Hartanto Buchori Ketua Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI). |
Yang lalu Dewan Pers digugat di Pengadilan Umum, dimenangkan Dewan Pers sampai tingkat banding dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Sekarang masih hangat sedang
berlangsung, permohonan pengujian Judicial Review UU PERS No. 40 Tahun
1999 Di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pemohonnya lagi-lagi ya
“itu-itu” saja, Yang membuat saya tidak habis pikir, pelakunya ngakunya
“Wartawan”.
Rekan-rekan jurnalis saya ingatkan, payung hukum
jurnalis/wartawan adalah UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers “titik”
Jadi kalau merasa Wartawan/Jurnalis, semestinya menjaga dan menjunjung
tinggi UU Pers. Bukannya malah “mengobok-obok”, seandainyapun ada
kekurangan sekalipun.
Saya tidak habis pikir ada orang
mengaku wartawan, mengobok-obok secara terbuka UU Pers sebagai Payung
Hukumnya dan Dewan Pers yang melindungi Kemerdekaan Pers yang seharusnya
kita jaga marwahnya. Kalau yang melakukan bukan Wartawan, saya makfum.
Hanya Ada Dewan Pers. Tidak Mungkin Ada Dewan Pers “Diembel-embeli Cap ……..” Dewan
Pers yang dimaksudkan dalam UU Pers pasal 15 adalah Dewan Pers yang
sekarang ini kita kenal, yang Sekretariatnya di Gedung Dewan Pers Lantai
7 & 8 Jalan Kebon Sirih 32-34 Jakarta, yang jumlahnya 9 orang dan
disahkan/ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI, yang saat ini diketuai
M. Nuh “titik”
Jangan “ngacau” ada Dewan Pers
“diembel-embeli Cap ……”. Jurnalis hanya mengakui Dewan Pers. Kalaulah
ada yang menggunakan nama menyerupai Dewan Pers, pasti bukan yang
dimaksudkan dalam UU Pers pasal 15 alias “DP-DPan” / ”Dewan Pers-Dewan
Persan”. Baik yang menggunakan tambahan “embel-embel”
Indonesia/Independen/Reformasi dan lainnya. Menurut saya hal demikian menyesatkan, bahkan merusak marwah Pers Indonesia.
Harus
dipahami, Dewan Pers sekarang ini benar-benar ‘Dewan Pers kita’. Dewan
Persnya Wartawan/Jurnalis yang menjadi pelindung kemerdekaan Pers. Bukan
Dewan Pers Era Orde Baru yang menjadi Penasehat Pemerintah.
23
September 1999 UU Pers disahkan oleh Presiden BJ Habibie. Atas dasar
itu, dibentuk Dewan Pers periode pertama 2000-2003. Harus diingat!!
Setelah UU Pers disahkan, kita para insan Pers yang meminta Pemerintah
tidak mencampuri lagi atau mengatur Pers dalam bentuk apapun termasuk
menerbitkan PP (Peraturan Pemerintah). Sebagai ganti Peraturan
Pemerintah, Dewan Pers lah yang mengatur regulasi selanjutnya. Itulah
sebabnya UU Pers tidak ada Peraturan Pemerintah (PP) nya.
Lahirnya KEJ Era
reformasi tahun 1998 dimungkinkan membentuk wadah Pers/Wartawan selain
Organisasi Wartawan satu-satunya saat itu, PWI. Beberapa wartawan
dikomandani bung Darwin Hulalata Almarhum menggodok pendirian PJI /
Persatuan Jurnalis Indonesia. Dan 20 Agustus 1998 bung Darwin dan
kawan-kawan mendatangi Notaris membuatkan Badan Hukum PJI sebagai
Organisasi Jurnalis.
Demi menjamin tegaknya kebebasan Pers
serta terpenuhinya hak-hak masyarakat, dibutuhkan suatu landasan moral
etika profesi sebagai pedoman operasional untuk menegakkan integritas
dan profesionalitas wartawan. Maka pada 6 Agustus 1999 di Bandung 26
organisasi wartawan termasuk PJI menandatangani KEWI/Kode Etik Wartawan
Indonesia (perhelatan 5-7 Agustus).
Di kemudian hari untuk
mensinkronkan dengan UU Pers pasal 15 ayat 2 huruf b yang pada intinya
menyebutkan Dewan Pers melaksanakan fungsi menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan “Kode Etik Jurnalistik”, maka pada 14 Maret 2006
ditandatangani “Kode Etik Jurnalistik” / KEJ oleh 29 Organisasi sebagai
pengganti KEWI.
Kita Yang Minta Dewan Pers Mengatur Pers. Alhasil UU Pers Tanpa PP 23
September 1999 UU Pers disahkan oleh Presiden BJ Habibie. Atas dasar
itu, dibentuk Dewan Pers periode pertama 2000-2003. Harus diingat!!
Setelah UU Pers disahkan, kita para insan Pers yang meminta Pemerintah
tidak mencampuri lagi atau mengatur Pers dalam bentuk apapun termasuk
menerbitkan PP (Peraturan Pemerintah). Sebagai ganti Peraturan
Pemerintah, Dewan Pers lah yang mengatur regulasi selanjutnya. Itulah
sebabnya UU Pers tidak ada Peraturan Pemerintah (PP) nya. Dewan Pers Tetap Memperhatikan Organisasi Wartawan Belum Konstituen.
PJI
sampai saat ini belum konstituen Dewan Pers karena ada sedikit
kekurangan persyaratan yang harus dipenuhi, belum cukup perwakilan
Provinsi yang dipersyaratkan Dewan Pers. Namun nyatanya PJI tetap
mendapat perhatian cukup dari Dewan Pers. Dewan Pers hadir dalam
berbagai giat PJI.
Atas petunjuk Dewan Pers pula PJI telah
melaksanakan 6 kali Uji Kompetensi Wartawan bekerjasama dengan Lembaga
Uji yang telah terverifikasi Dewan Pers. Dan bulan depan, 10-12 Desember
2021 PJI akan melaksanakan UKW ke 7 bersama Lembaga UKW UMJ.
Setahu
saya Dewan Pers membela Pers/Jurnalis yang menjalankan tugas secara
proporsional professional sesuai amanat UU Pers dan patuh KEJ. Tak
terbayangkan carut-marutnya dunia Pers Indonesia bila Pers memperlakukan
dirinya bebas merdeka tanpa ada Peraturan Dewan Pers. Dan perlu
dipahami, Dewan Pers bagian dari Pers. Bukan diluar Pers. Bukan
kaki-tangan Pemerintah.
Penulis :
Hartanto Boechori, Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI)
Dipersembahkan untuk Insan Pers Indonesia