SURABAYA - Sidang lanjutan sengketa tanah di Jalan Puncak Permai Utara III
antara Mulya Hadi (Penggugat) vs Widowati Hartono (Tergugat) kembali
bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (28/12/2021). Kali
ini pihak Widowati diwakilkan kuasa hukumnya Adhidarma Wicaksono
menghadirkan Saksi Fakta Mochamad Hasan dan Saksi Ahli Dr. Agus
Sekarmaji, S.H., M.Hum.
Dihadapan
majelis hakim yang diketuai hakim Sudar, saksi Fakta Mochamad Hasan
adalah mandor yang membangun pagar tembok di lokasi objek sengketa yang
diklaim milik Widowati Hartono. Menerangkan dia adalah mandor
pembangunan pagar tembok di lokasi objek sengketa pada tahun 1999. Ia
mengatakan waktu itu bekerja sebagai karyawan di PT Surya Agung
berkantor pusat di Jakarta yang bergerak di bidang pembangunan.
“Saya
disuruh atasan saya bernama Hartono untuk membangun pagar tembok.
Pekerjaan yang saya lakukan sesuai Rencana Anggaran Belanja (RAB) dan
pagar tembok ditentukan setinggi 1,5 meter – 2 meter. Pembangunan pagar
tembok itu memerlukan waktu dua bulanan,” tuturnya.
Adhidarma
Wicaksono selaku kuasa hukum lantas bertanya kepada Mochamad Hasan
apakah pada waktu itu di lokasi tanah yang akan dibangun pagar tembok
itu terdapat kambing, sekolah, atau pihak yang menguasai yang dijawab
oleh Mochamad Hasan tidak ada. Selanjutnya Adhidarma kembali bertanya
kepada Mochamad Hasan apakah ia mengetahui nama jalan yang akan dibangun
pagar tembok tersebut yang dijawab mengetahui. “Nama jalannya Puncak Permai Utara,” jawab Mochamad Hasan.
Pihak
Mulya Hadi yang diwakili kuasa hukumnya yaitu Johanes Dipa Widjaja dan
Otto Yudianto saat mendapat giliran mengajukan pertanyaan kepada Saksi
Fakta Mochamad Hasan bertanya apakah mengetahui siapa pemilik tanah di
Jalan Puncak Permai Utara yang akan dibangun pagar tembok tersebut.
Mochamad Hasan menjawab tidak mengetahuinya. “Saya hanya diberi tahu atasan saya bernama pak Hartono kalau yang punya tanah itu orang Jakarta,” jelasnya.
Kemudian
Johanes Dipa Widjaja melanjutkan pertanyaan kepada Mochamad Hasan
apakah mengetahui Jalan Puncak Permai Utara masuk Kelurahan mana. Saksi
Fakta Mochamad Hasan menjawab dirinya tidak mengetahui Jalan Puncak
Permai Utara itu masuk Kelurahan mana. Luasan tanah objek sengketa juga
tidak luput ditanyakan oleh Johanes Dipa Widjaja kepada Mochamad Hasan
yang juga dijawab tidak mengetahui.
Ketua
Majelis Hakim Sudar lalu bertanya kepada kuasa hukum dari Penggugat dan
Tergugat apakah masih ada yang ingin ditanyakan dari Saksi Fakta
Mochamad Hasan. Baik kuasa hukum dari Mulya Hadi maupun kuasa hukum dari
Widowati Hartono menyatakan cukup.
Berikutnya,
Ketua Majelis Hakim Sudar mempersilahkan Saksi Ahli Dr. Agus Sekarmaji,
S.H., M.Hum adalah Ahli di bidang Hukum Agraria dan sebagai tenaga
pengajar atau Dosen di Universitas Airlangga. Untuk didengar
keterangannya sesuai kompetesinya sebagai Ahli Hukum Agraria.
Pihak
Tergugat yang diberi kesempatan bertanya oleh Ketua Majelis Hakim Sudar
meminta Ahli menjelaskan maksud dan tujuan penerbitan sertifikat serta
syarat pendaftaran tanah untuk objek tanah yang pertama kali
didaftarkan.
Ahli yang biasa
dipanggil Agus ini menerangkan sertifikat berfungsi agar pemegangnya
mendapat perlindungan dan kepastian hukum serta tertib administrasi.
Terkait pendaftaran tanah untuk objek tanah pertama kali, Agus
menjelaskan memerlukan pengumpulan data fisik dan data yuridis.
Setelah
itu dilalui, Agus menambahkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN)
yang menerima pendaftaran tersebut membuat pengumuman untuk memberikan
kesempatan kepada mereka yang keberatan atas pendaftaran tanah tersebut,
baik di kantor Kelurahan maupun kantor Pertanahan. Bila tidak ada
keberatan sambung Agus, akan dilakukan penegasan konversi atau penegasan
hak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997. Kalau ada
keberatan menurut Agus, maka kantor Pertanahan tidak akan memproses dan
akan meminta diselesaikan terlebih dahulu.
“PP
Nomor 24 Tahun 1997 juga memberikan jalan bila alat bukti tidak
lengkap, maka harus didukung penguasaan fisik selama 20 tahun.
