SURABAYA
- Dua tersangka kasus dugaan korupsi kredit macet Bank Jatim mengembalikan
uang kerugian negara sebesar Rp 7,5 miliar ke penyidik pidana khusus Kejaksaan
Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Uang itu merupakan uang kerugian negara dalam
kasus korupsi yang menimpa bank plat merah tersebut.
Aji Kalbu Pribadi, Kepala
Kejari Tanjung Perak mengatakan, dua tersangka yakni HK, Komisaris PT Semesta
Eltrindo Pura dan BK, Direktur Utama PT Semesta Eltrindo Pura telah
mengembalikan kerugian negara Rp 7,5 miliar. “Penyerahan kerugian negara itu
dilakukan kedua tersangka melalui kuasa hukumnya,” ujarnya, Kamis (2/11/2023).
Meski telah mengembalikan
kerugian negara, Aji menegaskan bahwa kasus tersebut akan tetap berlanjut ke
persidangan. “Proses hukum terhadap kedua tersangka tetap berjalan.
Pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidana yang dilakukan
kedua tersangka,” tegasnya.
Aji mengungkapkan, kasus
korupsi kredit macet Bank Jatim ini tak lama lagi memasuki tahap persidangan di
Pengadilan Tipikor Surabaya. “Berkas perkara telah kami limpahkan ke pengadilan
tipikor. Kami saat ini menunggu penetapan jadwal sidang, beber mantan Kepala
Kejari Karangasem, Bali ini.
Seperti diberitakan
sebelumnya, penyidik pidana khusus Kejari Tanjung Perak menetapkan HK dan BK
sebagai tersangka kasus korupsi kredit macet Bank Jatim. HK dan BK ditetapkan
sebagai tersangka atas kasus korupsi pemberian kredit dari Bank Jatim kepada PT
Semesta Eltrido Pura.
Kasus ini berawal saat PT
Semesta Eltrindo Pura mendapatkan proyek pekerjaan pengadaan panel listrik di
Kalimantan Barat dari PT Wijaya Karya (WIKA) pada 2011. Kemudian pada 2012, PT
Semesta Eltrindro Pura mengajukan permohonan kredit modal kerja ke Bank Jatim.
Atas pengajuan kredit tersebut, Bank Jatim memberikan kredit sebesar Rp 20 miliar
dengan jangka waktu 10 bulan.
Setelah proyek selesai dan
PT WIKA telah melakukan pembayaran atas proyek pekerjaan tersebut, namun
ternyata PT Semesta Eltrindo Pura tidak melakukan pembayaran kreditnya kepada
Bank Jatim. Akibat tidak melakukan pelunasan kredit, hal itu menimbulkan
kerugian keuangan negara Rp 7,5 miliar.
Atas perbuatanya, HK dan BK dijerat pasal 2 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor subsider pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor. (Ban)