Surabaya, Newsweek - Jika
ada pengesahan hakim untuk dilakukan homologasi, permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak boleh dilakukan. Pernyataan
ini diungkapkan Guru Besar Ilmu Hukum Kepailitan dan PKPU Universitas
Airlangga (Unair) Surabaya pada persidangan yang digelar Senin
(4/12/2023) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sebelum
mengungkapkan tidak boleh ada permohonan PKPU dan Pailit di pengadilan
niaga karena ada homologasi, Prof. Dr. Hadi Subhan, SH., MH., CN. pada
persidangan itu menjelaskan secara panjang lebar tentang syarat-syarat
dilakukannya peemohonan PKPU dan Pailit di pengadilan niaga.
Pada
persidangan permohonan PKPU yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru
Sentosa terhadap PT. Cahaya Fajar Kaltim di Pengadilan Niaga pada PN
Surabaya ini, PT. Cahaya Fajar Kaltim melalui kuasa hukumnya
mendatangkan Prof. Dr. Hadi Subhan, SH., MH., CN sebagai saksi ahli.
Sebagai
saksi ahli yang dihadirkan dimuka persidangan, Guru Besar Ilmu Hukum
Kepailitan Unair Surabaya ini menjelaskan banyak hal mulai dari syarat
apa saja yang harus ditempuh untuk melakukan PKPU dan Kepailitan.
Tentang
syarat-syarat PKPU khususnya berkaitan dengan pembuktian sederhana,
Prof. Dr. Hadi Subhan, SH., MH., CN berpendapat bahwa syarat PKPU itu
mutatis mutandis sama dengan syarat kepailitan.
Lebih
lanjut dipaparkan ahli, ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama,
minimal (adanya) utang, yang kedua minimal dua kreditur dan yang ketiga
adalah pembuktian sederhana. "Utang sebagaimana
syarat pertama terjadinya PKPU itu harus memenuhi tiga unsur. Yang
pertama utang itu tidak dibayar lunas," kata Hadi Subhan, Senin
(4/12/2023).
Yang kedua, lanjut ahli, utang tersebut dapat ditagih dan yang ketiga utang tersebut sudah jatuh waktu atau jatuh tempo. Untuk tidak dibayar lunas, ahli pun menjelaskan bahwa utang itu tidak ada pembayaran atau utang itu dibayar sebagian saja. "Pengertian
telah jatuh waktu, bahwa utang itu kalau berdasarkan perjanjian, utang
itu ada syarat percepatan atau syarat deforce," kata ahli.
Untuk syarat ketiga yang menyatakan dapat ditagih, ahli pun menjelaskan, dalam istilah Belanda dapat ditagih itu opeisbaar. "Opeisbaar
ini ada tiga kategori, yang pertama utang itu berasal dari perikatan
alami. Dalam KUH Perdata disebut pertaruhan perjudian atau perikatan
yang sifatnya moral," ujar ahli.
Kategori kedua, menurut penjelasan ahli, kalau utang itu sudah kadaluarsa maka utang itu tidak dapat ditagih. "Dan kategori ketiga, kalau utang itu berlawanan atau bertentangan dengan undang-undang," papar ahli.
Ahli kemudian memberi ilustrasi tentang kalau utang itu bertentangan dengan undang-undang."Jika
ada seseorang sedang pasang togel dan menang. Karena bandarnya tidak
mau bayar maka bandarnya tidak bisa dipailitkan karena utang itu tidak
bisa ditagih," kata ahli.
Ahli juga menjelaskan
tentang suatu utang yang berlawanan dengan undang-undang. Misalnya,
bahwa utang itu telah ditentukan dalam prosedur pailit atau PKPU.
Jika aturan itu menggunakan undang-undang lain maka hal itu bertentangan dengan undang-undang. Ahli dalam persidangan juga menjelaskan tentang adanya utang yang sudah dihomologasi di pengadilan niaga.
Hal
ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum kepailitan. Dan utang itu
tidak dapat ditagih karena tidak melalui jalur homologasi tetapi
menggunakan jalur perdata atau mengajukan pailit atau mengajukan PKPU
yang baru.
