SURABAYA - Hakim Pengadilan Negeri (PN)
Surabaya yang memeriksa dan menyidangkan gugatan perdata Nomor
28/Pdt.G.S/2021/PN.Sby diadukan ke Mahkamah Agung (Ma) dan Komisi
Yudisial (KY).. Laporan tersebut dilakukan
Alvianto Wijaya, Warga Surabaya terkait dugaan sidang rekayasa yang
dilakukan hakim pemeriksa perkara, Dewi Iswani.
Dijelaskan
Alvianto, dalam pengaduannya itu, Ia meminta kepastian hukum atas
bocornya putusan gugatan yang diajukan nya. Bocornya putusan itu termuat
dalam relass putusan melalui emailnya pada Jum'at (15/2).
"Saat
itu memang belum sidang, jadwal sidangnya Hari Senin, tanggal 14 Juni
dan ditunda karena tergugat tidak hadir. Tapi esok harinya, tanggal 15
Juni saya dapat email relass putusan," jelas Alvianto pada wartawan,
Kamis (24/6).
Setelah membuka email tersebut,
Alvianto mengaku kaget lantaran gugatan yang belum pernah diperiksa di
persidangan sudah keluar putusan, yang menyatakan gugatannya gugur. "Tanggal 16 Juni saya konfirmasi ke Panitera tapi tidak direspon," ungkapnya.
Seiring
waktu, masih Alvianto, hakim Dewi Iswani mencabut putusan tersebut yang
disampaikan dalam persidangan pada Rabu (23/6), dengan dalih salah
menginpunt data. "Alasannya tidak logika,
kalau upload dengan perkara lain, tapi isi dalam putusan yang sudah
dimuat di e- Court Mahkamah Agung menyebut dengan jelas dan tegas nomor
perkara gugatan saya," ungkap Alvianto.
Pencabutan
putusan itu, kata Alvianto, seharusnya dilakukan oleh institusi bukan
pribadi hakim, mengingat putusan yang telah dipublikasikan melalui
e-Court itu merupakan produk hukum Mahkamah Agung. Untuk itulah, Alvianto berharap agar hakim pemeriksa perkara diganti karena diduga sudah tidak netral lagi.
"Demi
kepastian hukum dan keadilan, saya berharap hakim pemeriksa perkaranya
diganti dan persidangan pemeriksaan perkara ditangguhkan dulu sampai
adanya pergantian hakim," harapnya.
Dipaparkan
Alvianto, gugatan itu dilakukan lantaran adanya wanprestasi dari Kenny
Harsojo (tergugat) atas perjanjian sewa ruko yang dituangkan dalam Pasal
12 Akta Notaris Ervan Santoso Nomor 5 tertanggal 25 Februari 2020. "Sewanya
setahun 80 juta, dengan jaminan apabila ada kerusakan maka harus
diperbaiki oleh pihak penyewa. Karena itu ada uang jaminan ke saya
sebesar 15 juta," paparnya.
Namun usai masa
sewanya habis, kata Alvianto, kondisi rukonya terdapat beberapa
kerusakan, diantaranya bagian plafon, kamar mandi dan lantai serta pada
bagian dinding. "Saya sudah berusaha
memberitahu ke pihak tergugat tapi tidak di respon dan malah saya
dilaporkan ke Polrestabes, dituding menggelapkan uang jaminan itu,"
tandasnya.
Sementara Humas Pengadilan Negeri
Surabaya, Martin Ginting mengatakan, pengaduan tersebut merupakan hak
dari masyarakat yang merasa dirugikan. "Setiap orang yang merasa dirugikan sah-sah saja melaporkan," pungkasnya
Terkait adanya putusan bocor, Martin mengaku telah melakukan konfirmasi ke hakim Dewi Iswani dan hasilnya, belum ada putusan. "Sudah
saya klarifikasi ke hakim pemeriksa perkaranya dan hakim yang
bersangkutan tidak merasa memutus perkara tersebut," terangnya.
Konflik adanya putusan dalam e-Court tersebut, masih Ginting, merupakan kesalahan yang dilakukan juru sita."Salah
input atau salah ketik oleh juru sita dan pihak juru sita sudah
klarifikasi melalui surat ralat pemberitahuan isi penetapan. Jadi, hakim
tidak tau masalah tersebut," tandasnya. (Ban)