SURABAYA - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan
putusan bersalah terhadap Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry J Gunawan dan
Istri, Iuneke Anggraini atas kasus pemalsuan keterangan pernikahan ke dalam
akta otentik.
“Mengadili,
menghukum terdakwa satu, Henry Jocosity Gunawan dengan pidana penjara selama
tiga tahun. Menghukum terdakwa dua, Iuneke Anggraini dengan pidana penjara
selama satu tahun dan enam bulan,”kata Hakim Dwi Purwadi saat membacakan amar
putusannya diruang sidang Cakra PN Surabaya, Kamis (19/12).
Dalam
amar putusannya, Ketua majelis hakim Dwi Purwadi menyatakan pasangan suami
istri (Pasutri) ini telah terbukti menyuruh memasukan keterangan palsu secara
bersama sama, sebagaimana dalam dakwaan tunggal jaksa penuntut umum (jpu) Ali
Prakoso yang mendakwa terdakwa melanggar pasal 266 ayat (1) KUHP.
Majelis
hakim menilai perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi lima unsur yang
terkandung dalam Pasal 26 ayat (1) KUHP. Yakni, unsur barang siapa,
unsur menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akte otetik yakni akte
penjaminan hutang, unsur dengan maksud dengan memakai atau menyuruh
memakai yang ditujukan dapat digunakan olehnya atau orang orang
lain, unsur pemakaian nya dapat menimbulkan kerugian, unsur sebagai yang
melakukan atau menyuruh melakukan atau turut serta melakukan hal ini dapat
terlihat dari unsur barang siapa.
Terkait
unsur barang siapa, majelis hakim menilai kedua terdakwa dapat menjelaskan
identitasnya secara jelas dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.“Dengan
demikian unsur barang siapa sebagai subjek hukum sudah terpenuhi,”terang
Mashuri Effendi selaku hakim anggota saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Majelis
hakim juga menolak dalil penasehat hukum kedua terdakwa yang menyoal tentang
pertanggungjawaban notaris saat membuat akta otentik.“Pejabat pembuat tidak
berkewajiban mengetahui kebenaran isi akta. Maka ia tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Karena dapat disimpulkan pembuat
akte otentik hanya memasukkan keterangan yang disampaikan oleh orang lain atau
para pihak dan tidak punya kewajiban hukum oleh karenanya dan tidak ada
kewajiban menyelidiki secara material apa yang disampaikan,”terang hakim
Mashuri Effendi.
Selain
itu, majelis hakim tidak mengakui perkawinan adat Tionghoa yang dilangsungkan
kedua terdakwa sebagai perkawinan yang sah, sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. “Perkawinan
terdakwa yang sah adalah saat melangsungkan pernikahan secara agama Budha,”ujar
hakim Mashuri Effendi.
Sementara
terkait unsur menyuruh memasukan keterangan palsu dalam akta otentik penjaminan
hutang, majelis hakim menilai, pembuatan akta otentik personal guarantee
dilakukan terdakwa Henry J Gunawan untuk mendapat kepercayaan dari PT Graha
Nandi Sampoerna (GNS).
“Menimbang
adanya pencantuman status suami istri pada akte personal guarantee dengan
maksud memberikan kepercayaan kepada Heng Hok Soei sebagai pemberi hutang, agar
mengesankan Terdakwa sebagai orang yang sanggup memenuhi janji namun
faktanya masih terjadi selisih pendapat penyelesaian hutang,”terang ketua
majelis hakim Dwi Purwadi.
Sedangkan
terkait unsur pemakaianmya dapat menimbulkan kerugian, majelis hakim menilai
keberadaan akta otentik yang ditandatangani kedua terdakwa dapat mendatangkan
kerugian material dan Immaterial.
“Dimana
fakta hukum masih terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat
dalam penyelesaiannya. Hutang piutang antara Heng Hok Soei dan
terdakwa 1 Henry Jocosity Gunawan sebagaimana berita acara perjanjian
maka jelas perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian kepada Heng Hok
Soei sebagai pemberi hutang,”jelas ketua majelis hakim Dwi Purwadi.
Vonis
majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU Ali Prakoso yang sebelumnya
menuntut Henry J Gunawan dengan hukum 3 tahun dan 6 bulan penjara. Sedangkan
Iuneke Anggraini dituntut hukuman 2 tahun penjara. “Kami banding,”kata JPU Ali
Prakoso.
Senada
dengan JPU Ali Prakoso, Tanpa berkordinasi dengan tim penasehat hukumnya,
terdakwa Henry J Gunawan juga menyatakan banding. “Banding, banding,”pungkas
Henry J Gunawan.
Untuk
diketahui, Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010
ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami
istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan
hutang dan personal guarantee. Namun faktanya, mereka baru resmi
menikah secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang
dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru
dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
Sebelum
kasus ini, Henry J Gunawan juga pernah tersandung beberapa perkara di Tahun
2018. Pada 16 April 2018, Henry divonis percobaan oleh hakim PN Surabaya atas
kasus tipu gelap jual beli tanah di Celaket, Malang yang dilaporkan oleh
Notaris Caroline C Kalampung. Namun vonis percobaan itu dianulir oleh hakim
kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan menjatuhkan putusan 1 tahun penjara.
Pada
4 Oktober 2018, Henry kembali dihukum bersalah atas kasus penipuan
terhadap pedagang Pasar Turi terkait proses jual beli stand. Dalam kasus ini,
Henry divonis 2,5 tahun penjara oleh hakim PN Surabaya.
Tak lama kemudian, Pada 19
Desember 2018, PN Surabaya menjatuhkan hukuman 2 tahun dan 6 bulan
penjara terhadap Henry karena terbukti melakukan penipuan terhadap tiga rekan
bisnisnya yang merupakan kongsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi. (Ban)