Satria Ardyrespati Wicaksana, salah
satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim sebagai termohon PKPU lalu bertanya
ke ahli tentang utang yang pernah diajukan dalam homologasi, namun ada
bantahan atau penolakan terhadap utang itu, akan tetapi sudah ada
penetapan. "Terhadap utang itu, apakah bisa ditagihkan kembali?," tanya Satria Ardyrespati Wicaksana kepada ahli kepailitan.
Menjawab
pertanyaan salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim ini, ahli pun
menjawab, kalau utang itu sudah diputus dalam sebuah verifikasi, maka
utang itu mengikat. Ahli pun mencontohkan, ada
seseorang mengajukan tagihan sebesar Rp. 1 miliar, namun Pengurus PKPU
mengatakan bahwa tagihan yang diajukan orang tersebut besarnya Rp. 500
juta. "Utang sebesar Rp. 500 juta yang disahkan
pengurus PKPU itu berdasarkan verifikasi hutang yang telah dilakukan
dalam rapat kreditur," tandas ahli.
Terhadap
utang yang disampaikan pengurus PKPU sebesar Rp. 500 juta, lanjut ahli,
orang yang mengajukan tagihan tersebut keberatan. "Orang
itu lalu mengajukan keberatan ke pengurus namun pengurus bersikukuh
bahwa tagihan yang diajukan orang itu nilainya hanya Rp. 500 juta.
Jumlah itu berdasarkan verifikasi yang telah dilakukan," terang ahli.
Karena
pemilik tagihan itu tetap menolak atau keberatan dengan jumlah utang
yang disampaikan pengurus PKPU, maka orang tersebut langkah terakhir
adalah menyampaikan keberatan itu langsung ke hakim pengawas.
"Hakim
pengawaslah yang akan menetapkan jumlah tagihan itu, apakah jumlahnya
tetap Rp. 500 juta sebagaimana dikatakan pengurus karena sudah melalui
verifikasi ataukah tetap Rp. 1 miliar sebagaimana jumlah utang yang
ditagihkan ke pengurus," tandasnya.
Putusan
yang telah ditetapkan majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara PKPU
ini, sambung ahli, bersifat final and binding, tidak dapat diganggu
gugat. Jika dalam kepailitan, menurut ahli, ada renvoi prosedur, dalam
PKPU putusan tersebut final.
"Berdasarkan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terbaru yang diputuskan dalam Focus
Group Discussion (FGD) di Semarang, penetapan hakim pengawas jika
terjadi perselisihan tagihan utang, tidak bisa dibuka atau diselesaikan
melalui hakim pemutus," tegas ahli.
Satria Ardyrespati Wicaksana kembali bertanya, apakah utang yang telah melalui homologasi masih tetap dapat ditagih?
Menjawab
pertanyaan kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim sebagai pihak termohon PKPU
ini, ahli pun berpendapat bahwa utang itu sudah tidak ada karena sudah
diputus atau ditetapkan hakim pengawas.
Satria Ardyrespati Wicaksana juga bertanya, bagaimana jika debitur itu dalam perkara PKPU sudah diputus dalam kondisi PKPU."Kemudian,
selanjutnya ada proses atau tahapan dilakukan pengumuman di surat kabar
atau koran atau berita negara yang berkaitan dengan adanya putusan PKPU
itu," jelas Satria Ardyrespati.
Terkait adanya
pengumuman di media massa atau koran ini, Satria Ardyrespati pun
bertanya, mengapa harus diumumkan di surat kabar? Apa maksudnya?
Menjawab pertanyaan ini, ahli pun menerangkan, dalam kepailitan mengenal dua asa. Pertama adalah Asas Erga Omnes.
Lebih
lanjut ahli menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan asas Erga Omnes
adalah bahwa putusan pailit atau PKPU itu mengikat semua orang, tidak
hanya orang yang berperkara saja."Putusan
Pailit atau PKPU berbeda dengan putusan perdata. Dalam perdata, ketika
saya menggugat anda maka putusan yang dikeluarkan majelis hakim itu
sifatnya mengikat kedua belah pihak saja, antara anda dengan saya.
