga Dr. Suko Widodo mengatakan bahwa anak muda perlu diarahkan untuk melihat jejak peran anak muda dalam menentukan arah bangsa ini. “Ketika anak muda memiliki kesadaran politik, terdidik, dan paham, saya yakin Indonesia emas akan dapat tercapai dengan sumberdaya yang baik,” katanya.
Ia juga terus mendorong anak muda Indonesia, terutama para mahasiswa UPN untuk memiliki rasa gelisah terhadap kondisi negeri ini. Bagi dia, itu sangat penting demi bangsa dan negeri ini. “Anda yang merasa anak muda, berpolitiklah, tapi berpolitik yang tepat dan benar,” pungkasnya. (Ham)