Surabaya– Adanya dugaan penyelewengan paket bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPN), untuk kampanye pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman, sangat disesalkan banyak pihak.
“Bawaslu dalam kasus ini harus menindaklanjutinya dengan serius. Tentunya masih tetap dengan azas praduga tak bersalah, namun wajib diseriusi untuk kemajuan demokrasi. Bantuan BNPB yang seharusnya murni bantuan korban Covid-19 tapi ditunggangi kepentingan politik, ini memprihatinkan bila benar-benar terjadi,” ujar pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto, Jumat (20/11/2020).
Sebelumnya, salah seorang warga Surabaya bernama Albert Kurniawan melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya, Kamis (19/11/20). Albert mengaku resah atas viralnya foto-foto tersebut.
Foto-foto paket bantuan BNPB itu diduga digunakan untuk kepentingan kampanye di Pilkada Surabaya. Terdapat dua foto yang viral. Foto pertama bergambar satu truk besar mengangkut paket bantuan BNPB. Foto kedua, terdapat tiga orang memakai kaus kampanye bergambar Machfud dan Mujiaman tengah membawa paket bantuan tersebut sembari mengacungkan salam dua jari. Dua adalah nomor urut Machfud di Pilkada Surabaya.
Menurut Andri, masalah ini memiliki setidaknya dua dampak. Pertama, tentu saja dampak hukum, di mana masalah ini tidak hanya berkaitan dengan dugaan politik uang, tapi juga memiliki kompleksitas lainnya, yaitu paket bantuan yang disalurkan adalah milik negara.
“Semuanya memiliki konsekuensi hukum,” ucap Andri.
Andri menjelaskan, selain dari sisi hukum, dampak kedua adalah penurunan tingkat kepercayaan warga kepada Machfud. Karena foto dugaan penyalahgunaan paket bantuan ini viral, maka bisa menggerus suara Machfud.
“Ini soal kredibilitas, ada potensi suara Pak Machfud justru tergerus karena masifnya foto-foto dugaan penyalahgunaan paket bantuan itu beredar. Tim Pak Machfud harus segera melakukan langkah-langkah pemulihan kredibilitas,” jelas Andri.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Surabaya Muhammad Agil Akbar membenarkan adanya pelaporan dugaan bantuan dari BNPB yang dipakai sebagai alat kampanye oleh kandidat di pilkada Surabaya. Bawaslu akan menginvestigasi masalah ini, karena jika memang ada penyalahgunaan bantuan dari BNPB, maka ada konsekuensi hukumnya.
"Kami masih mengkaji unsur dugaan pelanggarannya. Masih kami dalami,” ujarnya kemarin.
Plt Ketua PDC Partai Demokrat Surabaya yang juga anggota DPR RI, Lucy Kurniasari, sudah mengakui bahwa dirinya yang menyalurkan bantuan tersebut kepada warga Surabaya.
Bantuan yang disalurkan tersebut berupa 10 ribu paket berupa Bahan Pangan Tambahan (BPT) dari BNPB untuk warga terdampak pandemi COVID-19 di Surabaya dan bantuan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupa 20 ribu paket BPT untuk peningkatan daya tahan tubuh bagi tenaga medis dan non medis.
Dalam penyaluran bantuan sosial itu, Lucy mengaku meminta bantuan dan melibatkan relawan dan kader Partai Demokrat yang tersebar di 31 kecamatan.
“Saya sebagai Anggota DPR RI menyalurkan bantuan tersebut kepada warga Surabaya yang benar-benar terdampak. Bantuan juga diberikan kepada warga yang benar-benar tidak mampu. Tujuannya agar beban berat terdampak covid-19 dapat berkurang,” ujar Lucy yang pernah bertarung dalam Pilkada Surabaya 2015 melawan Wali Kota Tri Rismaharini.
Lucy mengaku, dalam mendistribusikan paket bantuan tersebut, dia melibatkan relawan dan kader Partai Demokrat yang tersebar di 31 kecamatan.
”Karena dalam jumlah yang banyak, saya membagikan paket tersebut melalui relawan dan kader partai yang tersebar di 31 kecamatan. Para relawan dan kader baru diberi bantuan paket itu setelah menunjukkan data warga yang terdampak covid-19. Jadi, pembagian paket BPT dan sembako semata bersifat sosial. Siapa saja warga Surabaya yang memenuhi kriteria terdampak covid-19 diberi bantuan paket tersebut,” jelas Lucy.
Lucy mengaku tidak pernah membedakan warga Surabaya apapun aliran politiknya dalam penyaluran bantuan.( Ham)