BLITAR – Pegiat
lingkungan hidup yang tergabung dalam Perkumpulan Karya Cipta Abisatya yang
diketuai oleh Agus Budi Sulistyo mengeluhkan kan ke beberapa media yang
tergabung dalam organisasi Persahabatan Insan Jurnalis Nusantara (PIJAR
NUSANTARA) terkait beberapa persoalan yang ditemukan di kawasan hutan produksi
Kabupaten Blitar.
Dari temuan mereka seperti yang dituliskan
pada suratnya ber nomor 07/PKCA/Blt/2020 kepada Balai GAKKUM KLHK Wilayah
Jabalnursa didapatkan maraknya aksi pencurian kayu jati yang mana hal ini
meninggalkan dampak sangat luar biasa serta kerusakan yang ditimbulkan telah
mencapai tingkat yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara
, kerusakan kehidupan social budaya dan lingkungan hidup, peningkatan pemanasan
global dan merusak sumber mata air.
“ Kami sebagai masyarakat pecinta lingkungan
“Karya Cipta Abisatya “ ikut berperan serta memberikan informasi adanya
pencurian kayu. Sesuai dengan UU RI nomor 18 tahun 2013 yang tercantum pada BAB
VI Peran Serta Masyarakat pasal 58 ayat (2)b berbunyi masyarakat berhak
mendapatkan pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
adanya dugaan terjadi perusakan hutan dan penyalahgunaan ijin kepada penegak
hukum. Selain kasus pencurian kayu juga
ada pengalihan fungsi lahan dalam hal ini tanaman tebu mulai dari desa
Sumberoto, Ngeni, Gondanglegi, Sumbersih, Rejoso, Kahulon, Kalipare, dan
wilayah Tulungagung
Agung Budiyono selaku Bagian Humas
Perum Perhutani Kab Blitar menerima 5 Jurnalis dari Media yang tergabung dalam
PIJAR NUSANTARA di ruang kerjanya (16/06) pertemuan ini merupakan konfirmasi
terkait data yang masuk ke redaksi terkait keluhan pengrusakan hutan,
pengalihan fungsi lahan dikawasan hutan produksi yang bernaung di Perum
Perhutani. Dalam tanggapannya Agung
berharap apa yang dikeluhkan dari Pegiat Lingkungan dapat diselesaikan dengan
baik.
“ Disana itu ada 2 wilayah PKPH,
wilayah Lodoyo Barat dan wilayah Lodoyo Timur, penanganan tanaman tebu dari
Kepala divisi regional Jawa Timur dan untuk payung hukumnya P 81 ketahanan pangan, jadi memang tebu ini nanti
akan dikemas dengan pola kerjasama. Karena sampai sekarang kalau kenyataannya
tebu ribuan hektar sampai sekarang Perhutani
tidak ada pemasukan sama sekali.Itu illegal, ujarnya.
Pada waktu kegiatan sarasehan dengan Bupati
ditingkat birokrasi kita sinergi antara Perhutani Polres dan Pemerintah
Kabupaten. tidak mungkin warga semua banyak dikasuskan illegal itu. Makanya langkah
langkah social konflik bertahap dipilah-pilah mana yang ringan , sedang, dan
berat ini sudah dipetakan jadi kasus ini kalau di perhutani kasus tenorial,
database nya disitu sudah zona merah, Direksi Perhutani sudah tahu,” jelas Agung.
Agung juga menanggapi bahwa persoalan
yang dikeluhkan pegiat lingkungan itu Perhutani sendiri tidak mampu untuk
menyelesaikan tanpa keterlibatan dari pemerintah desa. Harapannya nanti ada
solusi yang bisa menjadi penyelesaian terkait pengrusakan Hutan dikawasan
produksi Perhutani.
Terkait apa yang
sudah dilakukan oleh pegiat lingkungan hidup dalam bentuk laporan ke lembaga
terkait dan juga ke media, Agung sudah menginventarisir persoalannya dan akan
ditindak lanjuti oleh bidang terkait di Perhutani. (VDZ)