SURABAYA - Majelis hakim yang diketuai Martin Ginting menolak permohonan
pengalihan satatus tahanan yang diminta oleh kuasa hukum Irwan Tanaya
dan Benny Soewanda, dua orang direksi PT Hobi Abadi Internasional (HAI)
yang didakwa atas kasus tindak pidana memberikan keterangan palsu
kedalam akte otentik. Penolakan itu dinyatakan
majelis hakim seusai kuasa hukum para terdakwa membacakan nota keberatan
atau eksespi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ditolaknya
permohonan pengalihan status tahanan ini memastikan bagi para terdakwa
bakal tetap menghuni pengabnya ruang sel penjara. "Majelis
(hakim) belum mengabulkan permohonan (Pengalihan Status tahanan)
terdakwa,"kata hakim ketua Martin Ginting diruang sidang Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya, Kamis (2/12/21).
Sementara
itu didalam eksespinya, kuasa hukum terdakwa menolak dakwaan JPU
Zulfikar yang telah menjerat para terdakwa dengan dakwaan Pasal 266
KUHP. Alasannya, kuasa hukum menganggap, bahwa
perbuatan para terdakwa yaang telah mendongkel Komisaris PT HAI Richard
Sutanto dari susuanan direksi melalui RUPS Luar Biasa tidaklah
memiliki muatan unsur pidana. "Memohon agar terdakwa dibebaskan dari dakwaan dan dipulihkan harkat serta martabatnya,"kata Kuasa hukum terdakwa.
Mendengar
eksepsi kuasa hukum, JPU Zulfikar menyatakan bakal mengajukan jawaban
tertulis yang akan disampaikan dalam persidangan pekan depan. Pada
intinya, Zulfikar memastikan bahwa surat dakwaan yang ia susun telah
memenuhi syarat-syarat formil. Sedangkan eksepi yang disampaikan oleh kuasa hukum dianggap terlalu masuk kedalam pokok perkara.
Mengutip
surat dakwaan Jaksa terungkap, terdakwa Benny dan juga Irwan Tanaya
sengaja memasukkan beberapa keterangan yang dikatahui sejak awal
merupakan keterangan yang tidak benar ke dalam Surat Pernyataan
Keputusan Rapat Perseroan Terbatas Nomor : 03 Tanggal 03 November 2020.
Adapun
keterangan tidak benar itu diantaranya menyebutkan bahwa Komisaris PT
HAI Richard Sutanto selama menjabat sebagai Komisaris Perseroan,
senantiasa bertindak seakan-akan dirinya adalah pihak yang berhak dan
berwenang bertindak dan atas nama Direksi Perseroan serta Mewakili
Perseroan.
Richard juga dituduh menguasai dan
belum mengembalikan beberapa harta kekayaan (asset) perseroan, berupa
mobil dan segala persediaan (inventory) barang-barang dagangan milik
perusahaan. "Terdakwa I (Benny Soewanda) dan
terdakwa II (Irwan Tanaya) menyuruh saudara Adhi Nugroho SH M.Kn
memasukkan suatu keterangan yang dikatahui oleh terdakwa I dan terdakwa
II sejak awal adalah (keterangan) tidak benar ke dalam Surat Pernyataan
Keputusan Rapat Perseroan Terbatas Nomor: 03 Tanggal 03 November 2020,"
kutip surat dakwaan Jaksa Zulfikar.
Melalui
dakwaan jaksa juga terungkap, terdakwa sengaja tidak mengundang Richard
sewaktu menggelar RUPS. Hal ini bertolak belakang dengan syarat-syarat
formil RUPS yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas. Atas
perbuatannya itu, JPU menjerat terdakwa Benny dan Irwan dengan dakwaan
pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana, dengan ancaman
pidana selama 7 tahun penjara. (Ban)