Surabaya, Newsweek - Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menggelar acara penandatanganan Pakta Integritas Perkara Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada hari Kamis, (05/09/2024). Acara tersebut diselenggarakan di Rumah Restorative Justice Omah Rembug Adhyaksa, Gedung Unair lantai 3.
Perkara yang dibahas adalah kasus penelantaran anak yang melibatkan dua tersangka, yaitu Muhammad Haviv Setiadi F sebagai Tersangka I dan Nurul Afiyah sebagai Tersangka II.
Keduanya disangka melanggar Pasal 77B Jo Pasal 768 UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proses perdamaian ini difasilitasi berdasarkan Surat Perintah untuk memfasilitasi Proses Perdamaian Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ-1) No /RJ/M.5.10/Eoh.2/09/2024 tertanggal 5 September 2024. Kronologi kasus bermula dari hubungan pacaran antara Muhammad Haviv dan Nurul Afiyah yang berencana untuk menikah tanggal 19 Agustus 2024.
Namun sebelum tanggal pernikahan berlangsung, Nurul terlanjur hamil di luar nikah. Karena takut ketahuan orang tua masing-masing pihak, mereka memutuskan untuk tinggal di kos bersama. Setelah Nurul melahirkan, masalah finansial mulai menghimpit pasangan ini. Nurul harus cuti melahirkan sehingga gajinya dipotong, sementara kontrak kerja Muhammad di Mc Donnald telah berakhir.
Karena kesulitan ekonomi dan ketidakmampuan merawat bayi, pasangan ini akhirnya memutuskan untuk meninggalkan bayi mereka yang berusia 3 bulan di depan rumah orang tua Muhammad. Sewaktu meninggalkan bayinya, mereka meninggalkan surat yang meminta agar bayi tersebut tidak diserahkan kepada pihak lain dan menyatakan akan mengambilnya kembali di kemudian hari.
Orang tua Muhammad yang tidak mengetahui asal-usul bayi tersebut melaporkan kejadian ini kepada pihak RT, RW, Puskesmas, dan kepolisian. Setelah pencarian selama beberapa hari, akhirnya terungkap bahwa orang tua bayi tersebut adalah Muhammad dan Nurul, yang ternyata adalah anak dari pemilik rumah itu sendiri.
Kedua tersangka kemudian ditahan di Polsek Wonokromo. Namun, dengan adanya proses keadilan restoratif ini, diharapkan dapat dicapai penyelesaian yang adil bagi semua pihak, termasuk kepentingan terbaik bagi anak yang menjadi korban dalam kasus ini.
Kepala Seksi Pidana Umum, Ali Prakosa, S.H., M.H., mengungkapkan kronologi kasus penelantaran bayi yang melibatkan sepasang kekasih di wilayah Wonokromo, Surabaya. Kasus ini bermula dari hubungan asmara antara HP (inisial) dan Nuril (inisial) yang berencana menikah. "Sebenarnya mereka berdua ini ada hubungan pacaran dan sudah ada rencana untuk menikah. Tetapi dalam perjalanannya, ternyata Mbak Nuril hamil," ujar Ali Prakosa.
Karena tidak berani menyampaikan kehamilan tersebut kepada orang tua masing-masing, pasangan ini memutuskan untuk tinggal di kos. Nuril kemudian melahirkan, namun situasi ekonomi mereka memburuk. Gaji Nuril dipotong karena cuti melahirkan, sementara kontrak kerja HP di Mc Donnald telah berakhir. "Dari segi ekonomi, untuk membayar kos dan memenuhi kebutuhan bayi, mereka kekurangan biaya," jelas Ali.
Akibat kesulitan ekonomi, pasangan ini nekat meletakkan bayi mereka yang berusia 3 bulan di depan rumah orang tua HP. Mereka meninggalkan surat yang isinya meminta agar bayi tersebut jangan diserahkan kepada pihak lain dan menyatakan akan mengambilnya kembali.
Orang tua yang tidak mengetahui bahwa bayi tersebut adalah cucunya sendiri, melaporkan kejadian ini kepada pihak RT, RW, Puskesmas, dan kepolisian. Setelah pencarian selama dua hingga tiga hari, akhirnya terungkap bahwa orang tua bayi tersebut adalah HP dan Nuril, yang merupakan anak dari pemilik rumah itu sendiri. Kasus ini menjadi peringatan bagi pasangan muda untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalin hubungan dan pentingnya komunikasi terbuka dengan keluarga dalam menghadapi masalah. (Ban)