Kepada pihak lain, tidak berlaku,"
Namun dalam
PKPU dan Kepailitan, lanjut ahli, jika ada seseorang mengajukan
permohonan PKPU maupun pailit, maka putusan majelis hakim yang memeriksa
dan memutus perkara PKPU atau Pailit itu, maka semua kreditur akan
terikat. Dan putusan itu disebut Asas Erga Omnes.
Ahli
melanjutkan, dalam perkara kepailitan, kreditur yang tidak mengajukan
permohonan kepailitan, ia bisa kasasi karena kreditur itu terikat dengan
putusan tersebut.Masih berkaitan dengan perkara PKPU dan Kepailitan, ahli menjelaskan bahwa diperkara ini tidak mengenal upaya hukum.
Upaya hukum bisa dilakukan jika homologasi yang dimohonkan ditolak sehingga bisa dilakukan upaya hukum.Ahli
dalam persidangan juga menerangkan, jika putusan PKPU itu berlaku Asas
Erga Omnes maka ada sebuah asas yang disebut Asas Promul Gasi.
Promulgasi
sendiri menurut ahli ada sebuah asas yang menyatakan bahwa putusan PKPU
atau Pailit itu harus diumumkan. Ini untuk menegaskan bahwa semua orang
akan terikat, oleh karena itu harus diumumkan.Lalu,
apakah putusan PKPU atau Kepailitan itu juga mengikat kreditur yang
tidak terverifikasi, tidak ikut dan tidak mengajukan tagihan?
Menjawab pertanyaan ini, ahli kembali menegaskan jika asasnya adalah Erga Omnes maka akan mengikat semua kreditur."Kalau
kreditur itu mendaftarkan tagihannya namun tagihannya itu ditolak maka
keputusannya sudah final. Tapi kalau tidak mendaftar, putusan PKPU atau
Pailit itu juga berlaku untuknya karena adanya Asas Erga Omnes
tersebut," tegas ahli.
Lalu bagaimana dengan
kreditur yang sudah terikat dengan putusan homologasi, apakah kreditur
itu bisa mengajukan PKPU kembali dengan utang-utang yang sama ?
"Jika
Kreditur itu merasa dirugikan karena Debiturnya lalai terhadap
pelaksanaan homologasi, maka yang bisa dilakukan kreditur tersebut
adalah melakukan pembatalan terhadap putusan homologasi tersebut," jawab
ahli.
Namun, sambung ahli, jika kreditur itu
tidak mendaftar atau kreditur itu mendaftar namun tidak terverifikasi,
maka kreditur tersebut tidak bisa mengajukan PKPU atau Pailit
berdasarkan daftar utang yang belum terverifikasi.
Masih
berkaitan dengan pengajuan permohonan Pailit dan PKPU, ahli menjelaskan
bahwa ia pernah melakukan penelitian regulasi Mahkamah Agung
berdasarkan hasil FGD di Semarang dan hasil FGD Surabaya. Dalam
penjelasannya, ahli dalam penelitiannya itu meneliti apakah PKPU yang
berakhir karena perdamaian, kreditur lain yang tidak terverifikasi dapat
mengajukan PKPU atau Pailit? Jawabannya tidak dapat.
Masih
menurut ahli, dalam perkembangan terbarunya menurut regulasi Mahkamah
Agung, kreditur yang tidak terverifikasi itu dapat mengajukan gugatannya
di perdata. "Syaratnya, kreditur itu
benar-benar tidak tahu sama sekali dan belum mendaftarkan utang-utangnya
maka ia bisa mengajukan gugatan perdata di pengadilan," ungkap ahli
Masih
tentang regulasi terbaru MA ini, menurut ahli, bahwa pelaksanaan
homologasi yang sedang berlangsung, tidak dapat diajukan PKPU atau
Pailit. Contoh yang diambil ahli mengenai kasus
PKPU dan Pailit PT. Garuda. Ahli menerangkan dalam perkara Garuda itu
sudah dilakukan homologasi dan sekarang prosesnya masih berjalan sampai
22 tahun. Menurut MA, homologasi yang tengah berlangsung diperkara Garuda itu tidak bisa diajukan PKPU maupun pailit."Jadi,
yang perlu diperhatikan adalah kreditur yang tidak terverifikasi atau
kreditur yang tidak mendaftar, terikat pada homologasi," kata ahli.
