Johanes Dipa Widjaja Selaku Kuasa Hukum PT Cahaya Fajar Kaltim. |
Surabaya, Newsweek - Upaya Permohonan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan kembali oleh, PT.Cahaya Energi Sumeru Sentosa (CESS) sebagai Kreditur terhadap PT.Cahaya Fajar Kaltim (CFK) sebagai Debitur memasuki agenda kesimpulan dari masing-masing pihak.
Adapun, kesimpulan dari PT.CFK selaku, Debitur, melalui, Penasehat Hukumnya, Johanes Dipa Widjaja, saat ditemui mengatakan, pihaknya, dalam kesimpulan yang disampaikan, secara on-line yakni, sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di persidangan, baik yang diperoleh dari bukti surat-surat maupun keterangan Ahli, membuktikan bahwa Permohonan PKPU a quo adalah tidak berdasarkan hukum.
Sehingga, sudah sepatutnya Permohonan PKPU a quo ditolak serta berdasarkan, segala hal yang telah terurai di dalam Kesimpulan maka dengan ini, Termohon (PT.CFK) memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara PKPU guna menjatuhkan putusan berupa, menerima jawaban Termohon PKPU untuk seluruhnya, menolak Permohonan PKPU a quo untuk seluruhnya dan menghukum Pemohon PKPU untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.
Masih menurut, Johanes Dipa Widjaja, tagihan PT. CESS yang dijadikan sebagai dasar dalam Permohonan PKPU a quo sebesar 29 Milyard tersebut, sebenarnya sudah ditagihkan di dalam proses PKPU sebelumnya. Namun, telah ditetapkan, dibantah berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas. Berdasarkan, Penetapan Hakim Pengawas, maka tagihan tersebut, tidak dapat dikatakan, sebagai tagihan yang tidak terverifikasi.
" Secara yuridis sudah tidak ada atau tidak dapat dianggap ada. Lantaran, tidak memenuhi syarat utang yang dapat ditagih dan tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Perihal ini, juga diperkuat oleh, keterangan Ahli Hukum Kepailitan yakni, Prof. Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N. ," ujar Johanes Dipa Widjaja.
Dalil Permohonan PKPU a quo yang mengatakan tagihan sebesar 29 Millyard tersebut, belum terverifikasi di dalam perkara PKPU sebelumnya (Perkara No. 52) adalah bohong. Johanes Dipa Widjaja, menambahkan, Penetapan Hakim Pengawas bersifat final dan mengakhiri sengketa, yang juga dikuatkan dengan Keterangan Ahli Prof. Dr. Hendry Jayadi SH.MH., yang diajukan oleh, Pemohon PT. CESS.
Sehingga sebenarnya, persoalan tagihan yang ditetapkan dibantah tersebut sudah selesai, lalu kenapa dipersoalkan lagi ?. Johanes Dipa Widjaja, mengilustrasikan bila tagihan PT. CESS ini dipaksakan dianggap sebagai tagihan yang tidak terverifikasi, toh !, di dalam perjanjian perdamaian yang telah disahkan juga telah mengakomodir mengenai pembayaran kepada Kreditur yang tidak terverifikasi, sehingga menjadi aneh kenapa PT. CESS kok ! ngotot mengajukan Permohonan PKPU kembali terhadap PT. CFK ?.
Menukil pada Pasal 286 Undang Undang Kepailitan mengatur perdamaian yang disahkan berlaku mengikat bagi semua Kreditur kecuali Kreditur Separatis yang menolak voting atas perjanjian perdamaian. Sementara PT. CESS dan PT. CNEC adalah Kreditur Konkuren. Sehingga dengan demikian mereka terikat, terlebih lagi PT. CESS sebenarnya, telah menyetujui voting atas perjanjian perdamaian.
Hal diatas juga dikuatkan dengan Keterangan Ahli Prof. Dr. Hadi Subhan dan Ahli Dr. Hendry Jayadi. Kedua Ahli ini, masing masing dihadirkan oleh, PT.CESS maupun PT.CFK. Apabila pasal 286 ditafsirkan secara lain atau menyimpang yaitu, PT. CESS tidak terikat dengan perjanjian perdamaian yang telah disahkan maka timbul pertanyaan, kepentingan apa yang menghendaki hal tersebut ?. " Dalam peradilan itu mengedepankan hukum atau kepentingan ?", beber Johanes Dipa Widjaja.
Perlu diketahui, Debitor PT. CFK saat ini, sedang menjalankan isi Putusan Homologasi dengan melakukan pembayaran kepada para Kreditur. Termasuk, PT. CESS dan PT. CNEC. Sehingga, Debitur yang sedang menjalankan Homologasi tidak dapat dimohonkan PKPU kembali.
Hal ini, telah dikuatkan dengan Keterangan Ahli Prof.Dr.Hadi Subhan dan Buku Tanya Jawab MA RI. Sebagaimana dalam Buku tanya jawab MA RI justru memberikan solusi agar ada kepastian hukum dan tidak terjadi disparitas di Pengadilan Niaga yang berkaitan dengan perkara PKPU atau Kepailitan.
Sehingga, apabila ketentuan yang telah disepakati dalam Buku Tanya Jawab tersebut , tidak ditaati atau diterapkan justru timbul pertanyaan, untuk apa ada diskusi karena toh ! , juga tidak akan digunakan ?. Khan !, tujuannya baik lalu kenapa tidak diterapkan ?. Mengingat, pemaparan Ahli Prof.Dr.Hadi Subhan, menyampaikan, dengan adanya Putusan Homologasi maka semua utang, perikatan Debitur yang terbit sebelum Homologasi menjadi " Diputihkan", sehingga yang berlaku adalah ketentuan di dalam Putusan Homologasi itu.
Sedangkan, dalam keterangan Ahli Dr. Hendry Jayadi SH.MH., yang diajukan oleh Pemohon yaitu, Kreditur yang namanya termuat didalam Daftar Piutang Tetap (DPT) maka terikat dan tidak dapat mengajukan Permohonan PKPU kembali. Namun, faktanya PT. CESS dan PT. CNEC sdh termuat di dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) di dalam proses PKPU sebelumnya pada Perkara No. 52, secara otomatis dan jelas mereka memang terikat dan tidak dapat mengajukan Permohonan PKPU kembali.
Diujung pembicaraan, Johanes Dipa Widjaja, menyampaikan, Perkara a quo sudah sangat terang dan jelas secara hukum Permohonan PKPU a quo memang tidak terbukti dan tidak berdasar. Pihaknya, tinggal menunggu apakah nanti hukum yang akan ditegakkan atau justru kepentingan pihak tertentu yang akan diutamakan ?. " Saat ini, Lembaga Pengadilan Niaga Surabaya dan independensi Majelis Hakim sedang diuji. Pihaknya, berharap, Majelis Hakim akan mengadili dengan tepat, benar, dan lurus tidak bengkok sedikitpun ," pungkas Johanes Dipa Widjaja. (Ban)