SURABAYA - Persidangan
lanjutan Kasus penipuan bermodus Property Syariah kembali bergulir di
Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (6/9). Terdakwa
Dadang Hidayat dalam persidangan mengakui, dia memperjual belikan
Property berupa Smart Kost tanpa memiliki alas hak kepemilikan yang sah.
Smart
Kost yang diperjual belikan Dadang itu berada di dua lokasi, yakni di
Mulyorejo dan Mulyosari, Surabaya. Keduanya hingga saat ini tidak ada
aktivitas pembangunan. Direktur Utama PT Indo
Tata Graha (ITG) itu juga mengaku baru sebatas melakukan Pembayaran DP
pada pemilik lahan. Namun, ia sudah berani memperjual belikan lahan
kepada konsumen dengan model perjanjian Syariah, Akad Istishna maupun
Akad Salam.
Dadang berlasan, berani memasarkan
karena dijanjikan oleh seorang advokat yang ia sebut sebagai kuasa hukum
pemilik tanah. Pengacara tersebut, menurut Dadang menjanjikan
kepengurusan semua legalitas lahan. "Karena
memang proses pengurusan dokumen yang kami harapkan selesai dijanjikan
Bu Cristin, selaku pengacara pemilik tanah ternyata tidak berjalan
lancar, sehingga progres pembanguan kami terbengkalai" Ungkap Dadang,
pada ketua Majelis Hakim Maper, Senin.
Menimpali pengakuan Dadang, Hakim Maper kembali menyoal legalitas lahan yang diperjualbelikan oleh PT. ITG. "Apakah saudara sudah ada penyerahan hak dari pemilik? ," Tanya hakim.
"Seharusnya saudara memiliki alas hak dulu, baru memasarkan (jual beli property)," tegas hakim Maper.
Mengutip
surat dakwaan Jaksa, PT Indo Tata Graha (ITG) pada 2018 memasarkan
produk Smart Kost melalui media online dan menggelar pameran property di
gedung Jatim Expo. Dari pemasaran iklan itu,
korban Kesti Irawati (PNS), tertarik dan berniat membeli melalui salah
seorang tenaga pemasaran PT ITG, Nur Aziza.
Pihak
PT ITG mengaku memiliki keunggulan dalam property yang diperjual
belikan, salah satunya proses pembayarannya menggunakan sistem syariah
dan juga kelengkapan/keabsahan dokumen objek yang diperjualbelikan.
Tertarik dengan hal itu maka Kesti memutuskan untuk membeli 2 (dua) unit smart kost yang dipasarkan ITG. Untuk
dua unit Smart Kost itu, Kesti kemudian mentransfer sejumlah uang pada
PT ITG mencapai Rp 2.138.000.000,00 (dua miliar seratus tiga puluh
delapan juta rupiah).
Naas, objek lahan yang
dijanjikan pihak ITG ternyata bermasalah dan hingga saat ini masih
berupa lahan kosong tanpa aktivitas bangunan apapun. Kesti
Irawati kemudian melakukan pembatalan pada 27 April 2020. Hal itu ia
lakukan karena lahan masih dalam sengketa dan legalitas lahan yang
diperjualbelikan oleh Dadang belum jelas status hak kepemilikan-nya.
Bukan hanya Kesti, beberapa waktu lalu, kantor ITG juga digeruduk oleh ratusan konsumen yang merasa dirugikan. Dalam kasus ini, Jaksa menjerat Dadang menggunakan dakwaan pasal 372 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan. (Ban)