SURABAYA - Nurhadi hanya punya niat untuk mewawancarai Angin Prayitno Aji saat
datang bersama temannya, M. Fachmi ke resepsi pernikahan anak Angin di
Gedung Samudera Bumimoro (GSB) pada Sabtu (27/3) petang. Wawancara itu
bagian dari proses peliputan untuk pemberitaan Angin yang berstatus
tersangka dugaan korupsi di KPK.
Nurhadi
menyatakan, kedatangannya ke gedung tersebut juga atas perintah redaktur
Majalah Tempo di Jakarta. Sebab, sejak ditetapkan sebagai tersangka,
Angin tidak pernah muncul di media. Jurnalis di Jakarta juga gagal
mewawancarainya. Wawancara terhadap Angin penting dilakukan agar
pemberitaannya berimbang sebagaimana kode etik jurnalistik.
"Kami
berusaha mewawancarai (Angin) sebagai bentuk cover both side
(keberimbangan berita). Rencananya, saya akan doorstop. Dia saya
wawancara ketika keluar gedung. List pertanyaan sudah disiapkan," kata
Nurhadi saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di
Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (29/9).
Nurhadi
mengajak Fachmi untuk mendokumentasikan video saat dia mewawancarai
Angin. Keduanya yang sempat ditolak masuk ke dalam gedung akhirnya bisa
masuk melalui pintu selatan. "Saya masuk untuk memastikan posisinya
(Angin) apa benar di dalam. Dia ada di atas pelaminan. Saya foto untuk
laporan ke redaktur kalau saya sudah di lokasi," ucapnya.
Namun,
dua orang panita resepsi mengetahuinya sedang memfoto Angin. Kedua
orang itu membuntutinya dan menginterogasinya. Nurhadi mengaku sebagai
jurnalis Tempo. Dia dibawa paksa keluar sambil dipiting. "Ada intimidasi
dan perampasan HP," katanya.
Setelah itu, dia
dimasukkan ke mobil Patroli untuk dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung
Perak. Namun, mobil itu putar balik ke gedung. "Di belakang gedung saya
diturunin mobil langsung dikeroyok sekitar 15 orang pakai jas dan celana
hitam. Saya dipukul, dicekik, ditonjok, ditendang. Kondisinya gelap.
Saya tidak tahu siapa saja mereka," tuturnya.
Nurhadi
lalu dibawa ke ruang ganti pakaian. Di sana dia diminta memanggil
temannya, Fachmi. Di ruangan itu dia dianiaya selama dua jam. Dua di
antara penganiaya itu terdakwa Purwanto dan Firman. Di situ, terdakwa
Firman memaksanya membuka kata sandi handphone. Nurhadi sempat menolak. "Saya
dipukul pipi, pelipis, kepala belakang sama Firman dan Purwanto juga.
Dipukul berkali-kali. Purwanto juga menampar saya," katanya.
Nurhadi
yang sudah kesakitan terpaksa membuka kata sandi handphone. Di ruangan
itu juga ada Heru, teman kedua terdakwa yang juga ikut menganiaya. Semua
data di handphone Nurhadi dirusak. Kartu selulernya dipatahkan. Mereka
juga berusaha meretas email-nya. "Firman sama
Purwanto taruh kresek di kepala saya dan taruh gulungan kabel di leher
saya. Heru sempat bawa pipa besi diletakkan di kepala saya," ujarnya.
Sementara
itu, pengacara kedua terdakwa, Joko Cahyono tidak menampik bahwa kedua
kliennya menganiaya di ruang ganti selama dua jam. Hanya saja, kesaksian
korban masih harus dicocokkan dengan keterangan saksi-saksi lain. Joko
memilih menunggu fakta persidangan selanjutnya. "Tapi,
jelas keadaan mereda setelah dua orang ini (terdakwa) mengambil
tindakan-tindakan persuasif kepolisian. Perkara memukul atau tidak nanti
sama-sama kita lihat fakta persidangan," kata Joko. (Ban)