Surabaya - Bantuan
yang diberikan oleh Kementerian Pertanian kepada masyarakat dan petani korban
bencana banjir di sejumlah wilayah Sulawesi, dikritisi sejumlah kalangan.
Selain dikhawatirkan menimbulkan rasa ketidakadilan, bantuan tersebut juga
dinilai kurang berpihak pada petani secara keseluruhan.
"Ini masalah
bahwa pejabat kita memiliki konflik kepentingan. Ketika merasa berasal dari
daerahnya, lalu kepentingan pribadinya diutamakan. Ini yang mesti kita
kritisi," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang
Komarudin.
Jika memang komit dan
konsisten, seharusnya bantuan-bantuan serupa juga diberikan ke seluruh wilayah
yang terkena dan terdampak bencana. Jangan hanya bantuan tersebut diberikan ke
daerah dimana Menteri Pertanian itu berasal.
Seperti diketahui,
Kementan secara sigap memberikan bantuan sebesar Rp10 miliar yang diserahkan
oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Balai Penelitian Tanaman
Serealia Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/6).
Mentan menyatakan,
bantuan berasal dari sumbangan internal karyawan dan juga donasi mitra. Bantuan
tersebut berupa bantuan sehari-sehari yang dibutuhkan bagi masyarakat
terdampak, serta sebagian lagi disalurkan melalui program penanggulangan
bencana untuk sektor pertanian.
Pada awal tahun 2019,
banjir juga sempat melanda wilayah di Jawa Timur, setidaknya terdapat 5937
hektar lahan pertanian yang terdampak. Namun, tidak ada pemberitaan yang
mengabarkan Kementan memberikan bantuan seperti yang dilakukan ke wilayah
Sulawesi.
Menurut Ujang, jika
menganut azas keadilan, seharusnya perlakuan dan kebijakan yang sama dilakukan
di semua wilayah yang terkena bencana."Bukan hanya karena di daerahnya.
Ini yang menimbulkan kecemburuan, ketidakadilan, dan berbahaya secara
kepentingan politik," cetusnya.
Terkait dengan sumber
dana bantuan yang berasal dari sumbangan internal dan stakeholder Kementan,
dirinya menegaskan asalkan tidak menentang undang-undang. Jangan sampai hal itu
justru berpotensi korupsi kebijakan.
"Curiganya,
internal ini terpaksa atau tidak memberikan sumbangannya. Karena biasanya,
ketika pejabat yang ngomong, ada rasa keterpaksaan. Seolah-olah bawahannya
iklas, tapi belum tentu," paparnya.
Pengamat Kebijakan
Publik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syafuan Rozi Soebhan
berpersepsi senada.
Syafuan menilai,
sistem donasi dari rekanan, cenderung akan menimbulkan kesan diskriminasi. Dia
berpendapat, bisa jadi para menteri ingin memiliki investasi secara politik di
daerahnya, bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun juga dapat berdampak bagi keluarganya.
Tapi sudah sepatutnya hal itu dikesampingkan.
“Jadi kalau ada dugaan
daerah yang memiliki kedekatan tertentu, bisa saja terjadi,” kata Syafuan yang
juga menyebutkan, sistem asuransi pertanian lebih baik jika diterapkan masif.
Anggota Dewan juga
mengkritisi kabar adanya permohonan sumbangan untuk wilayah terdampak
banjir yang ditujukan kepada para pelaku usaha. Sumbangan itu untuk tanggap
darurat akibat bencana banjir di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Anggota DPR RI Inas
Nasrullah Zubir berpendapat, penyaluran bantuan kepada daerah-daerah yang
dilanda bencana memang dianggarkan ke sejumlah kementerian.
Namun politisi Hanura
ini mengaku tidak tahu, apakah anggaran itu ada di Anggaran Kementerian
Pertanian.
Ia mengatakan, jika
anggaran itu ada, maka Kementerian Pertanian boleh saja mengeluarkannya. Namun,
jika tidak ada di alokasi anggaran, maka tidak boleh memberikan bantuan korban
bencana dengan anggaran Kementerian.
Inas mengatakan, jika memang dana bantuan itu bukan berasal dari APBN, maka bisa saja Kementerian Pertanian menggalang dana sendiri. Misalnya dengan menggandeng mitra-mitra swasta Kementerian.
Namun demikian, prosesnya harus transparan dan melibatkan lembaga lain. Seperti Kementerian
Sosial. "Sah-sah saja kalau dia (Mentan) mau menggalang dana untuk korban
bencana, tapi ya harus sesuai aturan, penggalangan dana bisa melibatkan
Kemensos dan dibuka ke publik dari mana asalnya dan penyalurannya,"
tuturnya.
Sebelumnya, pada Kamis
(13/6), Mentan Amran Sulaiman melepas langsung bantuan dengan total 65 truk,
berupa 1 truk benih padi dan 64 truk bantuan bahan pokok di Markas Komando
Resort Militer 143/Halu Oleo. Bantuan itu diperuntukkan bagi korban banjir di
empat kabupaten, Kolaka Timur, Konawe Utara, Konawe, dan Konawe Selatan.
Kementerian Pertanian
(Kementan) telah berhasil menghimpun dana bantuan sebesar Rp12 miliar, baik
dari internal sumbangan karyawan maupun donasi mitra Kementan. Bantuan senilai
Rp 4, 2 miliar langsung disalurkan hari ini lewat Kendari dan Rp 8 miliar lainnya, lewat program penaggulangan bencana untuk sektor pertanian.
Selain mengawal
distribusi bantuan, Amran turut meninjau lokasi lahan dan infrastruktur
pertanian yang terdampak banjir bandang. "Kami meminta tim Kementan dan
daerah bergerak cepat membantu saudara-saudara kita yang terkena bencana.
Posko-posko yang didirikan juga sudah bisa menghimpun data sementara jumlah
kerugian atas lahan persawahan yang rusak maupun hewan ternak yang terdampak
banjir," sebutnya.
Amran mengklaim gerak
cepat Kementan merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo. Tak hanya
Kementan saja, kementerian dan lembaga lain pun, diminta untuk turun ke
lapangan.
"Atas arahan Pak
Presiden, kami semua diminta bergerak cepat membantu. Setiap menteri juga
diminta memulihkan sektor yang terkait dengan tugas pokok dan fungsinya. Kami
di Kementan secara khusus akan memastikan sekor pertanian bisa pulih kembali
segera, terlebih empat lokasi ini merupakan lumbung pangan di Sulawesi
Tenggara," terang Amran. ( Ham )