YOGYAKARTA – Ancaman dan rongrongan terhadap ideologi negara Pancasila akan terus ada di era media sosial ini. Banyak konten yang dapat ditemukan di media sosial nyata-nyata mengancam eksistensi Pancasila.
"Kita jangan nyantai-nyantai saja seolah Pancasila, NKRI dapat terus eksis. Beragam rongrongan akan terus ada apalagi di era media sosial. Banyak konten yang media sosial nyata-nyata mengancam eksistensi Pancasila,” kata Allisa Wahid, Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid dalam workshop bertajuk Pembudayaan Pancasila Melalui Aksi Nyata Revolusi Mental di Media Sosial yang diselenggarakan di Hotel KJ Yogyakarta, Jumat, (21 Juli 2023).
Allisa Wahid yang juga Tim Ahli Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental menyoroti tentang pentingnya terus merawat ideologi dan nilai-nilai Pancasila di tengah globalisasi.
Generasi muda harus menyadari potensi Indonesia saat memasuki bonus demografi. Potensi ini harus dapat dikelola dengan baik agar Indonesia menjadi negara maju. Bukan sebaliknya malah menjadi petaka demografi sehingga merugikan produktifitas bangsa.
"Generasi muda harus turut memastikan bonus demografi yang berkualitas. Oleh karenanya generasi muda wajib menguatkan penyadaran nilai-nilai etos kerja gotong royong dan integritas sejak dini sebagai modal dalam peran aktif membangun negeri", tambahnya.
Sementara itu, Dr Maman Wijaya, Asisten Deputi Bidang Revolusi Mental Kemenko PMK mengatakan, saat ini setidaknya ada dua, yaitu ideologi transnasional (kiri) dan ideologi subnasional (kanan). Semuanya nyata di kehidupan sehari-hari apalagi medsos, “ jelas
"Ini zamannya medsos, kita ingin membudayakan Pancasila. Oleh karena itu, kita harus tahu apa musuh dan mengapa kita perlu membudayakan Pancasila,” katanya.
Pancasila, kata Maman, menjadi ideologi tengahan yang digali founding father bangsa Indonesia, Ir Sukarno. Pancasila ditawarkan untuk dapat menggeser paham yang ekstrim kiri dan kanan bahkan primordial ke titik tengah. Sehingga hal-hal yang terlalu ekstrim mendapat titik temu dan menguatkan keberagaman Indonesia.
Danny Ardianto dari Google Indonesia menguatkan penjelasan Maman Wijaya tentang kekhawatiran lunturnya nilai Pancasila akibat kuat dan mudahnya informasi melalui media sosial.
"Google Indonesia (Youtube) terus berpartisipasi dalam berbagai diskursus mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia. Kami mencoba menghadirkan perspektif lain di ruang digital untuk menguatkan pembudayaan Pancasila,” tegas Danny.
Langkah yang dilakukan Youtube Indonesia dalam rangka ikut menjaga nilai-nilai ke-Indonesian yakni dengan melakukan langkah-langkah mitigasi dengan menyeimbangkan kebebasan dan tanggung jawab.
“Akan dilakukan sensor dengan menghapus konten yang melanggar pedoman. Namun juga memberikan reward bagi konten yang bernilai tinggi sesuai standar. Serta mengurangi penyebaran misinformasi yang berbahaya dan konten beresiko,” imbuh Danny
Sedang Mahendra Duta, seorang konten kreator asal Yogyakarta membeberkan beragam hal yang ada di media sosial. Mulai curhatan pribadi yang sifatnya privat namun diungkap di ruang publik melalui media sosial hingga konten positif.
"Saya juga pernah mengalami periode "kegelapan" itu (membuat konten tidak penting atau privat dan diunggah ke ruang publik). Sekarang sudah sadar dan konten seperti itu ndak bermanfaat. Saya menyadari ternyata ngonten-pun harus membawa prinsip-prinsip luhur (positif).
Dikatakan, revolusi mental yang membawa 3 nilai : integrita, etos kerja, gotong royong dengan menggali kearifan lokal sebenarnya dapat membuat generasi muda menjadi konten kreator yang terkenal,” pungkasnya.(hpo)