Surabaya - Newsweek - Kegigihan Agus Junaidi memperjuangankan
nasib anaknya yang terjerat kasus narkoba hilang sudah. Pria yang
sehari-hari bekerja sebagai kuli batu ini tak bisa lagi mengajukan upaya
hukum atas kasus yang menjerat anaknya. Penyebabnya, Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya tidak mengirimkan relaas pemberitahuan putusan tingkat
banding ke kuasa hukum anaknya.
Agus mendatangi PN
Surabaya di Jalan Arjuna, Surabaya bersama Hariyanto, kuasa hukum
anaknya. Tatapan kosong sembari menyedot sebatang rokok yang terselip di
jarinya memperlihatkan kegundahan hati Agus. Agus tampak bingung harus
berbuat apa, setelah mendapati kenyataan hukuman 5 tahun penjara
terhadap anaknya yakni Sandi Prahasta Putra tidak bisa lagi diajukan
upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Kepada
wartawan, Agus mengaku telah menyerahkan kasus yang menimpa anaknya ke
advokat Hariyanto. “Mau bagaimana pun, yang namanya anak akan tetap saya
perjuangkan. Masio kulo tiang mboten gadah, yo tak golek-golekno mas
(meski saya orang tidak punya, tapi ya akan saya perjuangkan mas),”
katanya.
Sikap kesal Agus makin memuncak,
setelah dirinya menemui Slamet Sutono, Panitera Muda (Panmud) Pidana
Umum PN Surabaya untuk mendapatkan kejelasan mengapa relaas putusan
banding tidak dikirimkan juga ke Hariyanto selaku kuasa hukum. Menurut
Agus, Slamet Sutono enggan memberikan penjelasan dan justru
mempersilahkan mengadukannya ke MA. “Panmud bilang, kalau bapak tidak
terima, silahkan mengadu ke Mahkamah Agung,” kata Agus menirukan
perkataan Slamet Sutono.
Agus hanya
menginginkan adanya penjelasan atas kasus anak kesayangannya kepada
Slamet Sutono. Jika memang ada kelalaian, kata Agus, dia tidak akan
mempermasalahkan. “Namanya manusia ya pasti tidak lepas dari kesalahan.
Jika memang ada kelalaian ya akui saja dan minta maaf,” terang Agus.
Sementara
itu, Hariyanto mengaku saat bertemu, Slamet Sutono selalu berdalih
bahwa acuannya adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung). “Kalau memang
acuannya SEMA, lantas apa fungsinya surat kuasa hukum,” katanya.
Hariyanto
mengungkapkan, di hadapan orang tua terdakwa, Slamet Sutono justru
menyalahkan mengapa relaas tersebut ditandatangani. “Terdakwa (Sandi)
ini awam dengan hukum, disuruh tanda tangan pasti nurut saja. Dan kenapa
relaas tidak dikirimkan juga ke saya sebagai kuasa hukum. Sehingga
terdakwa rugi karena untuk melakukan upaya hukum kasasi sudah lewat,”
kata Hariyanto.
Dengan persetujuan Agus,
Hariyanto berencana akan menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
“Kami akan menempuh upaya hukum PK, dengan novum kesalahan dalam relaas
yang tidak mencamtumkan saya sebagai kuasa hukum terdakwa,” tegas
Hariyanto.
Menurutnya, secara logika jika dalam
salinan putusan banding disebutkan nama kuasa hukum, maka seharusnya
relaas pemberitahuan juga dikirimkan ke kuasa hukum. “Tapi di perkara
ini, relaas hanya dikirim ke terdakwa. Tidak ada tembusan relaas ke
saya,” kata Hariyanto.
Terpisah, humas PN
Surabaya AA Agung Gede Pranata mengatakan, suatu perkara yang diwakili
oleh kuasa hukumnya, seharusnya nama kuasa hukumnya juga dicantumkan di
relaas. “Tapi kita lihat juga surat kuasanya sampai sejauh mana kuasa
hukumnya mendampingi, apakah tingkat PN saja atau banding,” katanya.
Untuk
diketahui, Sandi Prahasta Putra merupakan terdakwa narkotika jenis sabu
dengan berat netto 0,057 gram. Saat diadili di PN Surabaya, Sandi
divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 1,4 miliar subsider 2 bulan
kurungan. Atas putusan PN Surabaya, Sandi melalui kuasa hukumnya
Hariyanto melakukan upaya hukum banding. Dalam putusan banding, majelis
hakim tinggi menjatuhkan vonis menguatkan putusan PN Surabaya.
Namun
niat upaya hukum kasasi Sandi terhenti, saat pemberitahuan relaas
putusan banding tidak dikirim ke Hariyanto selaku kuasa hukum. Relaas
hanya dikirim ke Sandi yang mendekam di Rutan Klas I Surabaya di
Medaeng, Sidoarjo. Akibatnya, Sandi tidak bisa melakukan upaya hukum
kasasi ke MA dan perkaranya dinyatakan inkracht alias berkekuatan hukum
tetap. (Ban)