SURABAYA - Majelis hakim yang diketuai Suparno menahan Stephanus Setyabudi,
Direktur PT Papan Utama Indonesia yang menjadi terdakwa kasus dugaan
perlindungan konsumen. Korban mengapresiasi keputusan majelis hakim
tersebut. Erick Ibrahim Wijayanto, kuasa hukum
Suryandaru selaku korban dalam kasus ini menilai keputusan majelis hakim
menahan terdakwa sangat tepat.
“Penetapan
penahanan terhadap terdakwa sudah tepat, karena majelis hakim yang
memeriksa perkara ini memiliki kewenangan untuk menahan terdakwa di
persidangan sesuai pasal 20 ayat 3 KUHAP,” ujarnya kepada wartawan,
Kamis (11/11/2021).
Atas penahanan terdakwa, Erick sebagai kuasa hukum korban sangat mengapresiasi majelis hakim yang diketuai Suparno. “Pelapor sangat mengapresiasi keputusan majelis hakim untuk melakukan penahanan rutan terhadap terdakwa,” katanya.
Menurutnya, keputusan yang diambil majelis hakim tersebut tentu telah melalui pertimbangan yang bijak.“Karena
bukan tidak mungkin terdakwa tidak melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti ataupun mengulangi tindak pidana lagi,”
jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut
Erick, korban juga mengapresiasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Willy
Permana yang telah melaksanakan perintah majelis hakim untuk
menjebloskan terdakwa ke tahanan Rutan Polrestabes Surabaya. Karena
sebelumnya oleh JPU, terdakwa hanya dilakukan penahanan rumah.
Saat ditanya bagaimana jika nanti majelis hakim menangguhan status penahanan terhadap terdakwa. “Jika
nanti majelis hakim menangguhkan penahanan terdakwa jelas kami
keberatan. Karena penahanan ini sudah setimpal dengan perbuatan
terdakwa,” tegas Erick.
Seperti diberitakan
sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Suparno memerintahkan agar JPU I
Willy Gede Permana menahan terdakwa Stephanus Setyabudi, Direktur PT
Papan Utama Indonesia. Sebelum masuk proses persidangan, terdakwa
berstatus sebagai tahanan rumah.
Dalam perkara ini, terdakwa
sebagai Direktur dari PT Papan Utama Indonesia mulai mengerjakan proyek
pembangunan kondotel The Eden Kuta di Kuta, Badung, Bali pada 2009.
Setelah masterplan pembangunan siap, kemudian PT Papan Utama Indonesia
mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah disetujui dan
diterbitkan oleh Dinas Cipta Karya pada Desember 2009.
Setelah
IMB terbit, PT Papan Utama Indonesia menggandeng PT Prambanan Dwipaka
untuk proses pembangunan kondotel The Eden Kuta. Pembangunan disesuaikan
dengan masterplan dengan beberapa tipe diantaranya, Deluxe Studio
seluas 30 meter persegi, Executive Studio seluas 45 meter persegi, dan
Suite Room seluas 60 meter persegi. Namun saat terdakwa mempromosikan
penjualan unit kondotel, konsep brosur dibuat seakan-memiliki luas yang
sebenarnya.
Setelah melihat brosur tersebut,
para saksi membeli unit kondotel The Eden Kuta dengan tipe Deluxe
Studio. Namun saat saksi mengukur luas unit kondotel tersebut diketahui
bahwa luas tidak sesuai seperti yang tertera pada brosur yaitu seluas 30
meter persegi. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f jo Pasal 62 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen. (Ban)