SURABAYA - Anang Sugianto, asisten
manajer bagian transaksi energi PLN Surabaya Utara sekaligus ketua tim
Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) diperiksa sebagai saksi pada sidang
kasus pencurian listrik oleh PT Cahaya Citra Alumindo (CCA) dan UD Cipta Karya
dengan kerugian mencapai Rp 13 miliar.
Pada
sidang ini, terungkap bahwa pada April 2016 PLN sempat mencabut dan melakukan
pemasangan meteran baru di PT CCA yang tidak diketahui siapa pemohonnya dan
tanpa berita acara pemasangan. Selasa (23/7/2019).
“Pada
Oktober 2016 lalu, saya mengecek meteran listrik kedua perusahaan tersebut.
Hasilnya, saya bersama tim menemukan anomali. Berupa hilangnya tegangan dan
arus penggunaan energi listrik pada jam-jam tertentu dengan pola tidak teratur”
kata Anang dihadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang
diketuai Anne Rusiane.
Anomali
itu, lanjut Anang ditemukan pada jam kerja terukur kecil bahkan hampir mendekati
nol. Hal ini tidak masuk akal karena pabrik itu besar dan beroperasi selama 24
jam. “Hasil pemeriksaan di lapangan diukur dan kami bandingkan dengan yang
dibaca Automatic Meter Reading (AMR). Ada selisih pengukuran,” lanjutnya.
Bukan
hanya itu saja, lalu Anang dan timnya mengukur beban di jaringan Tegangan
Menengah (TM) 20 kV yang menuju gardu perusahaan tersebut. Bersamaan dengan
itu, petugas lain mengamati beban yang terukur di AMR di kantor PLN Surabaya
Utara.“Hasilnya, ada arus mengalir ke gardu pelanggan sekitar 16 ampere per
phasa. Namun, pada saat bersamaan AMR membaca arus yang mengalir di pabrik itu
mendekati nol ampere,” papar Anang.
Sementara
itu, dari hasil pemeriksaan laboratorium diketahui bahwa kode segel meteran
yang terpasang tidak sesuai dengan kode yang tercantum dalam berita acara
pemasangan.
“Saya
masih ingat pak hakim, pas dipasang diakhir 2014 segel meternya berinisial BS,
tapi setelah diangkat inisialnya berganti jadi VC,” tandasnya.
Dikatakan
Anang, pihaknya juga menemukan barang bukti rangkaian elektronik yang diduga
sebagai alat pengendali yang dapat mempengaruhi pengukuran energi listrik.
Hasil dari pengukuran meteran yang terpasang alat pengendali tercatat listrik
yang terpakai hanya 0,33 persen dari total listrik yang disalurkan PLN ke kedua
pabrik itu.“Setelah di buka ada alat pengendali. Alat yang bukan dari meteran
itu sendiri. Alat ini berfungsi memutus arus,” pungkasnya.
Usai
sidang, penasehat hukum PT Cahaya Citra Alumindo (CCA) yaitu Rudolf Ferdinan
menandaskan bahwa sebelum ada penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL), PLN
pada April 2016 sempat mencabut meteran listrik di CCA. Dia pun menduga saat
itulah petugas PLN yang memasang sendiri alat pengendali tersebut.
“Ketika
memasang alat tadi tidak bisa dipasang dengan berdiri dan ketika harus dicabut
kondisi listrik harus mati. Bahkan dalam BAP diakui kalau solderannya cukup
bagus dan rapi. Orang perusahaan kami tidak ada yang memiliki kemampuan untuk
itu,” tandasnya,
Diketahui,
PT Cahaya Citra Alumindo dijadikan tersangka kejahatan korporasi atas kasus
pencurian listrik tegangan tinggi yang dilakukan sejak 3 Juni hingga 14 Oktober
2016. Modusnya,
dengan menggunakan alat tenaga listrik untuk memanipulasi pengukuran listrik
yang dijual ke UD Cipta Karya, yang mengakibatkan PT PLN mengalami kerugian
sebesar 13 miliar rupiah.
Untuk
PT Cahaya Citra Alumindo PLN merugi 1.385 kVa listrik atau Rp 11,8 miliar.
Sedangkan untuk UD Cipta Karya sebesar 147 kVa atau Rp 1,2 miliar. Dengan
demikian, kerugian yang diderita PLN mencapai Rp 13 miliar.
Perusahaan
yang berlokasi di Damar Industri B 37-39 Margomulyo Surabaya ini pun
disangkakan melanggar pasal 51 ayat (3) juncto Pasal 55 UU RI huruf a UU RI No
30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan jo Pasak 64 ayat 1 KUHP. (Ban)