SURABAYA - Suasana haru menyelimuti ruang sidang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ini terjadi saat bocah berusia delapan tahun berinisial AP, menjadi saksi di depan majelis hakim diketuai Martin Ginting. Pada sidang lanjutan Rabu (18/8/2021), AP anak Elok Anggraini Setiawati dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Christina. Elok adalah korban penganiayaan yang diduga dilakukan terdakwa, Advokat Firdaus Fairus. Saat korban bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Saksi Elok Anggraini korban aku kekerasan terdakwa Advokat Firdaus Farius. Dengan
lugunya, AP yang datang bersama Ibunya (Elok Anggraini), menceritakan
kekerasan yang ada di depan matanya. Kekerasan itu dilakukan terdakwa
terhadap ibunya. Perempuan yang bertaruh nyawa saat melahirkannya. Saksi
AP dengan lugunya mengaku sering menyaksikan penganiayaan yang dialami
ibunya. Perempuan yang bertaruh nyawa saat melahirkannya.
Meski
sering melihat perlakuan kasar terdakwa yang advokat itu, AP yang
berambut ikal itu tak bisa berbuat apa-apa. Dia pernah diancam oleh
terdakwa. “Saya tidak berani bantu ibu. Saya
pernah dimarahi tante (terdakwa Firdaus) karena bantu ibu saat ibu
dimarahi tante. Jadi, saya hanya diam saja. Cuman sekali tante marah ke
saya,” kata AP menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Martin Ginting.
Bahkan
AP tidak hanya pernah dimarahi dan mendapat ancaman. Dia juga disuruh
terdakwa untuk memanggil ibunya hanya dengan sebutan namanya saja. “Ibu saya panggil Anggra. Tante yang suruh. Tidak tahu kapan mulai disuruh manggil seperti itu,” ungkap anak kecil itu.
Dia
juga bercerita dirinya melihat ibunya dipukuli terdakwa di kamar mandi.
Terdakwa memukuli menggunakan pipa paralon, juga selang. Dia juga
pernah melihat perempuan yang disayangi itu disuruh menyiram tanaman di
belakang rumah, tanpa menggunakan pakaian.
“Saya
cuman bisa melihat. Tapi, saya tidak bisa membantu. Saya takut dimarahi
tante. Tidak semua kekerasan itu saya lihat. Ada juga yang saya tidak
lihat. Ibu kadang dipukul menggunakan selang. Kadang juga menggunakan
sapu,” kata pelan.
Sementara itu AP juga
bercerita soal makan. Dikatakan, Ibunya makan terakhir setelah terdakwa
selesai makan. Bahkan, terdakwa sering tidak memperbolehkan Elok untuk
makan. “Tante sering melarang ibu makan. Kalau ada makanan sisa, tante langsung suruh buang. Jadi, ibu tidak makan,” kata AP.
Sedangkan
Elok Anggraini ketika diperiksa sebagai saksi korban mengatakan, dia
mulai kerja di tempat terdakwa sejak April 2020. Dijanjikan gaji sebesar
Rp 1,5 juta per bulan. Tapi selama bekerja, tidak pernah mendapatkan
gaji yang dijanjikan.
“Saya
sudah pernah mencoba menanyakan gaji saya. Tapi, Bu Fairus hanya diam
saja. Setelah itu, saya hanya bekerja saja, tidak bertanya lagi. Saya
pernah pinjam uang ke Bu Fairus, dua kali. Pertama, Rp 400 ribu, lalu Rp
600 ribu,” kata Elok.
Penganiayaan yang
dialami Elok terjadi pertama kali Agustus 2020. Saat itu, dia tidak
sengaja menumpahkan sabun cair di kamar mandi. Semenjak itu, terdakwa
mulai ringan tangan kepada Elok. Bahkan, setiap pekerjaan yang dilakukan
ART (Asisten Rumah Tangga) ini dianggap salah di mata terdakwa.
“Saat
itu saya disuruh untuk membersihkan kamar mandi di atas (lantai dua).
Setelah itu, tak sengaja saya menumpahkan sabun cair. Saat itu, saudari
Fairus langsung mengambil sower. Lalu memukulkan ke kepala saya. Dia
marah, karena katanya harganya mahal,” jelas Elok.
Setiap
hari, terdakwa pasti memukuli Elok. Terdakwa Firdaus terkadang
memukulnya menggunakan tangan kosong. Kadang juga menggunakan alat.
Tidak jarang tendangan mendarat di tubuhnya. “Kalau
tangan kosong biasanya di bagian muka. Kalau kakinya biasanya diarahkan
ke kaki saya. Tapi, kalau alat, pasti dipunggung,” cerita Elok.
Penyiksaan
itu tidak hanya pukulan. Setrika panas pun pernah diletakkan ke tangan
dan kaki kirinya. “Saya waktu itu lagi nyetrika baju. Tiba-tiba, saudari
Fairus masuk. Terus mengambil setrika lalu ditempelkan ke tangan dan
kaki saya,” katanya.
Bahkan, kotoran kucing
pernah dicampur dengan nasinya. Kemudian terdakwa menyuapi kotoran itu
ke Elok. Memaksa ART ini untuk memakan nasi yang bercampur dengan
kotoran hewan itu. “Memang saya waktu menyapu
tidak melihat ada kotoran kucing di bawah kolong. Kotoran itu dilihat
oleh terdakwa. Dia langsung mengambil lalu menyuapi ke saya. Tiga suapan
dia berikan. Tapi saya tidak telan. Saya simpan saja di mulut. Lalu
saya buang,” ucap dia.
Elok terakhir bekerja
pada Mei 2021. Sebab, terdakwa melihat dia sudah tidak lagi bisa
bekerja. Lantas, terdakwa mengantarkan Elok ke Lingkungan Pondok Sosial
(Liponsos). “Saya kondisinya sudah tidak bisa jalan. Karena kaki saya
bengkak. Badan saya sudah kurus,” kata Elok. (Ban)