SURABAYA - Inna Listyani Tanudirjo tidak bisa
menutupi kegeramannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (29/7/2020). Untuk
kali pertama, bos Dana Talangan itu dipertemukan secara teleconfrence dengan
terdakwa Yohanes Agus Pramono dan terdakwa Jonathan Tantana yang sudah
menipunya dengan nilai kerugian mencapai Rp 18 miliar.
Yohanes
Agus Pramono adalah mantan marketing dari Inna Listyani Tanudirjo sendiri,
sedangkan Jonathan Tantana adalah mantan notaris dari Inna Listyani
Tanudirjo.Inna Listyani Tanudirjo sengaja didatangkan Jaksa untuk memberikan
kesaksian. Dia tidak sendirian menjadi saksi dalam perkara penipuan tersebut,
tapi didampingi Yanuar, notaris Jombang dan Halim selaku broker.
Dalam
kesaksiannya, korban Inna Listyani mengenal kedua terdakwa cukup lama sejak
dirinya menggeluti usaha di bidang Dana Talangan. "Yohanes saya
tunjuk sebagai tenaga marketing saya, sedangkan Jonathan adalah notarisnya. Dia
yang memback up persoalan hukumnya, termasuk yang membuat konsep perjanjian
jual beli, pengikatan jaminan kredit, serta melakukan verifikasi agunan di
badan pertanahan dan lain-lain," kata Inna Listyani kepada majelis hakim
yang menyidangkan perkaranya di Ruang sidang Cakra, PN Surabaya.
Terkait
dana talangan Rp 18 miliar yang dibutuhkan Praditio Hutama untuk melunasi
hutangnya kepada Albert Widjayatmo, korban Inna Listyani menerangkan awalnya
dirinya tidak setuju, kemudian terdakwa Yohanes dan Jonathan meneleponnya
beberapa kali, merayu dan sambil memastikan kalau investasi tersebut
aman."Juga mengatakan kalau Praditio Hutama adalah pengusaha yang bonafid,
dan mereka berdua akan mengawal investasi tersebut sampai beres," terang
Inna Listyani.
Korban
Inna Listyani pun merasa aman, kemudian dia bersama Yohanes dan Jonathan
mengadakan pertemuan di Rumah Makan Mc. Donald Jalan Mayjend Sungkono,
membicarakan persoalan teknisnya, "Mereka mengatakan kalau Pradito
Hutama membutuhkan dana talangan untuk melunasi hutangnya kepada Albert
Widjayatmo Rp 18 miliar dan pada hari itu juga akan ada pencairan dana sebesar
Rp 27 miliar,” tuturnya.
Korban
Inna Listyani tidak mengira kalau untuk dana talangan tersebut dia juga
dijanjikan keuntungan sebesar 7 persen, "Serta diberikan jamininan sertifikat
tanah (SHM) yang berlokasi di Pakis Aji, Kabupaten Malang," paparnya.
Korban
Inna Listyani menuturkan, pinjaman itu mencapai Rp 18 miliar. Pencairannya
melalui pemindah bukuan sebanyak 20 kali banyaknya pada salah satu Bank BCA di
Purwokerto Jawa Tengah. "Setelah saya transfer Rp 18 milar, ternyata
sampai jam 5 sore uang Rp 27 milar yang dijanjikan bisa langsung cair hari itu
juga tersebut ternyata tidak bisa cair. Saat itu juga saya langsung
marah-marahi Yohanes dan Jonathan. Ini bagaimana kok tidak bisa langsung
keluar, kalian berdua harus bertanggung jawab. Terus saya langsung pulang ke
Surabaya naik kereta api, sedangkan Yohanes dan Jonathan masih tinggal di
Purwokerto," tuturnya.
Selanjutnya,
Korban Inna Listyani mengatakan, setelah uangnya tidak kunjung kembali. Dia
mulai curiga dengan gerak-gerik Yohanes dan Jonathan. “Saya seperti gampang
sekali kasih uang ke mereka. Apalagi setelah saya selidiki, ternyata tanah di
Pakis Aji Malang tersebut miliknya Budi Harianto, dengan bukti Akta Jual Beli,"
pungkas korban Inna Listyani.
Dihadapan
majelis hakim yang diketuai Tumpak Sagala, dan Bagus Harahap selaku ketua tim
penasehat hukum terdakwa Yohanes Agus Pramono dan Jonathan Tantana, korban Inna
Listyani juga menandaskan bahwa dirinya mencabut BAP Polisi yang pernah
mengakui sudah menerima 13 Sertifikat dari Pradito Hutama."Saya tidak
pernah terima sertifikat apapun dari Praditio Hutama. Semua dipegang sama
Jonathan, dia kan notaris saya, dia kan orang dari pihak saya yang mengerti
hukum," tandasnya.
Diketahui,
Perbuatan terdakwa Yohanes Agus Pramono dan Jonathan Tantana yang sudah menipu
Inna Listyani didakwa jaksa penuntut umum Kejari Surabaya Pompy Polanski diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 KUHP. (Ban)