SURABAYA - Ira wanita kelahiran 65 tahun silam melalui kuasa hukumnya HK
Kosasih melaporkan Dony Yudianto ke polisi. Dony dilaporkan atas dugaan
memberikan keterangan palsu (pasal 263 KUHP) dan memberikan keterangan
palsu dibawah sumpah (pasal 242 KUHP).
Kuasa
hukum Ira yakni HK Kosasih menyatakan, laporan ini berawal dari adanya
pemecahan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 1645 dengan luas 2080 M2 milik
Gunawan Hadi menjadi dua SHM yakni SHM nomer 12417 yang awalnya atas
nama Gunawan Hadi kemudian dipecah menjadi dua masing-masing seluas 1040
m2 yang kemudian dialih namakan oleh Dony Yudianto tanpa sepengetahuan
Ira selaku pihak yang sudah membeli sah lahan tersebut dari Gunawan Hadi
pada tahun 2008.
Lebih lanjut Kosasih menyatakan,
SHM yang diklaim milik Dony Yudianto diduga diperoleh dengan cara
merekayasa dan dugaan mafia tanah. Hal itu bisa dilihat dari penetapan
yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tertanggal 30 Agustus
2017 dimana disebutkan bahwa Dony Yudianto menggantikan kedudukan hukum
dari pihak pertama (Yudianto Roestamadji) dan pihak kedua (Gunawan
Hadi).
Dijelaskan Kosasih, dalam pertimbangan
penetapan PN Surabaya disebutkan bahwa pada 15 Maret 1995 pada saat itu
ulang tahun Yudianto Roestamadji bersepakat menjadi kakak adik dengan
Gunawan Hadi, selain itu mereka juga bersepakat bekerjasama dalam usaha
jual beli tanah dan bangunan di Bali. Kesepakatan tersebut dibuat
didepan Rustamadji selaku ayah kandung dari Yudianto Rustamadji.
Sedangkan
pada saat dimohonkannya Penetapan di PN Surabaya Gunawan Hadi sudah
meninggal dunia pada tanggal 10 Oktober 2012 dan secara hukum antara
Gunawan Hadi dengan Dony Yudianto tidak ada hubungankeluarga dan bukan
pula sebagai ahli waris GunawanHadi.
“Perlu
dicatat bahwa, Gunawan Hadi sudah memiliki tanah seluas 2080 M2 tersebut
sejak tahun 1993, apabila dihubungkan dengan penetapan seakan-akan
terjadi adanya kerjasama pada tahun 1995 untuk beli tanah-tanah di Bali ,
adalah sangat aneh tanah yang sudah dibeli di tahun 1993 dijadikan
hasil kerjasama yang dimulai tahun 1995, itupun kalau perjanjian itu
benar adanya,” ujar Kosasih.
Kosasih menambahkan,
untuk memecah SHM No 1645 dengan luas 2080 M2 milik Gunawan Hadi
tersebut, Dony juga membuat laporan kehilangan di Polres kota Denpasar
bahwa Sertifikat milik Gunawan Hadi tersebut telah hilang dan anehnya
laporan kehilangan tersebut tidak sama sekali tak tercatat di Polres
Denpasar.
Dengan bukti surat kehilangan tersebut,
kemudian kantor pertanahan kota Denpasar membuat pengumuman kehilangan
sertifikat dan kemudian menerbitkan dua sertifikat pengganti yakni SHM
nomer 1645 seluas 1040 M2 atas nama Gunawan Hadi dan SHM no 12417 seluas
1040 M2 atas nama Dony Yudianto tanpa memperhatikan data yuridis maupun
data fisik atas tanah yang sudah dikuasai oleh Ira sejak tahun 2008.
“Penerbitan
dua sertifikat tersebut jelas tidak sah karena pengajuannya berdasarkan
data yang dimanipulasi sebab sertifikat asli yang dibeli klien saya
pada 6 Agustus 2008 sesuai Akta Perjanjian untuk melakukan jual beli
(PPJB) yang dibuat dihadapan notaris Josef Sunar Wibisono masih disimpan
dengan baik oleh klien saya dan tidak pernah hilang,” ujar Kosasih.