Kreditur
itu, lanjut ahli, dipastikan tidak boleh mengajukan permohonan PKPU
ataupun pailit terhadap debitur yang sama, karena dapat mengacaukan
homologasi yang ada. Oleh karena itu, masih
menurut penjelasan ahli, MA sendiri mempunyai ketentuan bahwa yang sudah
terhomologasi tidak bisa diajukan pailit maupun PKPU, baik oleh
kreditur yang terverifikasi maupun kreditur yang tidak terverifikasi. Untuk adanya utang yang baru, berdasarkan keputusan yang diambil MA, bisa ditempuh kreditur melalui gugatan perdata.
Ketentuan
tidak diperbolehkannya kreditur mengajukan gugatan PKPU maupun pailit
ketika sudah tercapai homologasi ini menurut ahli juga dibicarakan MA di
forum FGD yang berlangsung di Semarang dan Surabaya. Hal
tersebut dilakukan demi adanya kepastian hukum. Apalagi terhadap
utangnya ditolak verifikasi maupun daftar utang yang diajukan tidak
terverifikasi.
Ahli kembali menyebutkan, aturan
tentang homologasi diatur dalam pasal 286 Undang-Undang nomor 37 tahun
2004 tentang Kepailitan yang menyatakan bahwa perdamaian itu mengikat
semua kreditur kecuali kreditur separatis yang tidak setuju karena
kreditur separatis ini akan mendapatkan kompensasi.
Beryl
Cholif Arrachman, salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim kemudian
memberikan ilustrasi tentang adanya suatu tagihan yang sudah
terverifikasi dan oleh pengurus tagihan utang yang telah terverifikasi
itu dinyatakan sebagai utang yang sebenarnya.
Dalam
ilustrasinya, Beryl Cholif Arrachman juga menceritakan adanya sejumlah
uang yang dimasukkan dalam tagihan itu tadi, namun dibantah atau tidak
diakui sebagai utang. Pertanyaan Beryl Cholif
Arrachman kepada ahli, apakah tagihan yang telah ada ketetapan dibantah
serta ada homologasinya, dapat dinyatakan sebagai tagihan yang tidak
terverifikasi?
Secara tegas, menjawab
pertanyaan salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim itu, ahli menjawab
benar. Alasannya menurut ahli, jumlah tagihan utang yang sudah ada
ketetapannya itu sudah final karena ada keputusan dari hakim pengawas
terhadap segala penyelesaian tagihan PKPU yang tidak dapat dilakukan
upaya hukum.
Kalaupun ada sejumlah uang yang
diajukan sebagai tagihan utang dan dibantah atau tidak diakui sebagai
tagihan utang, maka selisih jumlah uang yang dimasukkan dalam tagihan
utang tersebut tidak boleh dipakai untuk mengajukan permohonan PKPU
maupun Pailit.
Beryl Cholif Arrachman kembali
bertanya, bagaimana jika ada sebuah perusahaan yang telah menyetujui
adanya proposal perdamaian yang diajukan. Dalam
voting, perusahaan ini juga menyetujui adanya proposal perdamaian.
Namun ternyata, perusahaan ini tiba-tiba mengajukan upaya hukum kasasi
terhadap putusan homologasi.
Yang menjadi
pertanyaan adalah apakah perusahaan yang awalnya menyetujui adanya
proposal perdamaian lalu perusahaan itu mengajukan kasasi, apakah
perusahaan ini dapat dikatakan beritikad baik atau dapat dibenarkan
tindakannya?
