Surabaya-Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, menyatakan telah memecat oknum petugas shelter UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB), Jumat (3/3/2023). Keputusan Wali Kota Eri Cahyadi itu, menuai respon positif dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur.
Ketua Bidang Divisi Data dan Informasi Serta Litbang LPA Jatim, Isa Anshori mengapresiasi langkah tegas Wali Kota Eri Cahyadi. Isa mengatakan, Wali Kota Eri telah melakukan upaya perbaikan pelayanan terhadap anak di Surabaya. “Dengan begitu, Surabaya menjadi kota yang berkomitmen terhadap perlindungan anak,” kata Isa, Sabtu (4/3/2023).
Isa turut mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota (Pemkot) telah berupaya mempertahankan Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Di samping itu, Surabaya juga bagian dari komunitas global yang ramah terhadap anak atau The Child Friendly Cities Initiative (CFCI).
"Semoga saja ke depan segala sesuatunya akan menjadi lebih baik, dan tentu kolaborasi semua pihak menjadi sangat penting untuk kebaikan untuk anak-anak di Surabaya", ucap Isa.
Sementara itu Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kota Surabaya, M. Fikser menyampaikan, dari hasil pemeriksaan pada (3/3/2022) lalu, ditemukan tiga oknum petugas yang melakukan tindakan di luar kewenangan dan bertugas tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Ketiga oknum penjaga shelter tersebut diberhentikan sebagai tenaga kontrak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas tindakan ketiga oknum itu, pemkot mengambil sikap melaporkan ke pihak berwajib,” kata Fikser.
Fikser menyampaikan, seiring berjalannya proses hukum lebih lanjut, pemkot akan melakukan perbaikan dan evaluasi terkait rumah aman (shelter). Poin penting yang dilakukan sebagai evaluasi diantaranya, terkait SOP penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di shelter.
Poin kedua, pemkot mewajibkan tes psikotes dan training khusus untuk penanganan anak sesuai dengan konvensi hak anak, terhadap petugas shelter. Sedangkan yang terakhir, penanggung jawab shelter diharuskan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemkot dan berkantor di shelter.
“Kami berharap ke depannya tidak lagi terjadi hal serupa, dan kami terus melakukan perbaikan untuk menjamin penanganan ABH di Kota Surabaya,” pungkasnya. (Ham)