SURABAYA - Salah satu pegawai kantor jasa hukum Samudra & Co diketahui
menerima aliran dana dari Lily Yunita, terdakwa kasus penipuan investasi
Pengurusan lahan senilai Rp. 68 miliar.
Informasi
itu diungkap salah satu pegawai Samudra & co Ismi Maya Dewanti
sewaktu ia dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya, Jumat (17/9/2021).
Ismi
dalam persidangan Mengaku kenal dengan Lily sejak 2019 karena sering
mondar mandir di kantor jasa hukum Samudra & co milik Rahmat
Santoso. Ia bahkan sempat menerima transfer dari Lily sebesar Rp. 25
juta rupiah.
Aliran uang dari Lily itu diakui
Ismi merupakan uang kerjasama bisnis antara dia dengan Lily. Salah
satunya digunakan untuk membayar kekurangan jasa fotografer kepada Eko
Febri, senilai Rp. 2 juta rupiah.
“Terima 25
juta dari Lily, salah satunya digunakan untuk pelunasan biaya
fotografer.”kata Ismi, di ruang Sidang PN Surabaya, Jumat.
Selain
itu, ia juga pernah mendpat transfer dana dari Lily sebesar 11 juta,
yang diakuinya untuk pengurusan pembuatan badan hukum PT (Perseroan
Terbatas) milik saudara Lily.
“Pengurusan surat adiknya Bu Lily, untuk pembuatan PT ,”kata Ismi.
Dibeberkan
Ismi, Selama mondar mandir di kantor Samudra & co Lily sering
menemui Rahmat Santoso, yang saat ini menjabat Wakil Bupati
Blitar.”Nemui bos saya, pak Rahmat,”ungkapnya.
Dicatutnya
nama Rahmat Santoso ini berawal dari kasus kerjasama pembebasan lahan
lahan seluas 9,8 Hektar antara Lianawati dan terdakwa Lily Yunita.
Lahan
yang dimaksud berada di Osowilangon, Kecamatan Tandes, Surabaya. Lily
telah mempertemukan Liana dengan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso,
yang diklaim merupakan pemilik lahan.
Pertemuan
antara Liliy, Liana dan Rahmat dilakukan di Pakuwon Trade Center (PTC)
11 November 2020. Ketiganya sepakat bekerjasama mengurus legalitas objek
agar segera dapat dijual belikan, karena lahan itu masih dalam proses
sengketa.
Terdakwa Lily Yunita dalam kerjasama
itu memastikan akan memberikan keuntungan 150 ribu per meter pada
Lianawati, apa bila dia bisa membiayai pengurusan tanah.
Lianawati
dalam persidangan sebelumnya menerangkan, tanah tersebut menurut Liliy
sudah ada yang mau membeli yaitu H. Sam Banjarmasin dengan harga Rp. 3,5
juta permeter. Namun hal itu diketahui hanya klaim sepihak dari Lily
Yunita.
Tergiur dengan tawaran Lily, Lianawati akhirnya membiayai pengurusan lahan itu hingga menggelontorkan uang mencapai 68 miliar.
Dana
sebesar itu diklaim akan digunakan mengurus surat-surat tanah di
Jakarta melalui perantara Rahmat Santoso. Liliy dan Liana juga telah
bersepakat membagi potensi keuntungan yang didapatkan.
“Nanti
pembagiannya keuntungannya, Pak Rahmat Rp 1 juta dan Lily Rp 500 ribu.
Dan saya dikasih bagian Lily Rp 150 ribu permeternya,” kata Liana dalam
persidangan sebelumnya.
Kerjasama pembebasan
lahan itupun berakhir dramatis. Liliy oleh Lianawati dilaporkan ke
Polisi karena dinilai telah menipunya. Laporan Lianawati dinyatakan P21
oleh jaksa hingga bergulir ke ranah pemeriksaan pengadilan.
Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Rahmat Hari Basuki menjerat Liliy dengan dakwaan
pasal berlapis, diantaranya pasal 378 tentang penipuan sebagai dakwaan
kesatu, kemudian pasal 372 KUHP untuk dakwaan kedua.
Selain
itu, JPU juga mendakwa Lily Yunita dengan pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(Ban)