Surabaya - Newsweek - Komite Anti Penista Agama (Kopenima)
hari ini, Selasa (6/9/2022) urung menggelar aksi di kantor Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Jatim lantaran adanya larangan dari otoritas
setempat. Aksi tersebut adalah untuk merespon
adanya dua orang perempuan diduga korban kekerasan seksual yang yang
diketahui beragama Non Muslim yang tampil di hadapan media menggunakan
hijab Syar'im
Narahubung Kopenima sekaligus
Wakil Ketua Penggerak Penganut Khittah Nahdliyyah, Tjetjep Muhammad
Yasen atau Gus Yasin, menerangkan penggunaan hijab Syar'i patut diduga
disalahgunakan oleh seseorang untuk kegiatan hukum."Dimana yang bersangkutan atas nama SDS dan JH keluar di media massa menggunakan hijab syari, " Kata Gus Yasin.
Kopenima
menurut Gus Yasin bakal meminta MUI Jatim untuk mengeluarkan Fatwa
Pelarangan Penggunaan Identitas Agama Lain Untuk Kepentingan Pribadi. "Namun
aksi yang akan digelar batal dikarenakan tidak mendapat izin dari
Polrestabes Surabaya, karena banyak demo penolakan kenaikan BBM,"
tambahnya.
Gus Yasin dalam hal ini menklaim telah mengantongi bukti bahwa yang bersangkutan bukanlah seorang santriwati maupun muslimah."Tentulah
itu bagian daripada identitas seorang muslimah. Pada kenyataannya,
mendapatkan bukti bahwa keduanya bukan seorang muslimah. Dan patut
disayangkan dan harus diperjelas supaya tidak ada penafsiran yang
salah,"tegasnya.
Lebih jauh dijelaskan,
penggunaan hijab dalam aturan sebenarnya seperti contoh misalnya dalam
kondisi tertentu, semisal seperti sinetron. Karena itu dalam rangkaian
peran silahkan, tetapi akan lebih elok diperankan oleh muslimah.
"Akan
tetapi kalau untuk kepentingan tertentu seperti kasusnya SDS dan JH.
Jelas jelas mereka bukan muslimah tidak sepatutnya mereka tampil selalu
menggunakan hijab syar'i. Kan ada masker dan topi sehingga bisa
digunakan," tegas dia.
"Kami juga mengecam dan
meminta kepada Pemerintah, agar pelaku kejahatan tidak memakai baju
gamis maupun kopyah. Mungkin itu tidak melanggar hukum, namun itu tidak
layak ketika bukan muslim memakai kopyah,"imbuhnya.
Sebelumnya
Komite Anti Penista Agama (Kopenima), Senin (29/8/2022) lalu mendatangi
Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim. Mereka mengadukan dua orang perempuan yang diduga melakukan penistaan agama.
"Mereka
yang sedang dalam masalah hukum bangga lah dengan agama kalian, jangan
karena sesuatu sebab untuk menarik simpati kalian, menanggalkan agama
kalian. Percayalah kepada agama kalian bahwa hukum di negara RI ini
semua sama,” kata Wakil Ketua Penggerak Penganut Khittah Nahdliyyah,
Tjetjep Muhammad Yasen atau Gus Yasin, usai membuat pengaduan di SPKT,
Senin (29/8/2022) petang.
Hal ini diadukan,
bahwa keduanya bukan beragama Islam. Melainkan beragama non muslim,
kedua perempuan itu diduga korban kekerasan seksual yang dilakukan JEP
salah satu founder Sekolah SPI. Mereka
melakukan ini dalam peristiwa dugaan tindak pidana atas diri mereka di
sekolah SPI. Padahal mereka bukan agama Islam dan mereka beragama
katolik, namun mereka memakai hijab syar’i.
“Ini
tidak baik dan ini bisa membuat fitnah tidak baik dan bisa mencemarkan
muslimah yang berhijab. Kami juga mengatakan kepada Aris Merdeka Sirait,
tolong kalau mendampingi seseorang itu baik, akan tetapi tanggalkan
masalah agama,”tandanya. (Ban)