Surabaya, Newsweek - Sidang perkara atas sangkaan suap perkara pengajuan permohonan pembubaran PT.Soyu Giri Primedika (SGP) berdampak melibatkan beberapa internal Pengadilan Negeri Surabaya, yakni, Majelis Hakim, Itong Isnaeni, Panitera, Hamdan dan oknum Penasehat Hukum, Hendro Kasiono ditetapkan sebagai terdakwa.
Dipersidangan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Selasa (12/7/2022), para saksi
dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Wawan Yunarwanto, telah
mencatut beberapa nama di internal Pengadilan Negeri Surabaya. Adapun,
para saksi yakni, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Dju Johnson
Mira Mangngi, Ajudan atau Asisten Wakil Ketua Pengadilan Negeri
Surabaya, Maliqia Yusuf alias Pungky dan Rajsa (tenaga honorer).
Dari
keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pungky, yang
dibacakan, JPU, diketahui melalui chatting layanan WhatsApp Pungky
dengan Panitera Hamdan (terdakwa), selalu menggunakan istilah " Peluru
".
Penyematan istilah " Peluru" oleh, JPU
dipertegas, bahwa Peluru itu maksudnya, tips atau uang rokok, uang kopi
dengan besaran nilai 100 hingga 200 Ribu.
Kalimat
istilah kerap dominan dalam percakapan antara keduanya, saat Panitera
Hamdan ingin meminta penunjukkan Majelis Hakim pada perkara tertentu. Dari
permintaan penunjukkan Majelis Hakim, Panitera Hamdan, selalu yang
dituju adalah Majelis Hakim, Itong Isnaeni Hidayat (berkas terpisah).
Sayangnya, dalam menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor, terdakwa membantah
keterangan saksi Pungky. Hal
yang dibantah terdakwa yakni, bukan hanya istilah "Peluru" saja namun,
terdakwa juga mengungkapkan bahwa terdakwa pernah memberikan uang lebih
dari istilah "Peluru".
" Saya dulu pernah memberikan uang 1,5 Juta ke Pungky ," beber terdakwa.
Selanjutnya,
JPU dari KPK juga membeberkan, obrolan melalui, layanan WhatsApp antara
Rasja dengan Panitera Hamdan berupa, Bos perkaranya sudah masuk, jangan
lupa ya ?.
Bos bonusnya yang kemarin mana ?. Pasti ada isinya itu bos !, saya dapat bocoran.
Sedangkan, balasan obrolan dalam layanan WhatsApp dari Panitera Hamdan yaitu,
Siap nanti ada bagian buat sampean (anda). Kalau udah beres saya transfer vitaminnya sekarang biar sehat sampean (anda) pak bos.
Atas keterangan terdakwa diatas, nampak tidak dipungkiri oleh, Rasja. Usai sidang, Penasehat Hukum dari Hamdan (terdakwa), Broto menyampaikan, fakta baru terungkap dalam persidangan.
Masih
menurutnya, sebenarnya ajudan Waka Pengadilan Negeri Surabaya, ikut
terlibat dalam perkara tersebut. Bahkan, setiap kali ada permohonan,
Pungky selalu minta imbalan. Secara terpisah,
Penasehat Hukum dari Hendro Kasiono (terdakwa) yakni, Johanes Dipa
Widjaja, dalam keterangannya, mengatakan, jika tidak ada satu orang pun
saksi yang mengenal dan berhubungan dengan kliennya.
" Semuanya tidak ada yang mengaku mengenal klien kami ," tegasnya.
Lebih lanjut, mengapa hanya tiga orang itu saja yang dijadikan terdakwa ?.
Padahal, sangat jelas ada keterlibatan beberapa saksi seperti, Dju Johnson, Pungki dan Rasja.
"
Kenapa mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka juga. Namun, dirinya,
meyakini, KPK ini, tidak akan tebang pilih dalam penegakan hukum ,"
ujarnya.
Penasehat Hukum, Johannes Dipa,
menambahkan, keterlibatan para saksi terbukti dari percakapan layar
chatting di handphone pribadi. Pihaknya,
menilai jika di Pengadilan Negeri Surabaya, pegawai honor menjadi garda
terdepan dalam melakukan lobi melobi suatu perkara. " Melalui persidangan ini, sangat terlihat jika semua itu diatur oleh, para ajudan atau asisten Pimpinan ," ujar Johanis Dipa.
Status mereka sebenarnya, hanya pegawai honorer namun, justru mereka-mereka yang menjadi jembatan untuk sampai ke Pimpinan. " Panitera saja melalui, tenaga honorer untuk menentukan Majelis Hakim," pungkasnya. (Ban)