Dengan
demikian lanjut Kosasih, Dony Yudianto yangtidak ada hubungan hukum
apapun dengan Gunawan Hadi sebab kliennya adalah pemilik sah dari tanah
yang berada di jalan Imam Bonjol gang Perum Mutiara RT-RW/000-00 di desa
Pemogan (sekarang desa Pemecutan Klod) kecamatan Denpasar Selatan.
“
Apabila kantor pertanahan kota Denpasar mendasarkan pada penetapan PN
Surabaya No 605/Pdt.P/2017/PN Sby menerbitkan 2 (dua) sertipikat
pengganti dan diatas namakan Dony Yudianto secara data yuridis maupun
data fisik adalah keliru. Sebab, dalam SHM no 1645 tertulis jelas bahwa
Gunawan Hadi adalah pemilik sah lahan tersebut sejak 5 Februari 1993.
Sedangkan penetapan PN Surabaya berkaitan dengan surat kerjasama pada 15
Maret 1995. Artinya bahwa tanah SHM no 1645 atas nama Gunawan Hadi
bukan hasil kerjasama antara Almarhum Yudianto Rustamadji dengan
Almarhum Gunawan Hadi,” ujar Kosasih.
Selain itu
kata Kosasih, pihaknya juga sudah mengajukan pembatalan penetapan PN
Surabaya No 605/Pdt.P/2017/PN Sby dan sudah dinyatakan tidak sah dan
telah dinyatakan batal berdasarkan putusan PN Surabaya No
1045/Pdt.G/2020/PN Sby jo Pengadilan Tinggi No 695/Pdt/2021/PT.Sby.
Terpisah,
kuasa hukum Dony Yudianto yakni Akhmad Sobirin SH menyatakan bahwa
pihaknya tak pernah memalsukan apapun sebagaimana tudingan pihak Ira.
Bahkan Akhmad Sobirin mempertanyakan legal standing dari Ira yang
dianggap tak jelas.
“ Dia (Ira-red) memiliki
dua legal standing, satu pengikatan jual beli yang satunya akta wasiat
yang dibuat dihari yang sama, tanggal yang sama dan jam yang sama.
Memang secara logika apakah bisa satu objek tanah dibuatkan dua legal
standing,” ujar Akhmad.
Akhmad menambahkan,
pihaknya juga mempertanyakan bagaimana bisa pelapor bisa memiliki PPJB
atas asset-asset yang dimiliki Gunawan Hadi. “ Kalau kita masalah
pembuktian matreiil kita serahkan ke Polda. Kalau memang pelapor merasa
kita melakukan pemalsuan maka kitapun akan melakukan pembuktian, yang
jelas legal standingnya kita sudah jelas ditetapkan oleh PN Surabaya,”
ujarnya.
Terkait penetapan PN Surabaya yang
sudah dibatalkan, Akhmad menyebut bahwa produk penetapan PN Surabaya
hanya bisa dibatalkan lewat gugatan Kasasi, hal itu tertuang dalam
aturan Mahkamah Agung. “ Nah mereka mengajukan gugatan ke pengadilan
atas produk pengadilan itu sendiri, nah dari sini kita juga nggak tau
siapa yang bermain ya. Karena produk Pengadilan Negeri dibatalkan
Pengadilan Negeri sendiri, harusnya yang membatalkan adalah tingkat yang
lebih tinggi,” bebernya.
Terkait SHM no 1645
milik Gunawan Hadi sejak tahun 1993, pihak Akhmad tidak yakin. Dan
peralihan tanah tersebut ke Hadi Gunawan juga perlu dipertanyakan. “
Selain itu kita juga sudah melakukan pengecekan di dewan kenotariatan
Denpasar bahwa PPJB punya Ira tidak terdaftar,” tandasnya. (Ban)