SIDOARJO - Mantan Bupati Trenggalek Soeharso bin Yakoen periode
2005-2010, mulai diadili di Pengadilan Tipikor Jawa Timur di Sidoarjo, Jum’at
(25/10/2019). Sudah puluhan kasus korupsi yang terkait dengan kepala daerah di
Jawa Timur yang telah disidang di Pengadilan Tipikor Jatim ini dan kesemuanya
terbukti. Baik yang ter-OTT oleh KPK maupun terkait perijinan dan
pengadaan. Soeharso diadili terkait kasus dugaan korupsi penyertaan modal untuk
Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) dengan PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS)
sejak tahun 2008-2009 silam.
Awal mula korupsi yang
merugikan negara senilai Rp 7,4 miliar itu, pada Juli 2007 silam. Ketika itu,
Gatot Purwanto, Plt Dirut PDAU dan Istiawan Witjaksono alias Tatang Istiawan,
dengan membawa proposal investasi percetakan bertempat di Kabupaten Trenggalek.
Permintaan itu, akhirnya disanggupi terdakwa dan meminta untuk pemaparan di
gedung DPRD Trenggalek. Tatang yang merupakan Bos Media di Surabaya itu bersedia.
Pemaparan itu akhirnya dilakukan dan diikuti terdakwa, Gatot Purwanto, Jauhari
(almarhum), Jausi, Samsul Anam dan anggota dewan lainnya.
Namun, setelah
berbulan-bulan, tepatnya sekitar bulan November 2007 silam, terdakwa sempat
mendapat telepon dari seorang yang tidak dikenal, lalu menanyakan kelanjutan
kerjasama usaha percetakan itu. “Si penelepon mengancam terdakwa, kalau tidak
segera ditindaklanjuti akan menyebarkan skandal terdakwa selaku Bupati
Trenggalek untuk dipublikasikan,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Trenggalek,
Dody Novalitas, ketika membacakan surat dakwaan.Usai mendapat ancaman tersebut,
terdakwa akhirnya menindak lanjuti dan menyetujui kerjasama tersebut. Padahal,
usaha yang dinaungi PDAU bergerak di bidang pabrik es, pabrik pupuk granul,
radio jwalita dan SPBU, dengan penyertaan modal Rp 10,8 miliar yang sudah
terinci.
Namun, karena ancaman
yang belum tentu kebenarannya itu, akhirnya terdakwa mengambil keputusan dan
meminta Plt Dirut PDAU Gatot untuk menambah dua usaha yaitu percetakan dan
Apotik Dharmada, dan menghilangkan pabrik pupuk.
Bupati priode
2005-2010 itu juga memerintahkan Warino, Sekda dan Plt Dirut PDAU dengan
merubah semua ketentuan untuk pemindahan penyertaan modal senilai Rp 10,8
miliar dari rekening kas daerah ke rekening PDAU.
Kerjasama PDAU dengan
PT Surabaya Sore, Lalu Jadi PT BGS Usai uang masuk di rekening PDAU, sekitar
bulan Januari 2008, Gatot yang mewakili PDAU Trenggalek dan Tatang mewakili PT
Surabaya Sore, akhirnya membuat kerjasama atau MoU untuk mendirikan usaha
percetakan berbentuk perseroan terbatas (PT) yang diberi nama PT Bangkit
Grafika Sejahtera (BGS).
Dalam poin kerjasama
itu memuat beberapa kesepakatan diantaranya, pihak PDAU menyiapkan dana di antaranya
pembelian mesin digital, mesin sablon, cetak, dan dana pendukungnya. Kemudian,
PDAU memegang saham 80 persen atau investasi uang senilai Rp 7,139 miliar.
Selanjutnya, sisa
saham yaitu 20 persen atau senilai Rp 1,784 miliar dipegang PT Surabaya Sore.
Namun, investasi dari PT Surabaya Sore itu bukan berbentuk uang, melainkan
untuk pra operasional, survei pasar, SDM, pembuatan sistem, managemen hingga
operasional.
MoU itu ditandatangani
terdakwa berdasarkan SK Bupati Trenggalek nomor : 188.45/08/406.012/2008.
Sementara, dalam company profile PT BGS yang telah dinotariskan, terdakwa
menjabat Komisaris Utama, sedangkan Tatang menjabat Direktur Utama.
“Keberadaan Soeharto,
Bupati Trenggalek merangkap jabatan sebagai komisari utama PT BGS telah
bertentangan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,”
ulas penuntut umum.Sementara, setelah adanya kesepakatan itu, barulah uang dari
kas PDAU senilai Rp 7,139 miliar dipindah ke PT BGS dalam tiga tahap, pada 18
Januari, 25 Januari dan 11 Februari 2008. Kemudian uang sekitar Rp 5,9 miliar
dari dana itu ditransfer ke Tatang, untuk membeli mesin cetak, namun mesin
cetak yang dibeli dalam keadaan rusak.
Selain itu, dalam
surat dakwaan juga mengungkap, bahwa ada aliran dana mengalir ke anggota Pansus
DPRD Trenggalek senilai Rp 769 juta yang diberikan Gatot kepada anggota pansus.
Penyertaan modal bukan sampai disitu saja. Pada Oktober 2009 terdakwa
mengusulkan tambahan penyertaan modal untuk PDAU senilai Rp 5,6 miliar atas
usulan Gatot. Penambahan itu akhirnya setujui dalam Perda nomor 3 tahun 2009
tentang penambahan penyertaan modal PDAU Trenggalek.
Dari Rp 5,6 miliar
itu, senilai Rp 1 miliar dipindahkan ke rekening PT BGS untuk gaji karyawan
hingga biaya operasional lainnya. Sementara, JPU menguraikan bahwa penyertaan
dan tambahan modal mulai 2008-2009 untuk PDAU Trenggalek senilai Rp 16,4
miliar. Sedangkan penyertaan PDAU ke PT BGS untuk bisnis percetakan senilai Rp
8,139 miliar. Di sisi lain, ada penyetoran ke kas daerah dari PT BGS senilai Rp
707,7 juta. Total kerugian negara itu senilai Rp 7,4 miliar mulai 2008 hingga
2010, yang kemudian PT BGS tidak beroperasi.
Atas perbuatannya,
terdakwa didakwa Pasal 2 ayat 1 Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 perubahan
Undang-undang Republik nomor 31 Tahun 1991 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 Ke1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. “Dalam dakwaan
subsider, terdakwa didakwa Pasal 3 Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 perubahan
Undang-undang Republik nomor 31 Tahun 1991 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 Ke1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP,” pungkas
penuntut umum.
Atas dakwaan tersebut
terdakwa tidak melakukan eksepsi, bahkan terdakwa mengaku sebagian dari dakwaan
ada yang lupa. “Sebagian ingat, sebagian lupa,” ucap mantan Bupati yang kini
berusia 69 tahun itu.(Mon)