SURABAYA - Sidang lanjutan Perkara Akta
Autentik atas terdakwa Ariel Topan Tubagus, kembali digelar di
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (10/03/2021), beragendakan
mendengarkan keterangan ahli pidana.
Dihadapan
Majelis hakim yang diketuai Parno, Prof.Dr. Nur Basuki Minarno, Ahli
Pidana dari Universitas Airlangga itu menjelaskan, penggunaan pasal 263
tentunya ada yang dirugikan, pelapor melaporkan seseorang tentunya
pelapor merasa dirugikan, Katanya.
Ditanya Oleh
Kuasa Hukum terdakwa, Fahmi Bahmid, mengenai persoalan unsur pasal 263,
akibat hukumnya terhadap seseorang seperti apa.
Apakah
unsur dari pasal itu, contoh saya melaporkan, sesorang tapi saya tidak
dirugikan justru saya diuntungkan dengan saya menggunakan surat
tersebut, untuk mengambil kredit di bank, makna unsur yang terkandung
dalam pasal 263 itu, seperti apa, "saya yang melapor dan saya juga
mengambil keuntungan. Bagaimana pemahaman 263 ayat 2 tersebut, tanya
Fahmi.
Ada seorang pelapor melaporkan orang
lain, yang diduga melaporkan dimana orang lain itu diduga memasukkan
pemalsuan, "akan tetapi surat yang diduga ada pemalsuan itu, tapi dia
juga menggunakan surat itu untuk kepentingan diri sendiri, berarti
secara tidak langsung dia mengakui bahwa surat itu tidak terjadi
kepalsuan. Jelas Ahli
Manakala Lanjut Prof
Basuki, surat tadi yang dianggap ada dipalsu maka sipelapor yang
menggunakan surat itu. Tentunya melanggar tindak pidana, maka pelapor
juga bisa dimintai pertanggung jawaban.
Diperjelas
oleh hakim Parno, Dia melaporkan seseorang yang katanya memasulkan
surat, padahal pelapor juga tidak tahu siapa yang memalsu kan itu,
disamping itu juga pelapor mengambil keuntungan dalam surat itu, "
apakah seorang direktur selaku penanggung jawab dalam suatu PT, bisa
dilaporkan untuk pemalsuannya padahal belum tahu siapa yang memalsukan.
Manakala
kalau dia menggunakan surat itu juga, yang menurut dirinya surat itu
mengandung unsur tidak benar didalam pasal 263 ayat (2) juga dijelaskan
jika menggunakan surat palsu juga ada ketentuan pidananya, namun siapa
yang melakukan tentunya harus ada alat bukti. jawab Ahli.
Seusai
sidang, kuasa hukum terdakwa Fahmi mengatakan, Dari keterangaan ahli
tadi sudah jelas, bahwa didalam sebuah kasus, yang ada didalam pemalsuan
itu tidak bisa ada unsur penggelapan.
Terkait
dengan orang yang menuduh pemalsuan atau memalsukan sebuah dukomen,
ternyata dia juga menggunakan, "itu patut diduga bahwa dukomen tersebut
adalah benar (asli) karena apa dia juga menggunakan, nah itu disitu
unsurnya. Paparnya Rabu (10/3/21).
Yang
terpenting lanjut Fahmi, dari semua keterangan itu adalah unsur dari
kerugiannya. Didalam persoalan ini ternyata pelapor sendiri diuntungkan,
karena dia menggunakan dukomen-dukomen tersebut untuk mengambil kredit
dan sebagaimanya.
Terkait dengan bukti Labfor,
menurut ahli tadi, pemahaman identik tidak mesti palsu, artinya kalau
non identik bukan berarti palsu harus ditelusuri lagi. Apalagi
fakta-fakta pelapor ini menggunakan. Pelapor ini juga yang mengambil
kredit, pelapor juga yang menggunakan dukomen tersebut. Sambungnya.
Artinya
pelapor membenarkan bahwa dukomen tersebut itu adalah asli, hanya
persolan lain, persolaan diluar hukum. Mungkin persoalan sakit hati,
kalau pasal persoalan sakit hati diadili dipersidangan ini, rusak negara
ini, jadi jelas bahwa kasus ini murni pemalsuan yang tidak bisa
dibuktikan, karena apa, yang menggunakan justru yang melaporkan.
Dan
yang melapor justru diuntungkan, apalagi kejadian itu adalah sebelum
orang tuanya meninggal, jadi kasus akte jual beli jaman orang tuanya
hidup, terus diberikan kepada anaknya. Anak ini tidak mau menahu tapi dia bertemu dibeberapa pertemuan, itu terungkap dipersidangan sebelumnya. Pungkasnya. (Ban)