Surabaya, Newsweek - Dugaan
tindak pidana perbankan yang dilakukan terdakwa Fanty Liliastutie dan
Andi Saputra, akhirnya diungkap saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) di persidangan. Pada persidangan
yang digelar Kamis, (23/11/2023), Jaksa Sri Rahayu dan Jaksa Novita
Maharani, SH, jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa
Timur, menghadirkan tujuh orang saksi.
Tujuh saksi yang dihadirkan penuntut umum itu, Munahar Kepala
Sekolah SD Muhamadiyah 6 Surabaya, Indira Widiastuti yang menjabat
sebagai Bendahara SD Muhammadiyah 6 Surabaya, Laili Rani, Spd yang
menjabat sebagai Kepala Sekolah SD Muhamadiyah IV Surabaya, Putri
Nasiroh
Kepala Bendahara SMP Muhamadiyah, Erlina Wulandari, Spd Kepala Sekolah SMA Muhamadiyah 3 Surabaya, Meilani Kepala Bendahara SMA Muhamadiyah 3 Surabaya dan Taskiyatyul Lailiyah.
Secara
bergantian, tujuh saksi dari Muhammadiyah itu menerangkan bagaimana
dugaan tindak kejahatan perbankan yang telah dilakukan terdakwa Fanty
Liliastutie dan terdakwa Andi Saputra. Adalah Munahar dan Indira Widiastuti adalah yang pertama dimintai keterangan dimuka persidangan.
Pada
persidangan yang digelar di Kartika 1 ini, Kepala Sekolah SD
Muhammadiyah 6 Surabaya dan Bendahara SD Muhammadiyah 6 Surabaya ini
menjelaskan banyak hal, termasuk awal mula Bank Syariah Indonesia (BSI)
menjalin kerjasama dengan SD Muhammadiyah 6 Surabaya.
Kepala
Sekolah dan bendahara SD Muhammadiyah 6 Surabaya ini secara bergantian
juga menjelaskan keuntungan apa saja yang diperolah SD Muhammadiyah 6
Surabaya ketika menjadi nasabah prioritas BSI.
Diawal kesaksiannya, Munahar mengatakan bahwa ia diangkat sebagai Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 6 Surabaya sejak 2017. "Pada
saat itu, SD Muhammadiyah 6 sudah menjadi nasabah prioritas BSI. Segala
urusan perbankan SD Muhammadiyah 6, selalu dilayani terdakwa Fanty
Liliastutie," terang Munahar.
Urusan perbankan
yang ditangani terdakwa Fanty Liliastutie, lanjut Munahar, seperti
penarikan uang dan penyetoran uang dari kas SD Muhammadiyah 6. Saksi
Munahar dalam kesaksiannya juga menjelaskan, dugaan kejahatan perbankan
yang dilakukan terdakwa Fanty Liliastutie terjadi ketika bendahara
pimpinan cabang Muhammadiyah Surabaya hendak mencairkan cek yang
dikeluarkan SD Muhammadiyah 6 Surabaya.
Lebih
lanjut saksi Munahar mengatakan, bahwa SD Muhammadiyah 6 dan Lembaga
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Surabaya,
termasuk Lembaga Dikdasmen Muhammadiyah Wonokromo Surabaya diwajibkan
memberikan sumbangan ke pimpinan cabang Muhammadiyah Surabaya."Sumbangan dari SD Muhammadiyah 6 Surabaya, dibayarkan menggunakan cek yang besarnya Rp. 50 juta," ungkap Munahar.
Uang
sumbangan yang berasal dari infaq siswa dan para guru tersebut, sambung
Munahar, diberikan dalam bentuk cek, dan dikirimkan pegawai SD
Muhammadiyah 6 ke bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah."Namun,
saat bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah hendak mencairkan uang
infaq dalam bentuk cek tersebut ke BSI cabang Mulyosari Surabaya, cek
itu tidak bisa dicairkan," kata Munahar.
Munahar
kembali menjelaskan, saat hal tersebut diberitahukan ke terdakwa Fenty
Liliastutie, terdakwa Fenty Liliastutie tidak memberikan penjelasan
apapun."Terdakwa hanya menyarankan supaya
proses pencairan tersebut dilakukan di BSI kantor cabang pembantu
Diponegoro Surabaya," ujar Munahar.
Dalam
persidangan, saksi Munahar juga bercerita bahwa berdasarkan keterangan
bendahara pimpinan cabang Muhammadiyah Surabaya saat hendak mencairkan
cek di BSI Mulyosari, bahwa dana yang ada di rekening BSI Mulyosari
hanya Rp. 15 juta, sehingga dana tidak mencukupi untuk mencairkan cek
sebesar Rp. 50 juta.
Indira Widiastuti didalam
persidangan menambahkan, selama menjadi nasabah prioritas BSI dan
dilayani terdakwa Fenty Liliastutie, SD Muhammadiyah 6 Surabaya tidak
pernah mendapatkan validasi, baik setelah menyetorkan uang-uang yang
dikumpulkan pihak sekolah maupun masalah penarikan uang yang akan
dilakukan SD Muhammadiyah 6 Surabaya.
Dugaan
kejahatan perbankan lain yang dilakukan terdakwa Fenty Liliastutie
adalah saat SD Muhammadiyah 6 Surabaya hendak menarik uang di BSI untuk
membayar gaji para karyawan dan guru. Kembali,
pihak sekolah tidak bisa menarik uangnya. Dari ketika hal itu ditanyakan
ke terdakwa Fanty Liliastutie, terdakwa menjawab bahwa sedang ada
kerusakan sistem jaringan di BSI.
Hal lain yang
menjadi kecurigaan pihak sekolah adalah tentang rekening koran. Saksi
Indira menjelaskan bahwa ketika ada sesuatu yang mencurigakan, pihak
sekolah kemudian meminta laporan rekening koran langsung ke kantor BSI.
Berdasarkan
rekening koran yang diterima pihak sekolah dan dibandingkan dengan
rekening koran yang diberikan terdakwa Fanty, ada selisih. Didalam
persidangan, saksi Munahar secara tegas menceritakan, bahwa akibat
perbuatan terdakwa Fanty, SD Muhammadiyah 6 mengalami kerugian Rp. 1,7
miliar
Untuk diketahui, terdakwa Fanty
Liliastutie bersama-sama terdakwa Andi Saputra didakwa dengan sengaja
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau
dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan
transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS, menghilangkan atau
tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam
pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha,
dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS
dan/atau mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi
atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS, atau dengan sengaja
mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak
catatan pembukuan tersebut.
Berdasarkan surat
dakwaan penuntut umum, perbuatan yang dilakukan terdakwa Fanty
Liliastutie dan terdakwa Andi Saputra ini dilakukan pada periode Oktober
2020 sampai dengan Oktober 2022 bertempat di Kantor Bank BSI KCP
Surabaya Diponegoro 2 Jl. Diponegoro No. 16 Surabaya.
Atas
tindakannya itu, penuntut umum mendakwa Fanty Liliastutie dan Andi
Saputra dengan pasal 63 ayat (1) huruf (a), (b) dan (c) Undang Undang
No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah jo pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP. (Ban)