TULUNGAGUNG - Mahardika Budaya Desa Winong RT/RW
01/03 Kecamatan Kedungwaru kelompok seni tradisional jaranan turun temurun dari
kakek ke orang tua sampai ke anak cucu. Di datangi seseorang yang dia kenal
atas suruhan Suyitno, ketua kelompok
Mahardika Budaya kreasi jaranan alamat Desa Ketanon yang pernah bergabung di
kelompok Winong, memintanya bekerjasama
pencairan dana hibah, ajakan itu
langsung ditolaknya, ucap Edi Suprayitno, Ketua Kelompok Mahardika Winong,
Selasa ( 4/2 ) dirumahnya.
“ Mahardika Budaya, alamat Desa
Winong, berbadan hukum sesuai PERMENDAGRI Tahun 2018”, jelasnya. Alat seni
jaranan milik kelompok Ketanon asal dana
hibah tahun 2019, 2 buah gong bekas, 1 buah gendang baru kualitas standar, 1 set kenong, isi 3 buah uangnya di bawah Rp 2 juta, katanya sesuai photo
yang diperlihatkan kepadanya. Akibat hanya menerima dana hibah diduga dipangkas
hingga 50 persen, kedoknya terbongkar.
Berdasarkan
nomor induk organisasi, Ketua Kelompok Mahardika Budaya Desa Ketanon ,RT 02/ RW
01, pemilik nama lengkap Suyitno, mengaku, proposal dan pengajuan proposal,
stempel serta Spj bukan dia yang membuat,
juga buku rekening Bank Jatim dan
ATM berikut nomor PIN di bawa seseorang mengurusi dari awal, terang Suyitno.
Terungkapnya
dugaan rekayasa data, di awali uang Rp 10 juta berasal dari dana hibah
anggaran tahun 2019 APBD murni diketahui
sudah cair. Setelah menghubungi pegawai Dinas Pariwisata Tulungagung Ibu
mengatakan, dana hibah sudah cair Rp 10 juta, katanya menandaskan. “ Ternyata gara-gara
si Suto, uang yang dicairkan tidak
disampaikan ketua, ” ujarnya.
Sejak
awal keduanya sepakat kerjasama, uang
cair dipotong 20% , kok dipotong 80%
katanya marah. Iapun meminta supaya dibelanjakan
alat jaranan, dibelikan cuma 2 buah gong
bekas, 1 buah gendang baru kualitas
standar, 1 set kenong isi 3 buah bekas sejumlah Rp 5 juta. Sedangkan, fee lima puluh persen di bagikan ke kawan-kawan,
ungkap Suyitno menirukan cerita si Suto dengan geram.
Malamnya,
Suto mengelak tuduhan ketua, bukan gara-garanya, masih ada orang dalam yang
membantunya. Sedangkan Dana hibah cair
100% dipotongnya 15% bagiannya dan selebihnya 35% untuk orang dalam. Ketika
didesak Suto tidak bersedia membuka identitas penerima fee, maunya ditanggung
sendiri. Bahkan dia minta tidak
ditelusuri yang 35% itu, masalahnya bisa
bahaya, katanya menakut-nakuti.
Selanjutnya, Suto yang bukan nama sebenarnya, mulai
sulit di hubungi, whatsapp yang terkirim dengan sukses tidak dijawab
hpnya lemot, bagi bagi kue 15% dan 35% belum dapat terungkap masih dalam penelusuran. Sebelumnya
ia sempat menyinggung status kelompok
Mahardika Ketanon tidak bertuan ( statusnya tidak jelas ), ulangnya berkali-kali.
(Rid/Nan) bersambung...