Dalam penjelasannya, dosen
Fakultas Hukum Unair yang mengajar mata kuliah Hukum Kepailitan dan
Hukum Perburuhan untuk mahasiswa S1, S2, dan/atau S3 Universitas
Airlangga sejak 2004 ini juga mengatakan, bahwa pihak yang tidak setuju
dengan adanya homologasi akan melakukan upaya hukum Kasasi. Kemudian,
dalam perkembangannya MA menyatakan bahwa upaya kasasi yang dimohonkan
itu tidak dapat diterima, maka putusan homologasi yang sudah ditetapkan
sebelumnya, sifatnya mengikat.
Ahli kembali menegaskan bahwa putusan homologasi itu memutihkan semua perikatan debitur sebelum homologasi. "Kalau
sudah ada putusan homologasi, maka seluruh perikatan yang terjadi
sebelum homologasi, harus tunduk kepada homologasi," urai ahli.
Dan
dalam SEMA terbaru, menurut penjelasan ahli, juga secara jelas
dinyatakan bahwa tidak dapat mengajukan permohonan PKPU maupun pailit.
Jika ada pihak yang merasa dirugikan, bisa ditempuh melalui gugatan
perdata.
Gugatan perdata itu menurut ahli
memang sengaja diberikan untuk memberi ruang kepada para pihak yang
tidak puas dengan adanya homologasi dengan catatan pihak yang hendak
mengajukan gugatan perdata ini benar-benar tidak tahu terhadap adanya
pengumuman yang dipaparkan dalam surat kabar maupun koran dan berita
negara lainnya. Perlakuan ini akan sangat
berbeda dengan pihak atau kreditur yang sudah mendaftarkan tagihan namun
ditolak saat verifikasi, tidak diperbolehkan untuk mengajukan gugatan
perdata dipengadilan.
Dalam persidangan ini,
ahli juga diminta untuk menjelaskan tentang asas nebis in idem dalam
kaitannya dengan PKPU dan kepailitan. Menjawab
pertanyaan salah satu kuasa PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa sebagai
pihak pemohon PKPU ini, ahli menjelaskan bahwa dalam permohonan PKPU
maupun Pailit tidak mengenal asas nebis in idem.
Lebih
lanjut ahli mengatakan, mengapa dalam PKPU maupun kepailitan tidak
mengenal nebis in idem? Karena, menurut ahli, permohonan itu dianggap
sebagai pemenuhan syarat. "Walaupun PKPU maupun
Kepailitan tidak menganut asas nebis in idem, namun hakim terikat
dengan sebuah asas yaitu similiar similitus," papar ahli.
Perkara
yang sama, sambung ahli, harus menghasilkan putusan yang sama. Asas
nebis in idem tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatur yang sudah
definitif didalam UU Kepailitan. Ahli juga diminta untuk menjelaskan status hukum terhadap seorang debitur setelah adanya putusan homologasi.
Dalam penjelasannya, ahli mengatakan bahwa PKPU ini bisa berakhir jika salah satunya ada putusan homologasi. Karena sudah dinyatakan berakhir maka debitur ini kembali ke status entitas yang sempurna sebagai subyek hukum.
Tanpa didampingi pengurus PKPU, debitur itu bisa melaksanakan segala kegiatan seperti sebelum adanya permohonan PKPU. Dan perikatan yang terjadi sebelum adanya homologasi, langsung diputihkan dengan adanya putusan homologasi.
Menanggapi
adanya permohonan PKPU yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa,
Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A, salah satu kuasa PT.
Cahaya Fajar Kaltim mengatakan bahwa permohonan PKPU yang diajukan PT.
Cahaya Energi Semeru Sentosa untuk PT. Cahaya Fajar Kaltim ini terkesan
mencari-cari dengan tujuan atau itikad yang tidak baik.
Itikad
tidak baik itu lanjut Johanes Dipa, terlihat dari adanya permohonan
PKPU dan juga pengajuan Kasasi. Namun, pada persidangan ini, PT. Cahaya
Energi Semeru Sentosa secara tiba-tiba mencabut kasasi yang sudah mereka
mohonkan ke MA."PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa ini saat pengajuan proposal perdamaian, sudah menyetujui adanya perdamaian," tandasnya.
