Surabaya- Pemerintah
Kota Surabaya terus mempersiapkan pembukaan Museum Pendidikan yang berada di
Jalan Genteng, Surabaya. Museum yang ditargetkan diresmikan November itu, akan
diisi oleh kurang lebih 800 barang bersejarah lintas masa, mulai dari masa
pendidikan pra sejarah sampai pendidikan masa kini.
Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti
memastikan eks Taman Siswa yang dipersiapkan untuk menjadi Museum Pendidikan
itu masih terus diperbaiki. Bahkan, setiap hari Antiek mengaku terus memantau
progress perbaikan gedung tersebut.
“Saya dan kawan-kawan
Dinas Cipta Karya memantau setiap hari, target saya tanggal 22-24 Oktober ini,
saya sudah bisa memasukkan semua koleksi untuk dipindahkan ke sana,” kata
Antiek ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/10/2019).
Menurut Antiek,
pihaknya terus menyiapkan segala keperluan sebelum museum itu resmi dibuka.
Salah satu yang dipersiapkan adalah penyusunan narasi untuk barang bersejarah
sesuai dengan historinya masing-masing.
“Nanti akan diisi oleh
sekitar 800 koleksi, penataannya kami bikin storyline dan
ditata sesuai kategori, ada tekniknya, teman-teman tim museum yang ahli itu.
Kita bikinkan mulai pendidikan pra sejarah, zaman kerajaan, hingga pendidikan
masa kini. Rencananya, bulan depan (November) diresmikan,” ujarnya.
Ia menjelaskan
barang-barang itu nantinya akan dipajang berdasarkan klasifikasi di setiap
periode perkembangan pendidikan. Menariknya, mulai dari koleksi pra aksara
dimana masyarakatnya belum mengenal tulisan, sampai bagaimana orang tua
mengajarkan pendidikan kepada anak-anaknya zaman itu lengkap.
“Jadi, bagaimana pada
waktu itu orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya juga sudah ada,” imbuh dia.
Tidak hanya itu,
Antiek memperinci aneka ragam koleksian yang berhasil dikumpulkan. Diantaranya
pendidikan pada masa kerajaan, mulai dari pengenalan sejarah pendidikan masa
klasik, mengenalkan huruf jawa “honocoroko”, kemudian sebuah padepokan
pendidikan berbasis agama dan pendidikan di masa kolonial.
“Nah, kolonial ini
juga dibagi, ada kolonial zaman Belanda dan Jepang. Jadi, ada beberapa koleksi
dokumen yang ada pada saat itu, termasuk alat tulisnya,” papar mantan Kepala
Dinas Kominfo itu.
Selain itu, koleksi
masa perjuangan pahlawan sekaligus Bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar
Dewantara juga sudah siap dipamerkan. Bahkan, di museum itu, ada juga
infografis yang menceritakan perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam meperjuangkan
pendidikan di Indonesia.
“Lalu benda bersejarah
lainnya seperti meja kelas yang ada lubang tintanya, papan tulis kaki, dan
bangku. Kami juga mencoba merekonstruksikan tentang pendidikan propaganda
Jepang,” imbuh dia.
Uniknya lagi, di
museum itu akan ada peragaan suasana kelas tempo dulu. Bahkan, nanti juga akan
menampilkan alat pendukungnya, seperti buku kurikulum SD–SMA, lampu teplok,
lampu tromak, ublik, lilin, dan sarana papan tulis. “Termasuk properti gurunya,
kita juga cari topi guru sampai sepeda guru zaman dahulu, kita juga carikan,”
kata dia.
Antiek menambahkan, di
museum Pendidikan itu nantinya akan ada kurikulum tahun 1970 an. Dimana dalam
kurikulum itu, juga dibangunkan sebuah monument yang merupakan gambaran dari
salah satu kurikulum yang digunakan untuk melatih membaca anak-anak.
“Mengeja kata demi
kata seperti ini Budi, Budi bermain bola. Dari ini Budi itu tadi maka kami
buatkan juga monumen yang bisa dipakai untuk pembelajaran,” ungkap Antiek.
Selain itu, ada pula
dokumen-dokumen bersejarah lainnya seperti manuskrip kuno, lontar, huruf jawa,
selebaran tulisan hiragana. “Semua itu Insyallah sudah siap. Kami juga ada
rapot-rapot lama,” imbuhnya.
Antiek mengaku, semua
benda-benda itu berhasil dikumpulkan dari berbagai pihak. Dari komunitas,
lembaga lain dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Di samping itu, ia
memastikan di tempat itu akan disediakan ruang interaktif bagi setiap
pengunjung.
“Setelah kami dapatkan
barang itu lalu sudah dikurasi juga oleh kami. Saat ini posisinya disimpan
untuk penyiapan penatan di museum. Jadi itu nanti kita bikin statis dan juga
dinamis. Mereka bakal belajar menulis di zaman dulu dengan media yang berbeda,”
pungkasnya. ( Ham )