SURABAYA - Sidang perkara penipuan pembangunan
infrastruktur tambang nikel dengan terdakwa Christian Halim kembali
dilanjutkan dengan mendatangkan tiga saksi yakni Christeven Mergonoto
selaku pelapor, Ilham Erlangga dan Mohammad Gentha Putra yang dihadirkan
JPU Sabetania dan Novan, Senin (1/3/2021).
Dari
tiga saksi, yang memberikan keterangan pertama adalah Christeven
Mergonoto. Banyak hal yang dijelaskan saksi pelapor ini dalam
persidangan yang dipimpin majelis hakim Tumpal Sagala.
Saksi
menjelaskan awal mula mengenal Terdakwa sekitar bulan Agustus 2019
melalui saksi Pangestu Hari Kosasih. Perkenalan dilakukan di kantor
saksi Pangestu di daerah Pakuwon Surabaya.
“
Saat itu, saya diperkenalkan dengan beliau (Terdakwa) karena beliau
orang yang berpengalaman dibidang kontraktor dan juga keponakan dari
Hence Wongkar salah satu kontraktor besar di Sulawesi. Makanya saya percaya,” ujar saksi.
Dalam
pertemuan tersebut, kemudian berlanjut pertemuan kedua yakni pada
September 2019 antara Christian Halim, Pangestu Hari Kosasih dan
Mohammad Gentha Putra serta Terdakwa. Saat pertemuan itu, Terdakwa
menyampaikan menyanggupi untuk melakukan pekerjaan penambangan bijih
nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten
Morowali Utara, Sulawesi Tengah dan terdakwa menjanjikan serta
menyanggupi untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap
bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan
dana sekitar Rp. 20.500.000.000. Belakangan diketahui uang tersebut
diminta kembali sebesar Rp 1 miliar ke saksi Mohammad Gentha Putra dan
Rp 500 juta oleh saksi Ilham Erlangga, uang itu kemudian dinyatakan
sebagai Jaminan bagi pemegang IUP.
“ Saya
tertarik untuk memulai pekerjaan penambangan bijih nikel dan bersedia
serta menyetujui untuk memberikan dana yang diminta oleh beliau dalam
pembangunan infrastruktur sebesar Rp 20,5 miliar. Uang tersebut saya
transfer ke rekening pribadi Terdakwa. Kenapa saya tidak transfer ke
rekening perusahaan karena perusahaan Terdakwa yakni PT Multi Prosper
Mineral baru terbentuk dan belum memiliki rekening,” ujar Christeven.
Setelah
proyek dikerjakan, Terdakwa mengklaim bahwa pembangunan infastruktur
yang dilakukan Terdakwa tidak sesuai dengan kesepakatan yakni jalan
tidak memenuhi standar, truk-truk tidak bisa lewat dengan baik. Jetty
yang disepakati bentuk letter T namun dikerjakan I. Karena merasa
kecewa, saksi dan Terdakwa kemudian menyepakati untuk menghentikan
proyek tersebut.
“ Saya pun kemudian
mengklarifikasi pada Terdakwa dan beliau bilang bahwa memang proyek
tambang ini ga ada isinya, kalaupun bisa susah karena sangat dalam,”
ujar saksi.
Saksi mengakui bahwa adanya revisi
RAB yang awalnya Rp20,5 miliar kemudian adanya penambahan Rp 9 miliar
yang diajukan pihak Terdakwa untuk menyelesaikan proyek. Namun, hal itu
tidak disetujui oleh saksi dan kekurangan tersebutpun tidak dibayarkan.
Begitupun
dengan hasil penambangan yakni 17.000 metrik ton dan apabila dikalikan
biaya jasa kontraktor menjadi Rp2 miliar dan itu belum dibayarkan ke
Terdakwa.
Atas keterangan saksi, Terdakwa
menyatakan keberatan diantaranya adalah terkait keterangan Terdakwa
bahwa pembuatan jetty disepakati letter T hal itu tidak benar karena
dalam RAB awal tidak tercantum pembuatan jetty baru. Sebab desain dan
ijin jetty berbentuk letter T belum keluar dan baru ada di bulan
Desember 2019.
Terdakwa juga menolak keterangan
saksi bahwa dirinya bersepakat untuk menghentikan proyek, sebab saksi
menghentikan secara sepihak dengan whatsapp ke pekerja lapangan baru
kemudian Terdakwa diajak bertemu oleh saksi.
