Surabaya- Sebanyak 14 Pekerja Seks Komersial (PSK) terjaring razia
di kawasan Stasiun Wonokromo, Surabaya, Sabtu (18/5) malam dan Minggu (19/5)
dini hari. Razia itu dilakukan oleh petugas gabungan dari Pemerintah Kota
(Pemkot) Surabaya yang terdiri dari Satpol PP, Linmas, Dinas Perhubungan
(Dishub) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya. Dari 14 PSK yang terjaring
razia itu, delapan diantaranya terindikasi positif Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Kota Surabaya, Febria Rachmanita,
mengatakan dari 14 PSK yang terjaring razia itu, langsung dilakukan pemeriksaan
tes urine di lokasi. Hasilnya, delapan orang positif terjangkit HIV. Mereka
diketahui berasal dari beberapa daerah di Jawa Timur, yakni Kediri,
Tulungagung, Gresik, Nganjuk dan Malang, dengan usia rata-rata di atas 30
tahun.
“Saat ini mereka ditempatkan di Liponsos Keputih untuk dilakukan
pembinaan dan pengobatan berupa Acute Retroviral Syndrome (ARV), sebelum nanti
mereka dipulangkan ke daerah asal masing-masing,” kata Febria di Kantor Bagian
Humas Pemkot Surabaya, Senin, (20/5/2019).
Febria menjelaskan pihaknya akan terus gencar melakukan penyuluhan
dan pemeriksaan ke sekolah-sekolah, bahkan tempat-tempat hiburan malam. Dengan
begitu masyarakat akan sadar dan mendapatkan edukasi tentang bahaya penyebaran
virus HIV itu. “Kita selalu melakukan penyuluhan-penyuluhan di SD, SMP, SMA dan
lintas sektor. Kemudian di beberapa hiburan malam, kalau tim pengawasnya ada
dari Dinkes, LSM dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia),” ujarnya.
Bahkan, ia memastikan, Pemkot Surabaya bersama jajaran samping
juga rutin melakukan razia ke tempat-tempat hiburan malam. Razia dilakukan
rutin setiap tiga bulan sekali untuk memberikan edukasi kepada masyarakat
tentang bahaya penyebaran virus tersebut. “Setiap ada razia itu langsung kita
periksa (tes urine) di tempat. Baru setelah itu jika terindikasi positif HIV,
maka akan kita bawa ke Liponsos,” jelasnya.
Perempuan berkerudung ini mengungkapkan, penularan virus HIV bisa
melalui beberapa faktor, diantaranya jarum suntik, free sex, dan
hubungan sesama jenis. Namun jika hanya sekedar bersentuhan tangan dengan
pengidap HIV, orang tersebut tidak akan tertular. Akan tetapi, ia menyebut,
obat ARV tidak bisa menyembuhkan pengidap HIV/AIDS, namun bisa menekan
perkembangbiakan virus, sehingga usia harapan hidup bisa diperpanjang.
“Jangan sungkan-sungkan untuk berobat dan koordinasi dengan
puskesmas, sampai terima PMT (Pemberian Makanan Tambahan), itu berupa susu,
karena imunnya sudah menurun. Dari Dinsos juga ada permakanan,” terangnya.
Maka dari itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat yang telah
terjangkit virus HIV/AIDS agar melakukan pengobatan secara rutin ke puskesmas
atau rumah sakit yang memberikan layanan bagi pengidap virus tersebut. Ia menyebut,
di Surabaya ada 63 puskesmas yang siap melayani pemeriksaan dan diagnosa virus
HIV. Sementara itu, jumlah Puskesmas yang melayani pengobatan HIV ada 10.
Yakni, Puskesmas Dupak, Putat, Sememi, Perak Timur, Kedurus, Jagir, Kedungdoro,
Keputih, Kali Rungkut, dan Tanah Kali Kedinding.
“Kalau rumah sakit yang melayani pengobatan HIV ada sembilan,
yakni RS Soewandi, RSAL (Rumah Sakit Aangkatan Laut), RS Haji, RS Bhayangkara,
RS Jiwa Menur, RS Dr. Soetomo, RS Unair dan RS Bhakti Dharma Husada (BDH),”
ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya M. Fikser
menambahkan, Pemkot Surabaya secara intensif melakukan razia ke tempat-tempat
yang terindikasi ada praktek prostitusi dan penyebaran HIV/AIDS, seperti di
Wonokromo, stasiun-stasiun dan eks lokalisasi. Tak hanya itu, pihaknya juga
rutin melakukan razia ke kos-kosan untuk melakukan pengecekan dan pemeriksaan
adanya virus HIV.
“Kalau di kos-kosan tidak terlalu banyak. Kita tekankan di daerah
yang kita curigai berdasarkan informasi, maka kita lakukan yustisi, sekaligus
diikuti dengan pemeriksaan kesehatan,” kata Fikser.
Pihaknya menegaskan bahwa razia atau OTT (Operasi Tangkap Tangan)
yang akan digelar itu, sebelumnya telah dilakukan penyelidikan-penyelidikan. Ia
menyebut, ketika di lokasi ditemukan adanya transaksi seperti prostitusi,
pihaknya langsung melakukan pengamanan dan pemeriksaan kesehatan kepada orang
tersebut. Tujuannya, untuk meminimalisir penyebaran virus HIV/AIDS.
“Sebetulnya ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pasal
bagi seseorang yang menularkan virus HIV,” tegasnya.
Peraturan itu, tercantum dalam Perda No. 4 Tahun 2013, tentang
penanggulangan HIV dan AIDS. Dalam Pasal 15 disebutkan bahwa setiap orang yang
telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dilarang melakukan tindakan yang patut
diketahui dapat menularkan atau menyebarkan infeksi HIV kepada orang lain.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, akan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp 50 juta.( Ham )