Sehingga,
lanjut Johanes Dipa Widjaja, upaya tidak baik dan terkesan mencari-cari
ini, tidak seharusnya dilakukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa. Johanes
Dipa juga mengatakan, dengan dihadirkannya Prof. Dr. Hadi Subhan, SH.,
MH., CN dipersidangan, akan memberi wawasan, khususnya kepada majelis
hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, apakah permohonan PKPU
yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa ini sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku atau malah bertentangan dengan ketentuan yang
sudah diatur MA berdasarkan FGD yang dilaksanakan di Semarang dan
Surabaya.
"Sebagaimana disampaikan Guru Besar
Ilmu Kepailitan dan PKPU Unair, Prof. Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN
dimuka persidangan bahwa putusan homologasi itu sifatnya Erga Omnes,
bukan hanya berlaku kepada kreditur yang mendaftarkan tagihan, tapi juga
berlaku bagi seluruh kreditur," ungkap Johanes Dipa Widjaja.
Dan
putusan homologasi itu, lanjut Johanes Dipa, juga bertujuan untuk
memutihkan semua perikatan yang terjadi sebelum adanya homologasi."Artinya
semua perikatan itu haruslah tunduk kepada ketentuan yang sudah ada
didalam perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi," ujar Johanes
Dipa.
Johanes Dipa melanjutkan, PT. Cahaya
Energi Semeru Sentosa adalah sebagai kreditur pada saat proses PKPU yang
dimohonkan PT. Graha Benua Etam untuk PT. Cahaya Fajar Kaltim."Sebagai
kreditur, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa ikut dalam pendaftaran
tagihan. Anehnya, saat ini PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa malah
mengajukan permohonan PKPU," kata Johanes Dipa Widjaja penuh tanya.
Alasan
PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa mengajukan permohonan PKPU terhadap
PT. Cahaya Fajar Kaltim ini menurut Johanes Dipa Widjaja, karena saat
terjadi permohonan PKPU yang diajukan PT. Graha Benua Etam untuk PT.
Cahaya Fajar Kaltim, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa yang posisinya
sebagai kreditur, mengajukan tagihan utang yang nilainya Rp. 91 miliar.
Dalam
tagihan yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa itu, ada yang
dibantah dan ada pula yang diakui PT. Cahaya Fajar Kaltim."Yang
diakui PT. Cahaya Fajar Kaltim atas utang yang diajukan PT. Cahaya
Energi Semeru Sentosa, nilainya Rp. 60 miliar. Untuk utang yang dibantah
PT. Cahaya Fajar Kaltim nilainya sekitar Rp. 29 miliar lebih," papar
Johanes Dipa Widjaja.
Karena ada utang yang
dibantah PT. Cahaya Fajar Kaltim, lanjut Johanes Dipa Widjaja, PT.
Cahaya Energi Semeru Sentosa mengajukan upaya hukum Kasasi sebagai
bentuk ketidakpuasannya terhadap putusan pengesahan perdamaian.
"Anehnya,
adanya tagihan yang dibantah atau tidak diakui PT. Cahaya Fajar Kaltim
ini malah dipakai PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa sebagai dasar gugatan
untuk mengajukan gugatan perdata di PN Surabaya," tandasnya.
Johanes
Dipa Widjaja kembali menjelaskan, karena sudah ada putusan dari hakim
pengawas berkaitan dengan adanya selisih utang yang diajukan PT. Cahaya
Energi Semeru Sentosa dari Rp. 91 miliar menjadi Rp. 60 miliar dan ada
selisih sekitar 29 miliar yang tidak diakui atau dibantah PT. Cahaya
Fajar Kaltim, maka berkaitan dengan sengketa perselisihan perbedaan
penghitungan utang ini seharusnya sudah dianggap selesai dan tidak boleh
dipakai sebagai dasar untuk mengajukan permohonan PKPU.
Diakhir
penjelasannya, Johanes Dipa menyatakan bahwa MA sendiri mempunyai
ketetapan terbaru yang diambil dari hasil pelaksanaan FGD baik di
Semarang maupun di Surabaya, dimana berdasarkan FGD itu, MA menyatakan
terhadap debitur yang telah ada putusan homologasi, tidak bisa diajukan
permohonan PKPU lagi. (Ban)