LAMONGAN - Dugaan berita miring beras untuk
rakyat miskin (Raskin). Bansos terdampak Covid 19, mutunya jelek, berkutu dan
tidak layak konsumsi diproduksi di wilayah Lamongan. Diduga kuat beras berkutu
itu memang beras yang sudah kadulawarsa atau expired dan rusak yang dilelang
oleh Bulog untuk pakan ternak.
Kenyataan
itu ada benarnya. Sebab hasil investigasi media BN dan media ini menyebut di salah satu desa di
kawasan Kec Drajat, Kab Lamongan , ada sejumlah gudang untuk menimbun beras
lelangan Bulog. Gudangnya cukup tersembunyi, di kamuflase dekat kandang ayam,
seolah-olah dari luar gudang tersebut mirip kandang ayam petelur. (lihat
berita, Dewan Nganjuk Minta Ditarik...)
Media BN
yang pernah mengecek langsung lokasi gudang, sangat terkejut karena di dalam
Gudang ada ribuan ton beras yang dikemas dalam kantong bertuliskan Bulog.
Sebagian lagi dikemas dalam kantong polos.
Sementara
itu,gudang Bulog Lamongan saat di kunjungi awak media ini,pihak keamanan selaku
Satpam yang bertugas pada Jum’at (5/6).
Tidak ada
yang boleh masuk,kalaupun ada kepentingan di harap menuju cabang Sub Drive
Dolog yang berada di Bojonegoro, katanya menegaskan.
“Ini
perintah mas,dari sub cabang semua tamu tidak boleh masuk. Kalaupun itu penting
pihak cabang memerintahkan ke pihak sub Driver bojonegoro dan langsung menemui
pak Wawan aja di sana,”ungkap satpam yang menjaga saat itu di Gudang Dolog
Lamongan.
Lanjutan dari
sumber BN di kawasan tersebut, yang namanya tidak mau disebutkan, beras
yang di timbun di dalam gudang mencapai sekitar 23 ribu ton dengan harga
pembelian sekitar Rp 40 Milyar lebih. Beras tersebut didapat dari luar pulau,
tepatnya dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sejumlah daerah lainnya.
“Benar mas
ini beras kedaluwarsa hasil lelangan Bulog, yang diperuntukkan untuk pakan
ternak,” kata sumber itu. Sumber itu menyebutkan, oleh pemenang tender beras
tak layak itu dan berkutu itu bukan digunakan untuk pakan ternak, tapi dipoles
dan dijual kembali untuk konsumsi manusia.
Menurutnya,
pembelinya dari sejumlah daerah di Jatim, seperti Mojokerto, Nganjuk dan Jawa
Barat. Untuk harga penjualan beras yang belum di poles dipatok harga
berkisar 3000 rupiah per kilo.
Sedangkan, untuk beras yang sudah dikelola dan dipoles dipatok harga sekitar Rp
5.300 per kilo.
Modus
operandinya, beras expired (kadaluarsa) yang berlogokan Bulog tersebut dikelola
dengan cara diselep dan diberikan bahan tambahan agar beras kelihan agak putih.
Setelah proses tersebut, beras di oper sak. Kemudian beras siap untuk diedar.
Sementara
itu, seorang pengelola yang berinisial U saat dikonfirmasi BN pada tanggal
(16/5/2020) tentang beras tersebut telah membantah, kalau beras yang ditimbun
diperjual belikan untuk konsumsi manusia. Lelaki bertubuh tambun itu dan
bermobil Fortuner VRZ itu menegaskan beras untuk pupuk dan pakan ternak.”Beras
untuk pupuk, siapa bilang untuk dikonsumsi manusia,” bantah U.
Ketika media
mingguan BN menanyakan mengapa di dalam ada mesin poles, U dengan lantang
mengatakan, itu bukan mesin poles, tapi mesin untuk membuat pupuk. Namun U
menolak ketika BN mengajak mengecek sama-sama ke lokasi gudang dengan dalih,
dirinya hanya mandor, sedang pemiliknya adalah WD orang Jakarta.”Silahkan
sampean ngomong sendiri sama bos,” kilah U.
Wid ketika
dihubungi Sabtu siang, (6/6) Soerabaia Newsweek melalui selulernya
terdapat nada sambung, tapi ponselnya tidak diangkat yang bersangkutan.
Konfirmasi atau pertanyaan melalui WhatsApp pada Wid diduga sebagai pemilik
gudang dan beras kadaluarsa masih belum mendapatkan jawaban hingga berita ini
diturunkan. Informasi yang berkembang bahwa, Dia (Wid, red.) mengaku masih
kerabat dekat Kabulog Budi Wasesa atau dikenal dengan sebutan Buwas mantan
Kabareskrim Mabes Polri.
Sementara,
Kepala Gudang Dolog di Lamongan yg dihubungi Jum’at, (5/6) sedang tidak berada
di tempat. Namun, Satpam di tempat mengaku Kepala SubDivre Dolog kantornya
berada di Bojonegoro. (TIM/D2)