SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan B Arianto dari Kejati Jatim mengatakan bahwa nota pembelaan yang disusun oleh tim Penasehat Hukum (PH) Christian Halim, terdakwa perkara dugaan penipuan pembangunan infrastruktur penunjang tambang, merupakan susunan opini yang sengaja ditata oleh mereka guna membela kliennya.
"Rangkaian opini-opini
tim PH terdakwa yang dituangkan dalam nota pledoinya, sama sekali tidak
ada kaitannya dengan yuridis pada penanganan pokok perkara ini. Tentunya
kita menolak seluruh dalil opini mereka. Terlalu banyak imbuhan maupun
aksesoris yang disampaikan bersifat non yuridis dalam sidang tadi," ujar
Novan saat dikonfirmasi usai sidang, Senin (19/4/2021).
Kendati demikian, Novan mengatakan bahwa hal itu merupakan hak tim PH maupun terdakwa. "Sah-sah
saja, semua bentuk pembelaan tujuannya untuk memperingan hukuman
terdakwa. Rangkaian dari aksesoris tadi sengaja mereka susun untuk
menggiring opini, membuat pencitraan seolah-olah terdakwa tampak sebagai
korban dalam kasus ini. Tapi tentunya kita ketahui bersama, bahwa dalam
fakta persidangan sudah terungkap hal-hal apa saja yang telah diperbuat
terdakwa sehingga berujung ke ranah hukum," beber Novan.
Terdakwa
Christian Halim kembali dihadirkan dalam sidang yang digelar secara
daring di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin
(19/4/2021). Dalam nota pembelaannya, tim
penasehat hukum (PH) terdakwa menyatakan bahwa perkara ini berawal dari
penawaran yang diajukan oleh pelapor cs.
"Polemik
pembangunan infrastruktur penunjang penambangan ini terjadi akibat
dampak dari adanya kerjasama kegiatan penambangan yang sebelumnya
dijalin antar pihak, yaitu antara PT CIM dan PT MPM," ujar salah satu
tim PH terdakwa.
Tim PH mengakui, soal
pembangunan infrastruktur tanpa adanya kontrak tertulis, hanya adanya
Rencana Anggaran Biaya (RAB) senilai Rp20,5 miliar dan tidak ada grand
desain sebelumnya.
Mereka juga mengakui bahwa
kewajiban pekerjaan terdakwa belum terselesaikan, seperti pembangunan
kantor, Jetty (dermaga khusus), maupun beberapa jenis pekerjaan lainnya,
dikarenakan adanya penghentian pekerjaan.
Adanya kelebihan bayar sebesar Rp9,3 miliar yang menurut perhitungan ahli ITS merupakan hanya bentuk estimasi saja. "Hasil perhitungan appraisal selalu berbentuk estimasi. Untuk itu, hasil perhitungan (ahli) patut dipertanyakan," ujar tim PH.
Bahkan,
terdakwa mengaku mengalami kerugian atas proyek ini. Ia mengaku
berdasarkan perhitungan tim auditornya, pada proyek infrastruktur
tersebut, terdakwa sudah mengeluarkan biaya sebesar Rp21,2 miliar.
Terkait
pengakuan terdakwa sebagai kerabat Hance Wongkar sehingga korban
tertarik mengajak kerjasama bisnis. Menurut tim PH, jaksa memiliki
kewajiban untuk membuktikan hal itu. "Hingga saat ini tidak jelas. Dalam
persidangan terdakwa tidak pernah mengatakan bahwa Hance Wongkar selaku
kerabatnya," beber tim PH.
Seperti yang
tertuang dalam dakwaan, terdakwa Christian Halim menyanggupi melakukan
pekerjaan penambangan biji nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda
Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.
Kepada
pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih,
terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000
matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur
yang membutuhkan dana sekitar Rp20,5 miliar.
Terdakwa
mengaku sebagai keluarga dari Hance Wongkar kontraktor alat berat di
Sulawesi Tengah yang akan membantu menyediakan alat berat apabila
penambangan berjalan. Padahal, masih menurut dakwaan, belakangan
diketahui terdakwa tidak memiliki hubungan dengan orang tersebut.
Dana
sebesar Rp20,5 miliar yang diminta terdakwa telah dikucurkan. Namun
janji tinggal janji, terdakwa tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Bahkan
menurut perhitungan ahli ITS, terdapat selisih anggaran sebesar Rp9,3
miliar terhadap hasil proyek yang dikerjakan terdakwa.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. (Ban)