Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh ( tengah ) |
Surabaya-Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menindaklanjuti permasalahan terkait adanya dugaan tunggakan uang pembelian buku pelajaran tiga orang siswa SDN Ketabang Kali, yang dibeli melalui koordinator kelas (Korlas). Adanya dugaan tersebut, pemkot melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya memberikan pendampingan kepada tiga orang siswa tersebut.
Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh mengatakan, selain melakukan pendampingan, juga memanggil Kepala SDN Ketabang Kali untuk menyelesaikan permasalah tersebut. “Kami sudah memanggil kepala sekolah dan pihak orang tua kemarin. Kita pertemukan di sekolah,” kata Yusuf, Sabtu (3/8/2024).
Yusuf menerangkan, sebenarnya permasalahan ini bermula dari adanya pembelian buku mata pelajaran pendamping agama untuk siswa kelas 6 SDN Ketabang Kali. Buku pendamping mata pelajaran agama tersebut, kemudian dibeli melalui Korlas orang tua murid.
“Nah, ketika ada pengadaan buku pendamping agama, ada tiga orang siswa yang tidak membeli buku. Karena ketiga siswa tersebut tidak membeli buku, akhirnya Korlas tidak memberikan buku itu,” terang Yusuf.
Sebenarnya, lanjut Yusuf, ketiga orang tua ketiga siswa tersebut mau untuk membeli buku tersebut. Akan tetapi, ketiga orang tua siswa itu merasa tersinggung karena anaknya tidak kebagian buku, padahal sudah membayar uang tunggakan Korlas senilai Rp100 ribu.
Oleh sebab itu, akhirnya orang tua murid tersebut memviralkan masalah ini melalui media sosial (medsos). Meskipun orang tua tersebut telah me-takedown postingan, namun konten tersebut sudah terlanjur viral di medsos.
“Kemungkinan, ada ketersinggungan antara orang tua murid dengan Korlas, karena anaknya tidak kebagian buku pendamping tersebut, padahal sudah membayar. Jadi bukan ada masalah dengan pihak sekolah,” ujarnya.
Yusuf menegaskan, jangan sampai permasalahan antara orang tua murid dengan Korlas, menjadi penghambat siswa untuk belajar di sekolah. Maka dari itu, ia meminta kepada kepala sekolah dan Korlas untuk memberikan buku pendamping itu pada pertemuan kemarin (2/8/2024).
“Jadi itu buku pendamping, bukan buku yang diwajibkan. Nah, maka dari itu sekolah juga harus tahu program-programnya apa saja, dan ketika penganggaran sekolah juga harus tahu, mana (siswa) yang mampu dan tidak mampu. Misal, ketika ada (siswa) yang tidak mampu, itu dimasukkan ke program BOS,” tegasnya.
Agar kejadian ini tidak terulang kembali, ia menambahkan, telah memanggil seluruh kepala sekolah negeri di Surabaya untuk diberi pembinaan lebih lanjut. “Tidak hanya soal itu, kami juga memberikan pengarahan terkait penyusunan program tahun ajaran baru, dan sebagainya,” pungkasnya. (Ham)