Terdakwa
juga menolak bahwa saksi memilih mentransfer ke rekening Terdakwa
secara pribadi atas keinginan terdakwa, karena itu adalah pilihan Saksi
sendiri untuk menghindari pajak karena perusahaan milik Terdakwa sudah
PKP. Terdakwa juga membantah bahwa dia bilang kalau proyek tambang
tersebut tidak feasible, namun Terdakwa bilang bahwa proyek penambangan
tersebut bisa dikerjakan namun dengan biaya yang lebih tinggi.
Usai
sidang, saksi Christeven Mergonoto enggan berkomentar saat awak media
mewawancarainya. Dia menyatakan bahwa keterangannya sudah disampaikan di
persidangan. “ Saya takut salah ngomong, tadi sudah saya sampaikan
keterangan saya di persidangan,” ujarnya singkat.
Sementara
pengacara Terdakwa dari kantor LQ Indonesia Law Firm Jakarta Pusat
yakni Advokat Alvin Lim SH, MSc, CFP didampingi Jaka Maulana SH, Anita
Natalia Manafe SH dan Leo Detri SH, MH menyatakan Jaksa sengaja
menyembunyikan fakta jumlah uang Rp 1,5 miliar yang diterima Gentha dan
Ilham Erlangga hal itu tanpa sepengetahuan Christeven.
“
Ini yang jadi pertanyaan, dalam perusahaan yang didirikan secara
bersamaan tapi yang satu menerima Rp 1,5 miliar yang satunya tidak
tahu,” ujarnya.
Terkait kerugian yang dialami
Terdakwa sesuai hitungan apraisal yang dilakukan pihak ITS, Alvin
menyebut hal itu tidak bisa dijadikan patokan. Sebab, apraisal itu tidak
menghitung secara pasti tapi hanya kira-kira. Dan masing-masing
apraisal punya pendapat yang berbeda-beda pula,” ujarnya.
Alvin
menyebut, yang namanya bisnis namun tidak boleh ambil keuntungan, hal
itu tidak wajar. Dan dengan ada atau tidaknya perjanjian antara Terdakwa
dengan pelapor dan sudah dibayarkan nilai kesepakatan itu berarti bahwa
saksi pelapor menyetujui. “ Kalau masalah untung itu wajar, bisnis
tidak boleh untung siapa yang menanggung bensin, waktu, tenaga dan
sebagainya,” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam
dakwaan, JPU Sabetania Paembonan menyebut perkara ini dilaporkan oleh
Christeven Mergonoto. Christeven Mergonoto yang juga salah satu
direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) diajak bekerjasama mendirikan
perusahaan bernama PT Cakra Inti Mineral (CIM) bersama Pangestu Hari
Kosasih dan Mohammad Gentha Putra.
PT CIM
merupakan perusahaan penerima hak eksklusif dari PT Trinusa Dharma Utama
(TDU) selaku pemegang IUP.OP tambang nikel di desa Ganda-Ganda
Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara.
Untuk
menjalankan operasional, Christian Halim yang merupakan Direktur Utama
PT Multi Prosper Mineral (MPM) ditunjuk sebagai kontraktor yang tertuang
dalam kontrak janji kerjasama penambangan pada 26 September 2019. Dalam
perjalanannya, perjanjian kerja sama yang dilakukan secara lisan itu
terjadi sengketa nilai proyek infrastruktur. Selisih nilai tersebut
diperkirakan sebesar Rp 9,3 milliar lebih, menurut surat dakwaan.
Saksi
korban tidak puas dalam kerjasama proyek tambang nikel tersebut.
”Perbuatan terdakwa Christian Halim sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP,” kata JPU Sabetania
saat membacakan surat dakwaan.
Menanggapi dakwaan Jaksa,
Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP menyatakan bahwa peristiwa ini adalah
peristiwa yang Prematur dikarenakan Proyek Infrastruktur belum dilunasi
dengan adanya 1.5 Miliar uang jaminan yang sudah diambil kembali oleh
Pelapor dan disita oleh penyidik. Belum dilunasinya jumlah RAB inilah
yang menjadi dasar Terdakwa kehabisan dana untuk menyelesaikan Proyek
Infrastruktur sesuai spek yang di sepakati. (Ban)