PALEMBANG — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, pemuda yang termasuk dalam fase produktif menjadi kunci untuk memaksimalkan bonus demografi pada segala bidang kehidupan. Untuk itu perlu dibekali dengan peningkatan kualitas kompetensi yang tinggi termasuk kemampuan berbahasa inggris dan penguasaan IT.
Muhadjir mengatakan hal itu saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi "Afternoon Coffee ke-6" pada rangkaian agenda Kompas Collaboration Forum - City Leaders Community Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia). Acara ini diikuti oleh 47 wali kota se-Indonesia, pada Rabu (7/6) di Hotel Santika Premier Palembang, Sumatera Selatan.
Berdasar data Susenas Tahun 2022 menunjukan bahwa persentase pemuda di perkotaan lebih besar daripada di pedesaan (57,40% berbanding 42,60%). Artinya pemuda yang tinggal di area perkotaan memiliki peran penting dalam ikut mengembangkan potensi wilayah yang ada.
Akses terhadap segala lini yang relatif lebih mudah, menurut dia, menjadikan generasi muda kota memiliki potensi untuk berkembang lebih besar, baik dalam memajukkan wilayahnya maupun mengeksplorasi kemampuannya sendiri lebih jauh. Suksesi peran pemuda kota ini harus dilihat sebagai peluang untuk dapat dikembangkan.
Pemuda yang termasuk dalam fase produktif menjadi kunci untuk memaksimalkan bonus demografi pada segala bidang kehidupan. Bonus demografi yang dimaksud adalah masa ketika penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia.
“Pada fase usia produktif ini, manusia memasuki dunia kerja, sehingga perlu dibekali dengan peningkatan kualitas kompetensi yang tinggi termasuk kemampuan berbahasa inggris dan penguasaan IT,” katanya.
Pemerintah kota juga perlu untuk mendorong berbagai intervensi ketika generasi kita sudah beranjak remaja. Yakni, mencegah perkawinan anak di daerahnya. Menurutnya, mereka yang melakukan pernikahan dini akan terampas perjalanan hidupnya.
Sehingga, perlu adanya sinergi dan kolaborasi bersama mencegah perkawinan anak dengan melibatkan semua pihak termasuk tokoh agama dan masyarakat, sehingga ketika masuk pada fase usia produktif, mereka dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. (Hpo)