Surabaya - Konten sosial media milik Wakil Walikota Surabaya, Armuji menyulut gejolak dan protes warga. Hingga warga yang menamakan KOMPI Jawa Timur menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota Surabaya pada Kamis (17/11/2022) kemarin .
Mereka menuntut agar sidak yang dilakukan Wawali Armuji segera dihentikan. Alasannya, sidak itu terkesan panjat sosial (pansos) demi konten di media sosial (medsos).
Menurut pandangan Dosen Prodi Hukum FISH Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Tamsil, jika protes yang warga terhadap konten Wawali itu, mungkin di anggap sebagai tindakan kurang etis. Protes warga ini masuk dalam kategori moralitas.
"Ini sebenarnya (protes warga) lebih ketidakpantasan atau ketidakpatutan yang dilakukan seorang Wawali. Itu kan lebih ke wilayah moral, wilayah etika," kata Tamsil saat dihubungi Jumat (18/11/2022).
Timbulnya protes warga, lanjut dia, karena mungkin juga mereka merasa pembangunan infrastruktur di kampungnya dipermalukan dengan adanya konten Wawali. Alasannya, sambung Tamsil, warga memandang jika memastikan kelancaran pembangunan infrastruktur sudah menjadi tugas pemimpin kota, dalam hal ini Wawali Surabaya.
"Warga merasa pejabat (Wawali) ini (sidak proyek) sudah menjadi tugas dia (wakil wali kota). Warga merasa bolehlah seperti itu (diunggah sosial media), tapi jangan terlalu digembar-gemborkan," ujarnya.
Lebih lagi, Tamsil menambahkan, warga mungkin juga merasa konten itu tidak pantas atau kurang etis, apabila diunggah ke platform TikTok. Mengingat sidak Wawali itu, masih berkaitan dengan urusan pemerintahan.
Di sisi lain, dia menduga, media sosial yang digunakan Wawali untuk konten tanpa ada penjelasan. Artinya, sidak yang dilakukan itu mewakili pribadi atau representasi sebagai Wakil Walikota Surabaya. "Jadi, dia (Wakil Walikota, red) dalam hal ini mengalami sanksi moral," jelas pakar hukum tersebut.
Jika dilihat lebih jauh dari segi perspektif hukum, Tamsil menilai bahwa konten yang mendapat protes warga ini, bisa juga di seret ke ranah pidana. Apabila pihak-pihak (pekerja kontraktor atau warga) yang terrekam dalam video konten itu merasa di permalukan dan melaporkannya.
"Menurut saya kalau kontraktornya merasa dipermalukan, atau kalau ada pihak di dalam konten merasa dipermalukan, silahkan (lapor) kalau menurut saya," paparnya.
Hal tersebut, diatur dalam Pasal 45 UU ITE ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.(Ham)