Surabaya -Harga cabai
saat ini melonjak tinggi hingga membuat warga resah dan pedagang makanan
merugi. Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui kenaikan harga cabai merah
disebabkan oleh kurangnya produksi di tingkat petani. DPR dan pengamat
mempertanyakan tata kelola petani yang dilakukan Kementerian Pertanian
(Kementan) terhadap masalah yang selalu berulang.
Dewan juga akan
memanggil Kementan guna menanyakan mahalnya harga cabai dan penyebab kurangnya
produksi. Adalah ironi di negeri agraris ini, cabai justru kerap berulang
menjadi krisis.
"Kita akan
agendakan (pemanggilan). Agar perencanaan produksi bisa lebih tepat,” kata
Wakil ketua komisi IV DPR, Daniel Johan.
Daniel mengatakan
kesalahan Kementan selalu berulang. Menurutnya, harusnya Kementan memperbaiki
data supply dan demand agar terjadi kesetabilan harga dan barang.
Di kesempatan
terpisah, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah juga mengamati minimnya
produksi cabai membuat melonjaknya harga, baik di tingkat petani maupun pasar.
Hal itu tentu menjadi salah satu indikasi lemahnya tata kelola di Kementerian
Pertanian.
Kasus minimnya
produksi sektor pertanian yang kerap berulang seharusnya dapat diatasi melalui
pembinaan kepada petani, serta penciptaan inovasi bibit-bibit unggul yang disesuaikan
dengan kondisi alam di Indonesia, baik geografis maupun cuaca.
"Yang lemah
selama ini kan pembinaan. Kementerian Pertanian sangat lemah dalam pembinaan
kepada para petani, termasuk petani cabai, dan juga petani-petani lain yang
produknya strategis," kata Trubus.
Menurutnya, lemahnya
pembinaan dan dorongan kepada petani untuk terus meningkatkan produksi,
menyebabkan kasus-kasus selalu berulang. Selain itu, kelemahan dari Kementan
lainnya adalah dalam hal penciptaan inovasi bibit atau varietas yang unggul.
Hal itu seharusnya dapat dilakukan dengan menggandeng universitas-universitas
yang memiliki Fakultas Pertanian.
"Padahal
kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun terus meningkat. Belum lagi kebutuhan
untuk ekspor. Harusnya Kementan punya varietas baru yang kompetitif di masa
depan. Dan sudah bisa di prediksi masa depan bagaimana, kan bisa melalui riset
unggulan. Lemahnya inovasi ini yang menyebabkan masalah pertanian terus
berulang," terangnya.
Penciptaan inovasi
tersebut, sambung dia, harusnya dapat disesuaikan dengan kondisi alam, potensi
produk di masing-masing daerah. Lebih lanjut ditegaskan, menjadi ironis
dimana Indonesia sebagai negara agraris selalu dihadapkan dengan persoalan
pertanian yang rumit.
"Jadi ini persoalan
tata kelola. Sepanjang tata kelola masih seperti ini, dan petani dalam posisi
yang selalu dikorbankan dan kurang kesejahterannya, maka selalu munculnya itu
lagi. Sesuatu yang mudah jadi rumit karena kebijakan tata laksana yang kurang
komprehensif," tandasnya.
Ketua Umum Serikat
Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih di lain kesempatan mengatakan, tingginya
harga cabai memang terjadi karena stok sedikit. Laporan basis SPI di Rokan
Hilir Riau harga cabai di tingkat petani sekitar Rp 40-50 ribu. Sedangkan di
konsumen, mencapai sekitar Rp 70ribu/kilo.
"Perbedaan harga
di tingkat petani dan konsumen di Riau terjadi karena pedagang mengambil
langsung cabai di petani di desa dan infrastruktur di sana jelek. Jadi bisa
dibilang itu biaya transportasi ke sana. Faktor lain yang membuat harga cabai
tinggi adalah stok di pedagang. Cabai di Riau itu banyak dikirim dari Brebes,
Jawa Tengah," ujarnya.
Menurut Henry, faktor
kekeringan juga mempengaruhi kuantitas panen. Selain itu seperti di Riau sedang
banyak asap efek dari pembakaran lahan. Ia mengakui bantuan benih cabai dari
Kementan di awal tahun juga kurang berhasil.
Kementan sendiri
mengakui ada masalah dengan produksi cabai yang berujung melonjaknya harga.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan hambatan
produksi disebabkan oleh petani cabai yang tidak merawat tanaman dan memanen
cabai.
"Ya ini memang
karena pengaruh yang jelas karena kemarin kan cabai sempat harganya jatuh. Nah
karena harga jatuh, tanaman nggak dirawat oleh petani,” ujar Prihasto.
Ia menceritakan, harga
cabai merah di tingkat petani 2-3 bulan yang lalu sempat jatuh hingga berada di
level Rp 5.000/kg. Menurutnya, jatuhnya harga membuat petani malas memanen
cabai merah karena biaya panen lebih mahal dari harga jual, di mana ongkos
panen sekitar Rp 6.000/kg.