SURABAYA -
Henry Jocosity Gunawan dan Istri, Iuneke Anggraini mengajukan nota keberatan
atau eksepsi yang disampaikan tim kuasa hukumnya dalam persidangan di
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam eksepsinya yang dibacakan secara bergantian diruang
sidang garuda 2, ada beberapa poin keberatan yang disampaikan dan dianggap
sebagai cacat prosedur, diantaranya terkait penetapan tersangka, perjanjian
hutang piutang yang dianggap clear, sahnya perkawinan agama serta tidak
diterimanya panggilan sidang.
Dengan dalil dalil tersebut, tim penasehat hukum terdakwa
Henry dan Iuneke Anggraini berdalih, bahwa tindakan pidana Henry dan Iuneke
yang di sangkakan memberikan keterangan palsu dalam akte otentik soal status
perkawinannya merupakan hukum keperdataan.
“Maka berkenaan dengan itu, mohon agar yang mulia majelis
hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan kiranya
mempertimbangkan yang ada di dalam eksepsi ini dikabulkan untuk seluruhnya.”,
Kata Masbuhin, ketua tim penasehat hukum terdakwa saat membacakan eksepsinya,
Kamis (10/10).
“Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum
atau setidak tidak nya dakwaan tersebut tidak dapat diterima. Agar jaksa
penuntut umum mengeluarkan para terdakwa dari rutan kelas 1 surabaya setelah
putusan ini diucapkan,”imbuhnya.
Atas eksepsi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali
Prakoso langsung mengajukan tanggapan secara lisan, dengan mengatakan bahwa
eksepsi yang dibuat tim penasehat hukum untuk membuat kliennya bahagia.
“Kami menanggapi secara lisan. Setelah mendengarkan
eksepsi tim penasehat hukum yang tentunya cukup menggembirakan dan membesarkan
hati dari para terdakwa. Pada pokoknya keluar dari ruang lingkup eksepsi
sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 1 KUHAP campur aduk dengan kewenangan
praperadilan dan sudah masuk ke pokok perkara,”kata JPU Ali Prakoso saat
menanggapi eksepsi tim penasehat hukum terdakwa Henry dan Iuneke.
Selain itu, JPU Ali Prakoso meminta agar majelis hakim yang
diketuai Dwi Purwadi menolak eksepsi terdakwa dan menyatakan menerima surat
dakwaanya.“Menolak seluruh eksepsi dan menyatakan menerima dakwaan JPU sudah
sesuai dengan pasal 143 ayat 3 huruf a dan b KUHAP, serta melanjutkan
persidangan untuk memeriksa perkara ini,”ujar JPU Ali Prakoso diakhir
tanggapannya.
Diakhir persidangan, terdakwa Henry mengajukan permintaan
agar istrinya dikeluarkan dari tahanan dengan alasan tidak ada yang merawat
anaknya.
“Terlepas dari hukum bagaimana. Saya merasa saya sama
istri satu saja yang ditahan, karena saya ada anak anak yang masih kecil tidak
ada yang jaga. Dan seharusnya gak pantes kalo hal seperti ini istri saya diikut
ikutin karena dia tidak pernah pegang bisnis sama sekali, ”tukas terdakwa Henry
“Kami masih pertimbangkan permohonan saudara, kan juga
sudah mengajukan permohonan,”jawab hakim Dwi Purwadi.
Atas permohonan tersebut, Jaksa Ali Prakoso juga
mengajukan permohonan dengan meminta Henry dan Iuneke mentaati Standar
Operasional Prosedur (SOP) Kejaksaan terkait pemakaian rompi tahanan dan
borgol.
“Ijin yang mulia, setelah terdakwa mengajukan permohonan,
penuntut umum juga akan menjelaskan agar para terdakwa juga tertib aturan
sesuai sop kami dari luar sidang sampai ruang tahanan agar bersedia mengenakan
rompi dan diborgol tanpa melakukan perlawanan yang mulia,”ucap JPU Ali Prakoso.
Sontak pernyataan ini menuai protes dari tim penasehat
hukum terdakwa, namun ditengahi oleh hakim Dwi Purwadi yang menyatakan, bahwa
kewenangan diluar ruang sidang ada kewenangan jaksa.
“Saya sampaikan bahwa pemakaian rompi tahanan itu sop nya
kejaksaan mau diborgol atau tidak saya tidak mau urusan itu. Yang penting
saudara duduk di kursi itu dalam keadaan bebas, bebas tidak dibelenggu, artinya
tidak diborgol. Boleh mengenakan rompi, tidak juga tidak apa apa. Itu saja
batas wewenang saya seperti itu,”pungkas hakim Dwi.
Usai persidangan,JPU Ali Prakoso melalui pengawal tahanan
Kejari Surabaya akhirnya memakaikan rompi tahanan pada Henry dan Iuneke serta
memborgol kedua tangannya hingga menuju ke ruang tahanan PN Surabaya.
Untuk diketahui Jaksa Ali mendakwa Henry dan istrinya
memberikan keterangan palsu ke akte otentik yakni dalam pembuatan 2 akte
yakni perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee
antara PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan Henry Jocosity
Gunawan sebagai penerima hutang sebesar Rp 17.325.000.000 (Tujuh Belas Miliar,
Tiga Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) di hadapan notaris Atika Ashiblie SH di
Surabaya pada tanggal 6 juli 2010 dihadiri juga oleh Iuneke Anggraini.
Dalam kedua akte tersebut Henry Jocosity Gunawan
menyatakan mendapat persetujuan dari istrinya yang bernama Iuneke Anggraini,
keduanya sebagai suami istri menjamin akan membayar hutang tersebut, bahkan
Iuneke pun ikut bertanda tangan di hadapan notaris saat itu.
Belakangan terungkap bahwa perkawinan antara Henry
Jocosity Gunawan dengan Iuneke Anggraeni baru menikah pada tanggal 8 November
2011 dan dilangsungkan di Vihara Buddhayana Surabaya dan dicatat di dispenduk
capil pada 9 November 2011. (Ban)