Surabaya, Newsweek - Persidangan kasus dugaan penipuan menawarakan
Deposito dengan bunga lebih besar daripada bunga Bank yang menyebabkan
Ranto Hensa Barlin Sidauruk sebagai terdakwaa kembali berlanjut di
Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (28/3/2022).
Sidang yang dipimpin Hakim Tonggani SH.MH ini beragenda mendengarkan keterangan Agustin, saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya. Saksi
Agustin adalah komisaris dari PT Infiniti Financial Sejahtera, platforn
produk-produk deposito non perbankan seperti Narada Kapital Indonesia.
Dalam
keterangannya, saksi Agustin secara tegas mengatakan kalau Salim
Himawan Saputra adalah Nasabah sekaligus agent di Infinity Financiak
Sejahtera. Menurutnya, selaku nasabah Salim mendapatkan keuntungan dan
selaku agen mendapatkan komisi.
“Setahu saya
Pak Salim itu agent. Karena saya pernah terima bukti transfer dan
fotocopy CVnya dia. Saat pertemuan-pertemuan (internal) Pak Salim juga
ada,
Ditanya Jaksa Darwis SH.MH
apakah saksi Agustin pernah mengucapkan kepada Salim, pernah
menyelamatkan nasabah dari evolusi finansialnya, ? Saksi Agustin mengaku
lupa.
“Saya lupa Pak, biasanya sih kita saling
mengumbar testimoni, untuk mensuport para agen supaya getol mencari
nasabah. Berdasarkan pengalaman, memang saya pernah membantu nasabah
menyelesaikan krisis keuangannya diatas 1 miliar,” jawabnya.
Ditanya
Jaksa Darwis, sebelum terdakwa Ranto Hensa Barlin menjual produknya
keluar, bekal kata-kata apa yang saksi Agustin berikan,? Apa bekalnya
secara umum. Contoh kalau reksadana seperti ini, keuntungannya ini.
Kalau mau menjanjikan keuntungan harus berbicara seperti ini. Kan daya
pikatnya agent untuk mencari agent adalah besarnya profit.?
“Saya
tidak pernah menyuruh Pak. Saya ini komisaris Pak. Saya hanya menyuruh
secara umum saja. Profitnya sesuai yang disampaikan kantor pusat sekian,
saya tidak hapal Pak,” jawab saksi Agustin.
Saksi Agustin menolak kalau PT Narada Kapital Indonesia dikatakan pernah menjual produk Deposito non perbankan. “Tidak ada. jenis produknya Rekasadana. Memang dimata orang awam biasa disebut sebagai deposito non perbankan.” imbuhnya.
Ditanya kuasa hukum Ranto Hensa, Yohanes Dipa Wijaya SH.MH
apakah saksi mengetahui kalau Salim Himawan Saputra, selaku pihak
pelapor di perkara ini pernah bersama dengan Ishaq Tjahyono ikut dalam
proses PKPU PT Mahkota.? Dijawab saksi Agustin tidak tahu secara pasti
mereka ikut PKPU apa tidak.
“Setahu saya,
sewaktu PKPU Mahkota, malahan kami dibantu oleh Pak Salim. Pak Salim ini
berbaik hati membantu mengenalkan dengan lawyer yang dapat membantu
PKPU Mahkota. PKPUnya pada Juli 2020,” jawabnya.
Ditanya Yohanes Dipa, pada waktu PKPU OSO, saksi Agustin tahu apa tidak hasilnya, bagaimana,?
“Perdamaiannya
diterima. PKPU berakhir damai karena ada homologasi. Pak Salim yang
membantu mengkoordinir dan mengenalkan dengan lawyernya, Hari Syaputra,”
jawab saksi Agustin.
Diperjelas oleh Yohanes Dipa, berarti sudah ada perdamaian dengan produknya OSO,? Dijawab saksi Agustin sudah.
Terkait
dengan perdamaian, ditanya Yohanes Dipa, apakah perdamain ini masih
berlaku ataukah sudah dibatalkan,? Dijawab saksi Agustin masih berlaku.
Apa benar belum ada yang mengajukan pembatalan homologasinya,? Dijawab saksi Agustin, ada dua kali, tapi ditolak. Ditanya lagi, apakah saksi tahu kalau Salim menjadi agen di OSO dan di Narada,? Tahu Pak, setelah kasus Ranto ini mencuat.
Secara
terpisah, Yohanes Dipa Wijaya salah seorang penasehat hukum terdakwa
Ranto Hensa Barlin Sidauruk mengkritisi sikap Salim Himawan Saputra di
balik perkara ini. “Salim itu nasabah sekaligus
agent yang memahami betul resiko dari produk-produk yang dijual oleh
Narada maupun OSO. Sehingga tidak tepat kalau Salim mengatakan Ranto
menipu dia. Wong dia sendiri tahu produknya,” kritiknya.
Disamping
itu, lanjut Yohanes Dipa, berdasarkan fakta persidangan terungkap,
ternyata Mahkota (OSO) itu sudah diajukan permohonan PKPU yang
dikoordinir oleh Salim. Sebelum adanya laporan polisi, dan itu sudah di
homologasi. Perjanjian perdamaianya sudah ada.
“Lha
kok Salim masih melapor. Lha ini kan terkesan perkara ini dipaksakan.
Padahal sudah ada PKPU dan sudah ada perjanjian perdamaian yang sudah di
homologasi terkait produk OSO (Mahkota). Kalau Salim yang melaporkan,
berarti dia mengingkari PKPUnya sendiri,” imbuhnya.
Menurut
Yohanes Dipa, gagal bayar OSO maupun Narada tersebut sifatnya sistemik
diseluruh Indonesia, lantaran ada kebijakan Suspend dari OJK pasca
munculnya kasus asuransi Jiwasraya. “Banyak perusahaan yang mempunyai produk serupa dengan OSO dan Narada juga mengalami gagal bayar,” pungkasnya. (Ban)