Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus
berupaya mengembalikan aset-asetnya yang terancam dikuasai oleh pihak ketiga.
Pengembalian aset ini gencar dilakukan sejak masa kepemimpinan Wali Kota
Surabaya Tri Rismaharini. Bahkan, dalam upaya mengembalikan aset itu, Pemkot
Surabaya meminta bantuan berbagai pihak, mulai dari kejaksaan, kepolisian
hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alhasil, sejak tahun 2016-2019, satu persatu aset
Pemkot Surabaya berhasil direbut. Beberapa aset yang nilainya cukup besar dan
sudah berhasil kembali ke tangan pemkot adalah Gedung Gelora Pancasila di Jalan
Indra Giri, Kolam Renang Brantas di Jalan Irian Barat, Jalan Kenari dan aset
Yayasan Kas Pembangunan (YKP).
Sedangkan, aset Pemkot Surabaya yang akan dibantu oleh
KPK terdapat di empat lokasi. Pertama di Jalan Pemuda No. 17 Surabaya yang
luasannya 3.713 meter persegi, dengan nilai Rp. 11.510.300.300. Kedua, aset
tanah dan bangunan di SDN Ketabang I/288 Surabaya (hasil penggabungan SDN
Ketabang I dan II) yang terletak di Jalan Ambengan 29 Surabaya, yang terdiri
dari tanah seluas 2.464 meter persegi, senilai Rp. 12.320.000.000, dan bangunan
senilai Rp. 852.504.500
Ketiga, aset tanah di Jalan Kusuma Bangsa No. 114
Surabaya, yang dahulu digunakan untuk Taman Remaja Surabaya, seluas 17.080
meter persegi, dengan nilai Rp. 139.116.600.000. Sedangkan keempat, aset tanah
di Jalan Pasar Turi Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, seluas 27.519 meter
persegi yang digunakan dalam Kerjasama Bangun Guna Serah pembangunan Pasar
Turi, dengan nilai Rp. 76.475.301.000.
Wali Kota Risma mengatakan, bahwa pihaknya akan terus
gencar berupaya mengembalikan aset-aset yang terancam dikuasai pihak ketiga.
Bahkan, setiap proses persidangan di pengadilan pihaknya juga membuat laporan
kepada KPK. Tujuannya tak lain supaya dibantu dalam pengawasan proses jalannya
sidang tersebut.
“Kita juga ada koordinasi rutin pengamanan (aset) yang
berat-berat itu, seperti Jl Pemuda 17, Taman Remaja, SDN 1 Ketabang, Pasar Turi
dan beberapa banyak yang lain, karena itu kita minta bantuan KPK,” kata dia
seusai menggelar audiensi bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di ruang
kerjanya, Senin (14/10/2019).
Menurutnya, selain meminta bantuan ke KPK, pihaknya
juga mengirim surat ke beberapa instansi terkait. Salah satunya adalah Komisi
Yudisial. Hal ini untuk memastikan supaya proses persidangan itu bisa berjalan
lancar, netral dan tidak merugikan semua pihak. “Saya selalu buat surat
kemana-mana ketika persidangan, bukan hanya KPK untuk bantu pengawasan tadi,”
jelasnya.
Kendati demikian, Wali Kota Risma berharap, dengan
dilibatkannya KPK, kepolisian, kejaksaan dan Komisi Yudisial dalam upaya
pengembalian aset itu, hasilnya bisa sesuai dengan yang diharapkan.
“Harapan saya ini (aset) bisa kembali, karena ini aset warga Surabaya,”
imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan
mengatakan, permasalahan aset yang dimiliki Pemkot Surabaya ini bermacam-macam.
Karena itu pihaknya memastikan akan coba menyelesaikan dengan solusi yang
terbaik untuk semua pihak.
Namun, yang terpenting adalah bagaimana seluruh aset
yang dimiliki Pemkot Surabaya bisa terdata dan tersertifikasi. “Jadi pembenahan
aset ini misalnya semua tanah-tanah supaya dibuatkan sertifikasinya, kita juga
kerjasama dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional),” kata Basaria.
Ia menilai bahwa saat ini permasalahan aset yang
dimiliki Pemkot Surabaya telah ditangani oleh berbagai pihak, mulai kepolisian
hingga kejaksaan. Namun demikian, ia memastikan bahwa upaya pembenahan aset
yang dilakukan KPK itu tidak hanya di Surabaya, tapi di seluruh pemerintah
daerah. “Kita dalam rangka pembenahan aset ini bukan hanya di sini (Surabaya)
saja. Tapi di seluruh pemerintah daerah,” jelasnya.
Namun, apabila dalam proses pembenahan aset itu
terjadi sengketa, pihaknya memastikan akan mencarikan solusi terbaik agar
proses persidangan itu berjalan netral dan tidak merugikan kedua pihak.
Bahkan, ia juga memastikan akan mengawal proses hukum
tersebut, baik itu di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan BPN. "Termasuk
mengawal proses hukum. Jadi tim Koordinator Supervisi (KPK) kita datang ke
kejaksaan, polisi, dan pihak pertanahan BPN," pungkasnya. ( Ham )