SURABAYA - Pelaksaan eksekusi perkara nomer. 24/Eks/2021/PN.Sda perkara.68/pdt.G/2019/Pn.Sda
jo nomer 140/PDT/PDT/2020/PT.Sby jo. nomer 3742 K/Pdt/2020, oleh
Jurusita Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo dengan Pemohon eksekusi Dr.
Erry Dewanto melawan para termohon eksekusi RS. PT. Fatma, dkk, batal
terlaksana dikarenakan tidak ada upaya paksa dari Jurusita.
Dalam
pembacaan putusan itu berbunyi, "menghukum para tergugat untuk
menyerahkan laporan keuangan tergugat I (PT. Fatma) sejak 2010 sampai
2018 yang dibuat oleh akuntan publik eksternal dan atau Independen
kepada Penggugat (Dr.Erry Dewanto).
Seusai
pembacaan eksekusi, Kuasa Hukum dari termohon, Ardean Ardana, meminta
kepada pihak jurusita untuk menunda upaya eksekusi, menurutnya laporan
keuangan PT. Fatma sifatnya rahasia. Atas
permohonan penundaan eksekusi dari pihak termohon. Kepala Panetera PN
Sidoarjo, Suharis, mengatakan Pelaksaan eksekusi itu tanggung jawabnya
adalah ketua pengadilan, "itu kewenangan ketua. Ucapnya.
ia menambahkan mengenai pembatalan eksekusi yang belum dilaksanakan, adalah tanggung jawab Ketua. Petunjuk
pak ketua pada saat itu, hanya menyarankan kepada pak Sambodo, apa yang
terjadi dilapangan untuk dicatat didalam berita acara eksekusi, yang
saya dengar seperti itu. Akan tetapi menurut
Suharis, tanggung jawab pelaksanaannya itu semuanya ada dipimpinan,
disini adalah ketua Pengadilan, Jadi langkah selanjutnya seperti
apa.Jelasnya. Rabu (27/10/2021).
Terpisah Kuasa hukum Pemohon Nurhadi, SH. Tidak
terlalu mempersoalkan, meskipun dengan adanya penolakan yang menurut
saya mereka sepertinya merasa diatas angin karena tidak ada upaya paksa
yang dilakukan jurusita PN sidoarjo, akan tetapi secara hukum dengan
adanya penolakan itu tidak serta merta membatalkan Dr. Erry kembali
selaku pemegang saham dan kembali menjabat selaku Komisaris dan salah
satu kewenangannya adalah sebagai pengawas.
Ia mengatakan, terkait dengan pemegang sahamnya, Dr. Erry secara hukum adalah salah satu pemilik dengan saham mayoritas. Mengenai masalah aset atau kekayaan PT. Fatma, yang bidang usahanya adalah salah satunya rumah sakit mata fatma. "Dikatakan rumah sakit mata PT. Fatma itu tidak ada bidang usaha lain. Jadi alur keuangan sebenarnya sudah jelas.
Kalau
kita bicara soal laporan keuangan sebenarnya tidak ribet menurut saya,
tinggal akuntan publik dipanggil untuk meng audit, namun hal itu tidak
dilakukan. Pertanyaannya ada apa sekarang?,
"silahkan saja berbuat apapun yang jelas secara hukum saat ini Dr. Erry
tetap kembali kepada, PT. Fatma, selaku Komisaris dan pemegang saham itu
sudah tidak bisa dibatalkan.
Menurutnya,
meskipun ada penolakan atau tidak memberikan laporan pertanggung jawaban
karena substansi dari gugatan kita adalah membatalkan Akta 95 yang
disitu adalah mengeluarkan Dr. Erry sebagai pemegang saham dan
memberhentikan Dr. Erry, itu cacat hukum.
Kalau persoalan masalah laporan keuangan itu hanya tuntutan sampingan. "Tuntutan
pokoknya adalah membatalkan Akta 95 dan oleh pengadilan sudah
dibatalkan, sehingga dengan begitu sudah tertutup upaya hukum bagi
termohon eksekusi untuk melakukan bagaimana mengembalikan akta 95
seperti semula, karena sekarang sudah dibatalkan lantaran dianggap cacat
hukum. (Ban)