Surabaya- Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya
setiap bulan rutin memulangkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
ke daerah asalnya. Selama tahun 2019 hingga Bulan Juni, sebanyak 294 PMKS sudah
diijinkan pulang setelah dinyatakan sembuh oleh tim dokter spesialis jiwa.
Kepala Dinas Sosisal Surabaya Supomo
mengatakan setiap bulannya pasti ada PMKS yang dipulangkan karena memang sudah
dinyatakan sembuh. Pada Bulan Januari 2019, ada 20 PMKS yang dipulangkan,
Februari ada 51 PMKS, Maret ada 61 PMKS, April ada 38 PMKS, Mei ada 42 PMKS,
Juni ada 82 PMKS. “Totalnya hingga Juni 2019 sudah mencapai 294 PMKS yang
dipulangkan,” kata Supomo saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya,
Selasa (30/7/2019).
Menurut Supomo, para PMKS yang dinyatakan
sembuh dan diperbolehkan pulang itu akan diantar oleh relawan Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Para relawan ini akan mengantarkan PMKS
itu hingga sampai ke “tangan” keluarganya masing-masing, sehingga tidak
dibiarkan terlantar sendirian.
Karenanya, banyak cerita tak terduga yang
dirasakan dan dialami oleh para TKSK ini. Bahkan, ada cerita ketika
mengantarkan pulang ke rumahnya, ternyata pihak keluarga sedang menggelar
pengajian 1000 harinya si PMKS ini, mereka pun kaget. “Jadi, banyak
cerita-cerita mengharukan yang dialami oleh teman-teman TKSK ini,” ujarnya.
Di samping itu, Supomo juga menjelaskan bahwa
pemulangan PMKS yang sudah sembuh itu sangat penting karena PMKS baru selalu
berdatangan. Meskipun selalu rutin dipulangkan, tapi sampai saat ini penghuni
Liponsos masih sangat banyak. “Hingga saat ini, penghuni Liponsos mencapai
1.073 orang.
Sebanyak 948 orang berada di Liponsos dan 125
orang lainnya sedang menjalani rawat inap, 70 orang di Rumah Sakit Lawang dan
50 orang lagi di Rumah Sakit Menur,” tegasnya.
Lebih rinci, Supomo menjelaskan bahwa dari 948
orang itu, 824 orang ODGJ (orang dengan gangguan jiwa), 47 orang gepeng, 49
orang lansia, 11 orang anjal, dan 17 orang tindak asusila. Sebagian besar dari
mereka bukan asli Surabaya, melainkan berasal dari luar kota dan bahkan luar
pulau, seperti ada yang dari Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Sumatera
dan Bengkulu.
“Kita kerjasama dengan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil; (Dispendukcapil) untuk membantu menemukan identitas pasien. Kita
gunakan finger print untuk mencari data para PMKS yang sudah masuk ke
Liponsos,” kata dia.
Dari data finger print itu, beberapa diantara
PMKS itu diketahui alamatnya, sehingga apabila sudah sinyatakan sembuh oleh tim
dokter, bisa lebih gampang untuk memulangkannya. Sebelum dipulangkan, biasanya
Dinsos berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dinsos tempat asal PMKS itu.
“Tapi kadang walaupun belum pulih betul, kita
tetap pulangkan, karena ternyata keluarganya sudah merindukannya. Sedangkan
yang belum diketahui identitasnya, kami sehatkan terlebih dahulu,” imbuhnya.
Meski begitu, Supomo mengaku bersyukur karena
data dari tahun ke tahun yang masuk ke Liponsos sudah ada pengurangan. Ia pun
menyebutkan data tahun 2017, yang mana saat itu penghuni Liponsos mencapai
1.600 orang. “Nah, di tahun 2019 ini, sudah ada 1.073 orang.
Ya kalau dibanding tahun 2017 memang ada
pengurangan, karena mungkin sudah banyak yang tahu kalau ngemis dan ngamen di
Surabaya akan ditangkap, sehingga mereka sudah agak takut kalau ngamen di
Surabaya,” tambahnya. ( Ham )