Seorang ibu rumah tangga, tampak meneteskan air matanya di hadapan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Kala itu, warga Wonosari Lor, Kelurahan Wonokusumo, Kecamatan Semampir ini, mengadu masalah kartu BPJS Kesehatan yang didapat dari perusahaan tempat suaminya bekerja.
Dengan meneteskan air mata, ibu rumah tangga berkerudung merah itu mengaku, bahwa BPJS Kesehatan yang didapat dari perusahaan suaminya, rupanya tidak pernah dibayarkan. Ini diketahui ketika warga tersebut akan menggunakan kartu BPJS Kesehatan untuk mengcover biaya pengobatan kanker di rumah sakit.
"Tadi ada seorang ibu yang menyampaikan (BPJSnya) tidak pernah dibayar lagi oleh perusahaannya. Sehingga BPJS-nya ini tidak aktif, ketika akan dihidupkan kembali tidak bisa. Bahkan, sampai membayar sendiri pun BPJS tidak bisa," kata Wali Kota Eri saat berkantor di Kelurahan Wonokusumo, Kecamatan Semampir, Surabaya, Kamis (27/5/2021).
Bagi Wali Kota Eri, permasalahan ini tentunya menjadi evaluasi bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Pasalnya, di Surabaya masih saja ada perusahaan yang belum memberikan kepastian kesehatan bagi karyawannya. Padahal, dalam Undang-undang (UU) tenaga kerja, setiap perusahaan wajib memberikan jaminan kesehatan untuk karyawannya. Terlebih, dalam UU itu juga diatur bahwa yang dicover BPJS Kesehatan adalah istri beserta ketiga anaknya.
"Ini akan kita koordinasikan langsung berhubungan dengan BPJS Surabaya untuk mengcover yang tadi sakit kanker. Sehingga tetap ada pengobatan, tapi kami tetap akan panggil perusahaan jangan sampai ini menjadi contoh buruk, bahwa perusahaan tetap buka tapi tidak mengcover kesehatan pegawainya," tegas dia.
Menurut dia, preseden buruk ini tidaklah sesuai dengan UU tenaga kerja dan filosofi yang selama ini diinginkan setiap pemimpin. Makanya, ia menyatakan, ke depan bakal memasifkan sosialisasi kepada setiap perusahaan di Surabaya terkait sanksi yang bisa dikenakan bagi mereka yang tidak memberikan kepastian kesehatan kepada karyawannya.
"Ini menjadi PR kita, Insya Allah segera harus kita selesaikan. Karena itu kita harus ada peningkatan sosialisasi kepada perusahaan, sanksinya apa kalau tidak bayar (BPJS Kesehatan) pegawainya," tuturnya.
Saat berkantor di kelurahan tersebut, orang nomor satu di lingkup Pemkot Surabaya ini juga menerima beberapa pengaduan yang disampaikan langsung oleh warga. Pertama adalah pengaduan masalah status tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang telah dihuni salah satu warga selama puluhan tahun. Wali Kota Eri mengaku, bahwa warga tersebut meminta bantuannya agar dicarikan solusi terkait masalah itu.
"Warga sudah beberapa tahun tinggal di sini, plakatnya (PT KAI) baru muncul di tahun 2011. Nah, ini hampir sama dengan surat ijo yang sudah masuk ke aset. Kalau sudah masuk ke aset pemerintah, maka memang tidak mudah untuk menarik atau mengeluarkan dari aset pemerintah," kata Wali Kota Eri.
Meski demikian, Wali Kota Eri menyatakan, bakal mengkoordinasikan dahulu permasalahan tanah ini dengan pemerintah pusat. Di sisi lain, ia juga memastikan bakal mencarikan solusi terbaik dalam penyelesaian masalah ini, terutama berkaitan dengan hukumnya. "Jadi Insya Allah nanti segera saya koordinasikan dengan semuanya, termasuk Pak Menteri (Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional)," terangnya.
Selain pengaduan masalah tanah, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga mendapat laporan dari warganya mengenai program Kotaku. Warga tersebut mengaku bahwa ada anggaran Rp38 miliar dalam program Kotaku namun belum bisa dijalankan. Hal itu terkendala lantaran belum adanya pendampingan yang turun dari Pemkot Surabaya.
"Sebenarnya pembangunan di Surabaya Utara menjadi prioritas pemkot. Bagaimana menyelesaikan kumuh, bagaimana menciptakan lingkungan yang nyaman. Sehingga ini kita juga koordinasikan. Kalau ini bisa diturunkan pendampingannya, bisa kita lakukan langsung pembangunan," ungkap dia.
Namun, Wali Kota Eri menyebut, karena nilainya mencapai Rp38 miliar, maka secara otomatis pekerjaannya harus dilakukan melalui proses lelang. Tentunya proses lelang ini juga membutuhkan waktu yang tidak cepat sebelum masuk ke proses pengerjaan.
"Makanya kita lihat lagi, apa memang betul dari yang disampaikan oleh teman-teman kotaku ini. Atau memang sudah ada yang turun tapi belum siap dilaksanakan karena perencanaan belum ada," pungkasnya. (Ham)