Mekanismenya penguasaan fisik, maka dilakukan pengakuan hak, baru
dilakukan pembukuan di kantor Pertanahan lalu diterbitkan sertifikat,”
bebernya.
Mengenai yang dimaksud
pembeli tanah beritikad baik seperti yang ditanyakan oleh Adhi, dijawab
Agus harus sesuai dengan aturan perundang-undangan tanpa adanya tipu
muslihat. Oleh sebab itu, Ahli mengatakan calon pembeli tanah harus
melihat langsung lokasi, mengecek ke kantor pertanahan setempat dan
proses jual beli haru dibuat di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
“Kalau
sudah terbit sertifikat, maka proses itu sudah dipenuhi. Dalam jangka
waktu 5 tahun tidak ada yang keberatan maka tidak bisa menuntut lagi,”
tandasnya.
Adhi kemudian
bertanya apakah berarti pemegang hak sertifikat sudah melalui proses
yang diiyakan oleh Ahli. Lalu Adhi bertanya kepada Ahli tentang
pemeliharaan pendaftaran tanah apabila terjadi perubahan data fisik dan
yuridis yang sudah terbit sertifikat, Agus menjawab acuannya tetap pada
sertifikat dan harus di cek di kantor Pertanahan.
“Kalau
berbeda, itu kesalahan administrasi dan bisa dilakukan perubahan oleh
pejabat yang mengeluarkan. Tidak menyebabkan sertifikat gugur, hanya
dilakukan perubahan kalau memang terjadi perubahan,” ungkapnya.
Terkait
kewenangan Lurah apakah dapat membuat Surat Keterangan tentang objek
tanah di wilayahnya, Agus berpendapat Surat Keterangan Lurah tersebut
dapat dikeluarkan berdasarkan buku C dari kelansiran yang ada. Ia yakin
Lurah pasti tidak ngawur, karena di wilayahnya itu ada kelansiran yang
artinya pengklasifikasian tanah untuk menentukan besarnya tanah.
“Dikelompokkan
menjadi persil, setelah itu dari Buku A dikelompokkan dalam
persil-persil. Buku B menjelaskan siapa pemilik tanah di persil-persil
tersebut. Tujuannya memudahkan penarikan pajak, maka dibuat Buku C dan
pembayar pajak diberikan petok D. Di Surabaya ada kelansiran tahun 60,
70 dan 75,” kata Agus.
Lebih
lanjut Agus mengatakan Surat Keterangan tidak dapat dijadikan dasar
penerbitan sertifikat. Pemegang sertifikat menurut Agus adalah sahih dan
sah sepanjang tidak dibatalkan oleh hukum. Oleh sebab itu kata Agus,
PPAT kalau membuat akta jual beli berdasarkan sertifikat. “Kalau belum bersertifikat dilarang memproses, karena alat bukti hak atas tanah berupa sertifikat,” paparnya.
Sedangkan
PH Mulya Hadi bertanya kepada Ahli apakah mungkin dalam sertifikat
tertulis objek tanah berada di Kelurahan A, tetapi faktanya objek tanah
berlokasi di Kelurahan B, Ahli menjawab tidak mungkin dan apabila
terdapat pihak yang keberatan bisa digugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN). Kemudian Johanes Dipa Widjaja bertanya kepada Ahli
menurut sepengetahuannya apakah pernah ada atau tidak sertifikat yang
dibatalkan karena cacat hukum yang dijawab Agus pernah terjadi.
Sesudah
PH dari Penggugat, Tergugat dan Turut Tergugat tidak mengajukan
pertanyaan lagi, Ketua Majelis Hakim Sudar memutuskan sidang dilanjutkan
kembali tanggal 11 Januari 2022 dengan agenda Kesimpulan.
Seusai
persidangan Johanes Dipa Widjaja selaku PH dari Mulya Hadi menyatakan
Ahli yang dihadirkan oleh Tergugat dengan tegas menerangkan bahwa data
fisik dan data yuridis harus sesuai. Sehingga menurut Dipa, panggilan
akrabnya, dengan demikian jika tanahnya tertulis di Kelurahan A, maka
obyek fisiknya harus di Kelurahan A.
“Hal
tersebut semakin membuktikan bahwa adanya cacat hukum bukti hak yang
dipegang oleh Tergugat karena tertulis di Kelurahan Pradah Kalikendal,
tetapi malah menunjuk lokasi di Kelurahan Lontar,” ujarnya.
Sedangkan
saksi Mochamad. Hasan kata Dipa ketika ditanya siapakah pemilik atas
obyek tanah yang saat ini dalam sengketa menjawab tidak tahu. “Saya heran apa gunanya saksi tersebut (maksudnya Mochamad Hasan, Red) dihadirkan oleh Tergugat,” sindirnya.
Sementara
itu, Adhidarma Wicaksono yang bertindak sebagai kuasa hukum dari
Widowati Hartono saat dikonfirmasi dan diminta tanggapan, Selasa
(28/12/2021) mengenai persidangan dengan agenda Saksi Fakta dan Saksi
Ahli tersebut berjanji akan menyampaikan dalam press release. (Ban)