JAKARTA - Puluhan pegawai pemasaran perusahaan asuransi menggugat PT FWD Insurance Indonesia terkait perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja.
Gugatan yang dilayangkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial tersebut, telah disidangkan pertama kali di ruang sidang Kusuma Admadja Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 14 September 2022.
Dalam sidang pertama kali ini, pihak perwakilan tergugat dari PT FWD Insurance Indonesia tidak hadir.
"Sidang pertama, pihak tergugat (PT FWD Insurance Indonesia) tidak datang. Selanjutnya masih diberi kesempatan sampai minggu depan untuk hadir," ucap kuasa hukum penggugat, Ir, Heroe M. Soewarno, SH, CTL.
Menurut Heroe, beberapa poin gugatan yang dilayangkan adalah pengingkaran terhadap karyawan dan hubungan kerja. Hal ini dikarenakan 20 pegawai pemasaran asuransi yang menggugat dianggap hanya hubungan kerjasama dan bukan karyawan PT FWD Insurance Indonesia.
Padahal menurut Heroe, menurut Undang Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan adalah hubungan pekerja dan perusahaan berdasarkan perjanjian kerja yang memiliki unsur pekerjaan, perintah, dan upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Status pegawai asuransi juga diatur dalam Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 19 tahun 2020 Bab 2 poin 6 yang menyatakan tenaga pemasaran asuransi adalah pegawai perusahaan .
"Ndak bisa ditafsirkan berbeda lagi. Status tenaga pemasaran asuransi adalah pegawai atau karyawan," ujar Heroe.
Selain itu, PT FWD Insurance Indonesia hingga saat ini masih menahan sertifikat kompetensi atau lisensi milik pribadi beberapa penggugat, sehingga tidak bisa mencari nafkah di perusahaan asuransi lainnya.
"Hal inilah yang menjadi dasar penggugat menuntut upah dan pesangon sesuai dengan aturan yang berlaku. Apalagi lisensi itu kan yang punya pribadi karyawan, kenapa ditahan oleh perusahaan," tandasnya.
Heroe menuturkan, jika perusahaan berdalih memiliki perjanjian khusus dengan karyawan terkait kerjasama, tentunya harus sesuai aturan yang berlaku baru di anggap sah. Artinya ada kesepakatan, kecakapan dan hal tertentu yang halal dan tidak terlarang.
"Jika tidak memenuhi syarat dan mengesampingkan undang-undang tenaga kerja, maka perjanjian itu tidak sah dan batal demi hukum," tuturnya.
Sebelumnya, perselisihan ini bermula sejak penggugat atau 20 pegawai pemasaran asuransi mengajukan pengunduran diri. Namun, surat pengajuan tersebut dibalas dengan pemberhentian kerja sementara sampai waktu yang tidak ditentukan hingga saat ini.
Tak hanya itu, perusahaan juga menahan sertifikat kompetensi atau lisensi milik pribadi karyawan pemasaran, sehingga tidak bisa bekerja ditempat lain.
Karena itu, penggugat menuntut PT FWD Insurance Indonesia untuk membayar upah yang wajib dibayarkan selama diberhentikan sementara, termasuk pembayaran komisi yang menjadi hak penggugat.
Termasuk diantaranya melepas suspend terhadap lisensi kompetensi para penggugat dengan memberikan rekomendasi kepada Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan membayar ganti rugi imateriil kepada penggugat dengan nilai satu miliar kepada masing-masing penggugat. ( Ham)