Surabaya, Newsweek - Permohonan Pre-Judiciel Geschill yang diajukan Janny Wijaya melalui kuasa hukunya Mabuhin kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (12/4/2022). Dalam sidang kali ini, pemohon mendatangkan seorang ahli psikiater yakni dr. Agnes Martaulina Haloho, Sp.KJ. Ahli ini didatangkan guna menjelaskan beberapa hal terkait materi permohonan.
Perlu diketahui,
termohon dalam perkara ini adalah Djie Widya Mira Chandra Limanto
melalui kuasa hukumnya Andry Ermawan. Sementara turut juga sebagai
termohon adalah penyidik Polda Jatim. Usai
sidang, Masbuhin kuasa hukum Janny Wijoyo mengatakan bahwa dalam
keterangan saksi Ahli dr. Agnes menjelaskan orang yang menderita
penyakit Dimensia masih memiliki memori atau ingatan yang baik, dalam
membuat tandatangan. Bahkan bisa bepergian ke luar negeri.
“Artinya,
kalau Pak Tjahjo Limanto tanda tangan dalam akta jual beli, maka tanda
tangan itu pasti asli, bukan palsu seperti dalam laporan polisi.
Sehingga dalil gugatan pre-judiciel penggugat sudah bisa dibuktikan
semua,” kata Masbuhin.
Menurut Masbuhin, kasus
ini semakin aneh. Pasalnya, penjual (Tjahjo Limanto) dikatakan menderita
penyakit Azemair sejak 2004. Sementara si penjual sering bepergian ke
luar negeri. “Pada tanggal 22 Februari 2016,
penjual ke Singapore untuk transaksi uang sebesar US 84.000, serta
adanya transaksi lain sebesar kurang lebih US 7.283.155,- (Tujuh juta
dua ratus delapan puluh tiga ribu seratus lima puluh lima US Dollar)
bersama dengan salah satu anaknya sendiri. Ini silahkan saudara baca
sendiri,” ucap Masbuhin kepada awak media.
Dalam
persidangan sebelumnya, lanjut Masbuhin Notaris/PPAT yang membuat
akta-akta tersebut juga sudah dihadirkan dalam persidangan. Dan dalam
keteranganya mengatakan, bukti tanda tangan dan cap jempol dalam semua
minuta itu asli.
“Lalu dimana letak akta yang
tanda tangannya dikatakan dipalsu tersebut? Apalagi polisi juga belum
berhasil mengajukan identifikasi tentang identik tidaknya akta-akta
tersebut melalui pemeriksaan laboratorium forensic, meminta specimen dan
contoh tanda tangan penjual Tjahja Limanto serta memeriksa
Notaris/PPAT,” kata Masbuhin.
Menurut Masbuhin,
dalam transaksi jual beli, dimana-mana korbannya itu pasti pembeli,
karena pembeli sebagai pihak yang pasif, yaitu membayar uang saja.
Sementara pihak penjual-lah yang aktif, yang menerangkan dan menjamin
atas semua keterangannya dihadapan Notaris/PPAT, karena itulah dalam
kasus-kasus pidana pasti penjual adalah pelaku tindak pidana, sementara
pembeli mendapatkan perlindungan hukum sesuai Surat Edaran MA RI No : 7
Tahun 2012 butir IX dan berbagai Yurisprodensi MA RI.
Dalam
perkara ini Masbuhin merasakan hal yang janggal. Karena, perkara dengan
nomor 624 K/PDT/2022 masih berlangsung di tingkat Kasasi Mahkamah Agung
RI. Namun salah satu anak dari tergugat malah melaporkan klienya (Janny
Wijino) ke polisi atas dasar pemalsuan akta dan pemberian keterangan
palsu kedalam akta.
erpisah,
Andry Ermawan kuasa hukum termohon Djie Widya Mira Chandra Limanto
menyatakan, berdasar keterangan ahli maka perjanjian jual beli aset
antara Tjahja dengan Janny yang ditandatangani mendiang bisa batal demi
hukum. Sebab, Tjahja tidak cakap hukum saat menandatanganinya
sebagaimana dalam syarat sah tidaknya perjanjian. Tjahja bisa
dikategorikan sebagai pihak dibawah pengampuan karena kondisinya
tersebut.
“Dalam hal menandatangani perjanjian
jual beli, dia tidak tahu isinya apa. Dia tidak mengerti jual beli
terkait apa. Perjanjian jual beli bisa batal demi hukum karena tidak
bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujar alumnus Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta yang juga asli putra Kepri ini.
Untuk
diketahui, kasus ini berawal dari Janny Wijono yang merupakan istri
siri dari Almarhum Tjahjo Luminto. Janny membeli dua bidang tanah dari
Luminto dengan disakasikan notaris. Sebelum penandatanganan, Notaris
melalukan pengecekan ke kantor pertanahan tentang keabsahan tanah-tanah
yang dimiliki oleh Tjahjo Limanto.
Hasilnya
adalah tanah yang akan dijual oleh Tjahjo Limanto tidak dalam sengketa,
tidak dalam sitaan dan tidak dalam jaminan pihak manapun. Sehingga
dilakukanlah transaksi penandatanganan akta di depan notaris.
Namun,
ketiga anak Tjahjo Limanto yaitu Widya Miratantri, Haryono Citrobuwono
Limanto, dan Djie Taufik Jayaadmaja Limanto diwakili kuasa hukumnya
melakukan gugatan di PN Surabaya. Mereka mempertanyakan dua aset yang
telah beralih kepada Janny Wijono tanpa sepengetahuan ketiga anak Tjahjo
Liminto. Atas laporan tersebut, Janny mengajukan gugatan ke pengadilan
dengan nomor perkara 1035/Pdt.G/2021/PN.SBY. (Ban)