Surabaya, Newsweek - Sidang lanjutan, perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan kembali oleh PT.Cahaya Energi Sumeru Sentosa (CESS) sebagai Kreditur terhadap PT.Cahaya Fajar Kaltim (CFK) sebagai Debitur memasuki agenda mendengar keterangan Ahli Prof.Dr. Hadi Subhan yang merupakan guru besar di bidang hukum kepailitan pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Ahli tersebut, sengaja dihadirkan PT.CFK guna didengar pendapatnya, atas pengetahuan dan keilmuannya, pada Selasa (6/2/2024).
Adapun yang disampaikan oleh Ahli yakni maksud dan tujuan PKPU adalah restrukturisasi utang.
Inti yang disampaikan Ahli, adalah terhadap Debitor yang sedang dalam proses melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang telah di Homologasi tidak dapat diajukan Permohonan PKPU kembali.
Hal tersebut disampaikan Ahli, lantaran semua Kreditor terikat dengan perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi tersebut tanpa terkecuali, dan hutang atau perikatan yang terbit sebelum adanya Putusan Homologasi menjadi "diputihkan".
Apabila Kreditur merasa memiliki piutang yang baru terhadap Debitur, Ahli menerangkan Kreditur tersebut hanya bisa mengajukan Gugatan Perdata biasa.
Dalam perkara ini, tagihan PT. CESS yang dijadikan sebagai dasar Permohonan PKPU sebenarnya telah ditetapkan dibantah berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas (Hawas), sehingga menurut Ahli secara yuridis tagihan tersebut dapat dianggap tidak ada atau tidak terbukti ada, dan Penetapan Hakim Pengawas tersebut bersifat final dan mengikat.
Sehingga, tagihan yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas tersebut tidak dapat dianggap sebagai tagihan yang belum ditagihkan, terdaftar atau tidak terverifikasi dan juga tidak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan PKPU kembali terhadap Debitur.
Disamping itu, menurut Ahli, dengan adanya Penetapan Hakim Pengawas tersebut, maka tagihan yang telah ditetapkan dibantah tersebut juga tidak dapat dibuktikan secara sederhana.
Secara terpisah, Kuasa Hukum PT.CFK, yaitu, Johanes Dipa, usai sidang saat ditemui, mengatakan, dirinya beranggapan
Pemohon PKPU ini beritikad jahat dan hanya ingin mengganggu Termohon PKPU dalam rangka melaksanakan isi perjanjian perdamaian.
Lebih lanjut, anggapan diatas, berdasarkan, bahwa PT.CESS terbukti telah mengajukan Permohonan PKPU sebanyak 3 kali diikuti dengan pencabutan permohonan menjelang putusan.
Selain itu, Pemohon dengan sengaja menutup rekeningnya, pada saat Debitur hendak melaksanakan pembayaran ketiga.
Anehnya, malah sekarang mangajukan permohonan PKPU kembali dengan dasar tagihan yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan Penetapan Hawas dalam perkara PKPU No.52/Pdt.Sus-PKPU / 2023 / PN Niaga Sby.
Johanes Dipa, menambahkan, apabila Permohonan PKPU ini, dikabulkan maka ini yang disebut dengan dunia hitam Kepailitan.
Johanes Dipa, juga membeberkan, guna diketahui, bahwa Pemohon PKPU dalam perkara PKPU 52 sebelumnya telah menyetujui rencana perdamaian. Namun anehnya, kemudian malah mengajukan Kasasi dengan dasar tagihan yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan penetapan Hawas dan Mahkamah Agung (MA) telah memutus menolak permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon.
"Sekarang sepertinya, memaksakan guna mengajukan PKPU dengan dasar yang sama ," pungkas Johanes Dipa. (Ban)