SURABAYA – Sri Hartati datang ke Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya untuk menjadi saksi fakta pada kasus dugaan
penipuan dengan modus pembebasan lahan Osowilangun senilai Rp 48,9
miliar dengan terdakwa Lily Yunita. Sri Hartati adalah pegawai dari
korban Lily Yunita yakni Lianawati Setyo.
Dalam
keterangannya, saksi Sri Hartati dengan blak-blakan mengatakan bahwa
dirinya mengetahui adanya kerjasama pembebasan lahan antara terdakwa
Lily dan Lianawati. Sebab, setiap kali Lianawati menyerahkan uang ke
terdakwa Lily Yunita dia yang mencatatnya.
“Setahu
saya, Bu Liana ada kerjasama dengan Bu Lily untuk pembebasan lahan
tanah atas nama H Djabar Nomor pendaftaran Huruf C. 397 Desa
Osowilangon, Kecamatan Tandes. Intinya sesuai catatan uang yang sudah
dikeluarkan Bu Liana senilai Rp 66 miliar. Dan sisanya yang belum
dikembalikan senilai Rp 48,9 miliar,” kata saksi di Pengadilan Negeri
Surabaya, Selasa (31/8/2021).
Usai persidangan,
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Basuki saat dikonfrimasi mengatakan
bahwa kasus antara terdakwa Lily Yunita dengan Lianawati Setyo bukan
hutang piutang, melainkan bisnis. “Kalau yang
ada di BAP itu bisnis. Kalau di fakta sidang kita masih belum tau. Kalau
kerjasama uangnya modalnya terdakwa berapa, uangnya korban berapa?.
Tapi yang pasti uang senilai Rp 48, 9 M itu uangnya korban.
Ditanya
terkait saksi kunci Rahmat Santoso, jaksa Hari Basuki berjanji sekuat
tenaga akan menghadirkan Wakil Bupati Blitar tersebut ke persidangan. “Kami
sudah memanggil hari ini melalui surat, tapi beliau tidak bisa. Dengan
alasan, beliau menjadi Kasatgas Covid-19 Kabupaten Blitar,” jawabnya.
Meski,
jawaban Kasatgas Covid untuk Rahmat Santoso juga sudah diberikan dari
Gubernur, namun tandas Jaksa Hari pihaknya tetap akan terus memanggil
Rahmat. “Kami tetap memanggil dia,” tandasnya.”
Pada
persidangan sebelumnya, dihadapan mejelis hakim yang diketuai Erentua
Damanik, Lianawati Setyo menceritakan awalnya terdakwa menawarkan kerja
sama pembebasan tanah atau lahan atas nama H Djabar Nomor pendaftaran
Huruf C. 397 Desa Osowilangon, Kecamatan Tandes. “Lily
cerita ada kerjaan pembebasan lahan milik H Jabar seluas 9,8 hektar.
Bentuknya masih petok. Lalu saya diajak kerja sama investasi,” kata
korban.
Ditambahkan Liana, terdakwa mengaku
bekerja sama dengan Rahmat yang sekarang menjabat Wakil Bupati Blitar.
Dimana Rahmat yang mengurus pembebasan lahan hingga proses pengurusan
sertifikat sampai ke Jakarta. “Waktu saya mau
lihat tanahnya, katanya gak bisa. Cuma dikasih tahu foto-fotonya. Terus
saya mau ketemu pak Rahmat dan minta nomer teleponnya ga dikasih,” kata
sambil menangis.
Menurut pengakuan terdakwa,
kata Liana, tanah tersebut dibeli dengan harga Rp 800 ribu. Untuk biaya
termasuk pengurusan menjadi sertifikat sekitar Rp 2 juta. “Lily
juga bilang kalau tanah itu sudah ada pembelinya yaitu H Sam. Katanya H
Sam berani beli Rp 3,5 juta. Nanti pembagiannya keuntungannya, Pak
Rahmat Rp 1 juta dan Lily Rp 500 ribu. Dan saya dikasih bagian Lily Rp
150 ribu permeternya,” terangnya.
Liana mengaku setelah memberikan uang tersebut, dirinya membuat perjanjian dibawah tangan. “Memang saya yang membuatnya. Tetapi atas persetujuan Lily,” ujarnya.
Lebih
lanjut, setelah mentransfer beberapa kali, Liana ngotot ingin bertemu
dengan Rahmat. Akhirnya, pertemuan terjadi di Pakuwon Trade Center (PTC)
sekitar pukul 19.00 pada 11 November 2020. “Pak Rahmat waktu ketemu bilang surat dalam pengurusan,” ucapnya
Saat
ditanya oleh salah satu penasihat hukum (PH) terdakwa terkait adakah
jaminan yang diberikan Lily kepadanya dan atas nama cek tersebut, Liana
menjelaskan atas nama Dosun, toko roti milik terdakwa. “Atas
namanya cek itu Dosun. Yang memberikan Lidya, adiknya. Setelah saya
terima, Lily telepon saya terus. Minta ditransfer. Jaminannya ada BPKB
sepeda motor dan mobil,” jelasnya. (Ban)